3. Melodi: Tangisan Rahasia

86 14 0
                                    

"Dunia takkan jadi lemah hanya karena kau menangis."

Lookism - Seo Seongeun

Lookism - Seo Seongeun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak Mel!" seru Imel.

Imel terlalu kecil untuk memahami masalah orang dewasa. Miris sekali melihat orang tuaku yang tidak kunjung mengerti, bahwa bertengkar di depan anak-anak mereka bukanlah sesuatu yang sepatutnya dipertontonkan. Wajah ceria dan senyuman Imel yang demikian riang kerap membuatku iri. Bocah itu tidak mengerti apa pun. Sehingga rasa-rasanya aku ingin sekali kembali ke masa kecil. Menjadi anak yang tidak tahu apa-apa.

Hanya diam saat orang tua bertengkar dan menangis kencang untuk meredakan perselisihan mereka. Persis seperti yang sering Imel lakukan. Jika Imel sudah menangis, terkadang ibu akan berhenti marah-marah. Bapak hanya menggumam tidak jelas dan keluar rumah.

"Kak Mel, hari ini beli permen lagi buat aku?" tanya anak berambut pendek seperti Dora the Explorer.

"Kakak lupa, Imel."

Suasana hatiku sedang tidak begitu bagus dan Imel malah merajuk. Bahkan kini mengekor saat aku duduk melepas sepatu. Enggan memedulikan Imel, aku mengamati halaman depan. Motor Bapak tidak ada di tempatnya. Belum pulang dari pangkalan ojek. Sedangkan Ibu? Suara berisik dari dapur sudah cukup menjadi jawaban.

"Kak Mel ...," panggil Imel. Suara bocah itu berubah lirih seiring kepalanya yang tertunduk.

"Ada apa, Imel? Bicara yang benar."

"Itu ... lemari ...."

Perasaanku seketika tidak karuan. Hal paling buruk menyapa pikiran. Aku berlari masuk rumah tanpa memedulikan Imel lagi. Pintu kamar yang tertutup rapat dengan cepat kudorong kasar. Pemandangan di dalam sana menghadirkan sedikit nyeri di rongga dada.

Baju-baju yang sudah kulipat dengan rapi tercecer di lantai. Semua buku-buku paket dan catatan di atas meja berserakan di atas kasur. Bahkan dompet kecil yang selalu aku sembunyikan di bawah baju pun terlempar jauh ke kolong meja. Kedua mataku mendadak panas seiring rongga dada yang seperti terbakar habis oleh letupan emosi. Aku mengepalkan tangan kuat-kuat, benci menjadi cengeng hanya karena kejadian itu.

Sayang sekali, air mataku tidak bisa terbendung lagi. Cairan hangat terjatuh dari pelupuk mata, mengalir membentuk garis lurus sampai ke tepi dagu. Aku berbalik dan melangkah ke dapur untuk mencari si pelaku. Sempat kulihat Imel mengintip dari celah pintu. Anak itu barangkali paham apa yang akan terjadi pada detik berikutnya.

"Apa yang Ibu lakukan?" tanyaku berusaha tidak terpancing emosi dan berkata dengan nada keras.

Ibu tampak enggan berbalik. Masih sibuk di depan kompor. Sikapnya terlalu santai setelah membuat kamarku seperti kapal pecah.

"Ibu!" teriakku setelah diabaikan cukup lama.

"Memangnya apa yang Ibu lakukan?"

"Kenapa Ibu melakukannya? Apa yang Ibu cari?"

MELODIARY✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang