22. Ary: Aku & Biru

44 11 0
                                    

"Ada orang tua yang tak mendukung hal yang disukai anaknya."

Racket Boys Na Woochan

Racket Boys — Na Woochan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


" .... Bahwa saya dan papa saya-lah yang bertanggung jawab atas kasus doping, di mana kasus itu melibatkan rekan sekolah dan satu tim dalam klub renang, Banyu Ashari ...."

Suara Biru membuatku menghela napas. Meski berkali-kali aku peringatkan agar tidak membahasnya lagi ke depan media, tetapi ia tetap keras kepala. Benar kata Melodi, bahkan Biru menganggap bahwa semua orang berhak tahu bahwa itu adalah kesalahannya, bukan kesalahanku. Maka kemarin Biru memberanikan diri mengatakan kebenarannya di depan media.

Papa dan coach menemani Biru selama kasus papanya diurus oleh pihak berwajib. Sempat kulihat raut wajah Biru yang diselimuti ketegangan, tetapi kemudian di depan sorotan kamera, Biru mengakui semuanya. Ia dengan tegas berkata akan berhenti berenang, tak peduli dengan karier atletnya ke depan.

"Biru, apa yang lo lakukan?" gumamku setelah berbaring di tempat tidur.

Video Biru yang memberikan pernyataan di depan media pun sudah tidak lagi aku pedulikan. Kini yang membayangiku adalah kondisi Biru. Ia memilih untuk tinggal sendiri di unit apartemen mamanya. Padahal aku dan Papa sangat khawatir.

"Dia nekat, Papa. Bagaimana kalau dia melakukan hal-hal yang nggak kita inginkan? Kondisi mental Biru sekarang lagi nggak baik-baik aja." Aku pernah memprotesnya sekali waktu.

Papa malah berkata, "Papa akan menjaga Biru. Tenanglah. Percaya padanya."

Entahlah. Aku percaya pada Papa, tetapi tidak yakin pada Biru. Dahulu saja dia memilih berenang karena nekat mengikuti kemauan papanya. Lalu, sekarang dengan kondisi mental yang tertekan, Biru bisa saja melakukan hal yang lebih gila.

Menjadi pusat perhatian banyak orang karena kasus buruk tidaklah menarik. Melelahkan dan menyedihkan. Setidaknya aku pernah merasakan hal itu.

Untuk memastikan Biru masih bertahan, aku meraih ponsel dan segera menekan kontaknya untuk membuat panggilan. Iya, panggilan itu memang terhubung, tetapi tidak terjawab. Lebih dari lima kali aku mencoba menghubunginya, tetapi tetap tidak ada jawaban.

"Biru ...." Lagi-lagi aku bergumam.

Kedua mataku terpejam erat seiring dengan ingatan beberapa bulan lalu. Saat semua kekacauan ini dimulai. Saat semuanya ... berantakan.

Hari itu, hari di mana aku dan Biru serta peserta O2SN cabor—cabang olahraga—renang telah berkumpul untuk pertandingan selanjutnya. Pertandingan yang akan segera digelar. Aku dan Biru kembali ke asrama bersama sebab kami kebetulan menempati kamar yang sama pula.

Begitulah aku dan Biru. Seperti tidak terpisahkan.

"Ry, minum dulu?" Biru menyodorkan sebotol air mineral tanggung padaku.

MELODIARY✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang