"Karena dunia menjadi sangat tidak adil."
Wind Breaker — Vinny Hong
Oh, barangkali hidupku memang sedang tidak baik-baik saja."Melodi."
Suara mendayu-dayu dan lambaian tangannya yang lentik menjadi suara yang amat mengganggu. Setidaknya di telingaku. Atensi semua siswa yang masih tersisa di kelas pun serta-merta terarah padanya. Si populer. Reaksi para cowok lebih-lebih menggelikan. Mereka tersihir oleh keberadaan Magenta.
Ada yang berbisik-bisik juga. Barangkali heran melihat si bunga mekar menghampiri bunga layu. Anak sepopuler Magenta Damayanti tiba-tiba menghampiriku? Yang benar saja. Agaknya dunia akan kiamat besok.
Benar, 'kan? Hidupku sepertinya sedang tidak baik-baik saja. Mengapa tiba-tiba si Magenta ini datang dengan senyum ramahnya? Bukankah urusan pinjam-meminjam buku catatan Bahasa Inggris sudah kelar?
"Hai! Kamu lagi sibuk nggak, Mel?" tanyanya dengan ramah. Mengabaikan tatapan heran pada siswa di kelas. "Aku mau ngajak makan siang bareng. Yuk!"
"Aku sibuk." Buru-buru aku memasukkan buku sketsa ke dalam tas.
"Hum, sibuk menggambar? Boleh aku lihat gambaranmu?"
Manusia ini gila apa bagaimana, ya? Apa dia pikir kita adalah sepasang teman akrab? Sudah sangat dekat sejak zaman purba? Padahal aku saja hanya berbicara singkat dengannya selama beberapa hari. Apa orang-orang semudah itu mengganggap dekat dengan seseorang hanya karena berinteraksi singkat sebentar saja?
Selama sekian detik aku bergeming di tempat duduk. Sama sekali tidak tahu harus bagaimana membalas sikap ramah Magenta. Dari sudut ekor mata terlihat beberapa gadis melirik sewot. Mereka barangkali kesal karena aku seakan-akan mengabaikan si populer.
Ah, memangnya semua hanya tentang Magenta? Semua hal-hal baik harus didapatkan cewek berambut panjang dengan jepitan putih ini? Ketika tersenyum, bibirnya menipis. Baiklah, aku akui dia cantik. Barangkali karena sikap ramahnya, banyak cowok-cowok baper.
"Eh, Mel. Sombong amat sama Magenta. Udah diajakin itu, malah dicuekin," kata salah satu cewek berambut keriting yang duduk tidak jauh dari mejaku.
Cewek lain yang rambutnya dihiasi bando merah muda ikut menyeletuk, "Tau, ih. Sini Magenta sama kita aja."
Magenta dengan tenang mengulas senyum. Wajahnya terlihat tidak terganggu dengan penolakanku. Tidak bisakah dia pergi saja? Mengganggu kedamaianku saja.
"Jangan begitu, dong, teman-teman. Melodi punya wakti sendiri juga, kali. Mungkin aku yang ganggu, hehe." Bahkan saat terkekeh suaranya sangat lembut.
Seorang cowok—yang kemarin menendang bola ke arahku—mendekat. Gerak sok cool-nya membuatku menghela napas. Ia berdeham dan duduk di depan Magenta yang masih berdiri. Berbeda denganku, Magenta memamerkan senyum super ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELODIARY✅
Teen FictionBLURB: Andaikata momen itu tidak kita ciptakan, mungkinkah kita akan terselamatkan? -Ry, pada Melodiary, 2017. Ayah, Ibu, Adik. Melodi memiliki keluarga lengkap, tetapi dirinya cenderung kesepian. Demi meredam rasa sakit atas teriakan memuakkan, Me...