1. Melodi: Pertemuan Klise

289 30 62
                                    

"Usia muda adalah saat di mana gagal dan terjatuh merupakan hal wajar. Karena dengan begitu, mereka bisa belajar dari rasa sakit, demi memperbaiki diri lebih baik lagi ke depannya."

ReLife — Yoake Ryo.

ReLife — Yoake Ryo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hah, terjadi lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hah, terjadi lagi.

Aku tidak tahu apa yang dilakukan Imel di kamarnya. Namun, yang jelas bukan urusanku. Memang sejak kapan kami peduli pada urusan masing-masing? Bukankah di rumah ini kami adalah sekelompok orang yang individualis? Enggan memikirkan Imel, aku merampas earphone untuk menyumpal telinga.

Suara omelan Ibu mampu menembus dentuman musik yang mengentak-entak di telinga. Suasana hatiku sebenarnya sedang membaik. Namun menjadi berantakan gara-gara mereka. Orang dewasa yang kerap kali berdebat di depanku.

"Kerja dari pagi sampai malam, tapi tetap nggak ada hasil. Kamu pikir aku nggak capek ngurusin rumah? Orang lain udah bisa usaha sendiri. Uang ngalir dari sana-sini. Aku? Punya suami pelitnya minta ampun!"

"Jaga bicaramu, Len. Suamimu baru pulang, omonganmu sudah bikin sakit hati. Aku juga capek. Siapkan saja kopi dan makanan."

"Siapkan saja sendiri! Bikin kopi dipikir nggak pake gula? Uangnya mana buat beli gula?"

Obrolan itu akan terus berlanjut sampai salah satu di antara mereka terdiam. Seringnya, sih, Bapak yang langsung diam. Terbukti, ketika jarum jam bergerak pada angka sembilan, ruang tengah langsung sepi. Keduanya barangkali sudah enggan saling memedulikan.

Bapak yang kadang memilih keluar dan merenung di beranda luar. Sedangkan Ibu akan menemani Imel kecil di kamar. Aku tidak tahu, entah kapan terakhir kali Ibu berbicara tenang berdua dengan Bapak.

Aku memakai earphone lagi setelah mencabutnya, hanya untuk memastikan tidak ada lagi omelan Ibu dan suara Bapak yang menjawab. Tanganku terjulur meraih buku kecil berwarna cokelat yang berjejer di antara buku-buku catatan sekolah. Selepas pekerjaan rumah dari guru Matematika rampung, aku tetap tidak beranjak dari kursi belajar.

Diary Melodi.

Hari ini, Ibu dan Bapak bertengkar lagi. Aku nggak tahu nasib Imel di kamar seperti apa. Walaupun mereka berdebat sesaat, tapi telingaku nggak sanggup mendengarnya. Aku yakin, seratus persen, Imel pasti terganggu juga. Kadang-kadang aku penasaran, apa yang ada di pikiran bocah TK itu saat mendengar orang tuanya bertengkar?

MELODIARY✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang