17. Melodi: Lakukan Atau Jadi Pengecut

47 8 0
                                    

"Perubahan itu sulit pada awalnya, berantakan di tengah-tengahnya, dan indah pada akhirnya."

Avatar: The Legend of Aang — Iroh

Menghindar tanpa menjelaskan adalah satu kebiasaan baru yang mulai tumbuh dalam diriku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menghindar tanpa menjelaskan adalah satu kebiasaan baru yang mulai tumbuh dalam diriku. Aku berpikir bahwa tindakan ini cukup benar. Untuk apa aku menjelaskan kepada Ary? Kurasa tidak perlu. Ary mungkin marah, tetapi baiknya aku tidak memedulikan sikapnya.

Itu pikiran konyol yang hadir dua hari lalu sejak aku dan Ary bertemu dan berdebat kecil di kolam renang sekolah. Setelah dua hari, aku baru memikirkannya. Padahal Ary berhak tahu tentang tab dan stylush pen yang rusak akibat tindakan Ibu yang melampiaskan kemarahannya. Bukan hanya itu, orang-orang di klub digital art, termasuk Mas Arun, pasti butuh penjelasan.

Lalu, apa yang kulakukan sekarang? Kabur dan tidak mau menghadapinya. Ketakutan membayangi diriku terus menerus. Seharian kadang aku merasa gelisah dan bersalah. Meski aku bersikap cuek, Ary menyapa dan mengajakku berbicara. Sayang sekali, sisi egoisku berteriak untuk tidak meladeninya. Ary benar-benar mengabaikan permintaanku waktu itu. Untuk berhenti berbicara denganku.

"Mel?" sapa Bapak saat aku duduk termenung di beranda luar rumah.

Hari ini akhir pekan, seharusnya aku ada kegiatan di klub digital art. Sayangnya, aku belum berani mengabari Mas Arun. Walaupun lelaki itu terus menghujani ponselku dengan pesan.

"Bapak? Gimana? Apa berjalan lancar?" tanyaku dengan antusias turun dari beranda dan menghampirinya.

"Aman, Mel. Ide temanmu bagus juga. Bapak jadi ingin mengucapkan terima kasih secara langsung." Lalu tawa Bapak terdengar sesaat. Ia mengacak-acak rambutku selama sekian detik. "Imel mana? Ini Bapak bawakan camilan buat kalian. Hari ini alhamdulillah banyak yang ngasih tip, Mel."

"Ada di dalam. Sebentar, kupanggil dulu."

Lantas aku bergegas masuk. Baru tiba di depan pintu kamar, langkahku tertahan. Suara Imel kecil dan Ibu terdengar. Keduanya sejak tadi memang di dalam karena Imel biasanya membantu Ibu melipat pakaian, walau kadang hasilnya tidak pernah rapi. Imel selalu lebih dekat dengan Ibu dan selalu antusias bercerita. Seakan-akan tidak pernah ada pertengkaran antara Ibu dan Bapak atau tangisan siapa pun di rumah ini.

Isi pikiran anak kecil itu selalu membuatku penasaran. Namun, Imel sendiri tidak pernah mau membahas apa pun jika Ibu dan Bapak bertengkar. Ia lebih suka diam atau menangis, lalu berhenti dengan sendirinya. Bocah itu seakan-akan sudah terlatih untuk menenangkan diri.

"Nanti kalau Imel ulang tahun, Ibu belikan kue dan hadiah," kata Ibu di dalam sana.

"Benarkah? Seperti Kak Mel dulu, ya?" Lagi-lagi Imel menanggapi dengan antusias.

"Iya, tapi Ibu belikan kue yang tingkatnya ada dua. Hadiahnya Imel mau apa?"

Imel membalas, "Yey! Mau, Ibu. Mau kue. Imel mau hadiah ... apa saja, Imel suka. Imel mau kue yang kayak Kak Mel."

MELODIARY✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang