15. Melodi: Mati

46 11 0
                                    

"Belajarlah untuk menghargai hidupmu karena sayangnya, hidup itu bisa diambil darimu kapan saja."

Death Note - L (Lawliet)

Aku memang senang karena rutinitasku mulai agak sedikit berubah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku memang senang karena rutinitasku mulai agak sedikit berubah. Sejak Ary memberikan pinjaman berupa tab dan stylush pen demi mengasah bakat menggambar, kegiatan di klub Mas Arun juga berjalan lancar. Awal mula aku bergabung memang agak canggung, tetapi semua anggota di sana merangkul anggota lain dengan bersahabat.

Sekarang aku tidak sungkan bertanya jika butuh penjelasan. Pun Mas Arun dan yang lain tidak ragu-ragu untuk menjelaskan dengan sabar. Mereka mengoreksi, memberi masukan, dan memuji hasil gambarku. Bagaimana bisa aku tidak betah? Tentu saja betah karena mengobrol banyak hal bersama orang-orang yang memiliki hobi persis sepertiku.

Aku baru saja kembali dari pertemuan klub digital art. Hari sudah sangat sore di akhir pekan ini. Rumahku juga terlihat cukup sepi, padahal Ibu biasanya sibuk menunggu jika aku belum kunjung pulang. Namun, sejak pertengkaran kami beberapa waktu lalu, Ibu jadi banyak diam.

Sesuai saran Ary, malamnya aku meminta maaf pada Ibu. Beliau hanya mengangguk. Jawaban super singkat Ibu awalnya tidak mengusikku. Namun, makin ke sini, keadaan ini makin aneh. Ibu memang tidak memprotes lagi, tetapi sikapnya padaku kian dingin. Kami bahkan jarang bertegur sapa atau mengobrol lagi. Mengapa aku merasa jauh sekali dengan Ibu?

"Udah pulang, " sapa Bapak yang baru saja keluar sambil menenteng cangkir berisi kopi yang kepulan asapnya menguar. "Emangnya ada kegiatan di sekolah hari libur begini?"

"Ada, Pak." Aku hanya menjawab sekenanya dan duduk di samping Bapak sambil melepas sepatu. "Di mana Ibu?"

"Lagi bantuin Imel menggambar. Oh ya, Mel, Bapak merasa ada yang aneh. Ibumu jadi diam begitu. Kamu nggak berantem dengannya, 'kan?"

Biasanya Bapak yang selalu berdebat dengan Ibu. Namun, akhir-akhir ini karena Ibu sangat tenang dan mengejawantah jadi pendiam, mereka jadi jarang beradu teriakan. Bapak juga sepertinya mulai menghindari pertikaian. Jika Ibu memprotes, Bapak berusaha merendahkan suara dan meminta maaf. Itu satu kemajuan yang bagus dari Bapakku.

"Nggak, kok. Aku pikir, Bapak yang memberikan uang lebih untuknya, sampai-sampai dia jadi diam begitu," kataku.

"Beberapa hari lalu ada rezeki. Bapak langsung kasih ke ibumu. Kayaknya karena itu," jawab Bapak setuju. Pria dengan rambut yang mulai setengah memutih langsung mengangguk-angguk singkat.

Kebetulan aku sedang berbicara dengan Bapak. Tiba-tiba aku teringat saran dari Ary tentang jasa antar-jemput. Kapan lagi aku bisa bicara berdua dengan tenang bersama Bapak? Biasanya Bapak suka tidak betah di rumah. Ia lebih sering keluar rumah dan bertemu teman-temannya di gardu. Bercerita banyak hal sampai tengah malam. Hal itu semata dilakukannya untuk menghindari pertengkaran dengan Ibu. Tentu saja aku tahu, Bapak pernah jujur sekali waktu.

MELODIARY✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang