8. Ary: Luka Pasti Ada

81 13 0
                                    

"Setiap orang memiliki sisi dirinya yang tidak ingin dilihat oleh orang lain."

Horimiya — Kyouko Hori

"Memangnya bisa?" tanya Melodi tanpa memamerkan ekspresi berlebih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Memangnya bisa?" tanya Melodi tanpa memamerkan ekspresi berlebih. Seakan-akan berteman adalah hal yang mustahil.

Kami masih duduk berjarak. Namun, dari jarak itu aku bisa melihat kilatan matanya yang memancarkan harap. Entah sudah berapa lama Melodi berteman dengan diari. Menceritakan semua perasaan sedih, kecewa, bahagia, dan marah yang tertuang di sana.

Seringkali katanya yang kita butuhkan adalah pendengar. Cukup didengar tanpa diberikan komentar pun sudah syukur. Namun, bagaimana jika tidak ada orang-orang seperti itu? Melodi barangkali tidak memilikinya. Sehingga hanya bisa menulis di buku diari.

"Bisa." Aku berkata dengan mantap. Meski tidak semua bisa mendapatkan kawan dengan cepat. "Kalau kamu ada keinginan kuat dan mau melakukannya, pasti bisa."

"Bagaimana jika mereka nggak mau berteman? Bagaimana kalau aku terlalu pasif dalam pertemanan itu dan mereka menolakku, lalu menjauh?"

Ternyata pikiran Melodi dipenuhi keresahan dan ketakutan. Wajar saja dengan sikapnya yang pendiam dan tertutup. Ia seakan-akan menutup diri dari siapa pun. Seperti dunianya tidak bisa disentuh sembarangan. Tentu oleh siapa pun juga.

"Itu hanya pikiran burukmu. Coba kamu berpikir dari sudut pandang sebaliknya. Bagaimana kalau ternyata mereka tidak seburuk yang kamu pikir? Bagaimana kalau mereka menerima kamu tanpa memedulikan sikapmu yang pasif? Bagaimana kalau asumsi buruk itu hanya tercipta sendiri dari pikiran kamu, padahal hal itu belum tentu terjadi?"

"Begitu, ya?"

Aku mengangguk takzim. Baru kali ini aku melihat Melodi berbicara cukup lama. Aku bahkan sampai menghitung tiap kata yang keluar dari bibirnya. Meski demikian, Melodi tetaplah Melodi yang masih setia menjaga jarak. Wajar saja, dia bukan gadis yang akan langsung mendekat meski kami sudah mengobrol cukup banyak.

"Nggak usah terlalu dipikirkan dan dijadikan beban. Kita mulai dulu dari yang terdekat," kataku mengacaukan pikirannya.

"Siapa?"

"Teman dudukmu di kelas."

Kedua mata Melodi mengejap sekilas. Matanya bulat dengan bulu mata agak lentik. Sebulat wajah Melodi yang dibingkai rambut pendek model bob. Dia terlihat lucu setiap kali muncul di balik gerbang sekolah dengan hoodie abu-anu yang kebesaran. Wajahnya tidak pernah ramah. Selalu terlihat datar dan murung setiap hari. Kadang-kadang Melodi naik sepeda dengan keranjang di depannya. Ia parkir tepat di parkiran khusus sepeda.

Aku belum pernah melihatnya tersenyum, jadi tidak bisa menjabarkan seperti apa ekspresi gadis ini. Cantik? Mungkin, iya. Ah! Banyu Ashari, sejak kapan kamu jadi pintar menjabarkan seorang Melodi? Bahkan kamu sendiri tidak terlalu mengenalnya. Aku terus memperingatkan diri dalam hati.

MELODIARY✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang