"Aku tidak peduli jika tidak ada orang yang menyukaiku. Aku tidak diciptakan di dunia ini untuk menghibur semua orang."
Hyouka — Oreki Houtarou
Ada yang aneh dari Melodi. Jelas-jelas aku menyadarinya. Bermula sejak beberapa hari lalu saat kami bepergian bersama. Terkesan lebih murung dan setiap kali diajak berbicara, Melodi selalu menghindar. Ia duduk di sampingku, tetapi tenang tanpa kegaduhan kecil. Bibirnya kembali tersumpal sesuatu yang tak kasatmata.
Berkali-kali aku berusaha mengajaknya mengobrol, tetapi hal yang sama selalu aku dapatkan. Diam. Melodi menganggap seakan-akan aku tidak ada. Padahal jelas-jelas aku terusik dengan sikapnya. Mungkinkah ada salah dengan sikap atau perkataanku? Padahal kami sebelumnya baik-baik saja. Kali terakhir kulihat Melodi bahkan tersenyum walau hanya sesaat.
Ada apa?
Meski aku bertanya-tanya, tidak ada jawaban yang jelas. Fokusku jadi terganggu saat jam pelajaran berlangsung. Melodi juga tidak meninggalkan buku diari lagi di perpustakaan, tidak pula makan sendirian di halaman belakang. Aku makin yakin jika ada hal besar yang terjadi dengan gadis itu.
Lamunanku tetang Melodi kemudian terhenti karena suara hal sepatu Bu Ning. Perempuan bertubuh gemuk itu tahu-tahu sudah ada di depan kelas. Aku baru menyadarinya karena sejak tadi hanya memandangi Melodi di sisi kiriku.
"Karena sebentar lagi akan masuk semester genap, Ibu akan mengacak ulang tempat duduk kalian seperti biasa," kata Bu Ning sesaat setelah menyapa kami.
Mataku membeliak kaget saat mendengarnya. Diacak? Itu berarti ... aku menoleh pada Melodi. Gadis itu tampak tidak bereaksi apa pun terhadap keputusan Bu Ning. Sejak beberapa jam lalu, Melodi hanya sibuk mencoret-coret kertas sambil menutup kepalanya dengan tudung jaket.
"Ibu akan mengocok nama-nama di kertas ini, lalu dua orang yang namanya keluar akan duduk berdampingan," kata Bu Ning, lagi.
Gawat! Bisa-bisa aku nggak punya kesempatan untuk duduk dengan Melodi lagi. Entahlah. Aku merasa tidak rela, padahal kami bukan akan pisah kelas. Kami masih di ruangan yang sama. Ingin sekali aku menegur Melodi, tetapi bibirnya masih terkunci dengan rapat.
Sampai akhirnya Bu Ning memulai untuk mengacak nama-nama siswa. Terdengar keluhan dari mereka-mereka yang tampak enggan beranjak dari tempat duduk semula. Nama-nama mulai berjatuhan, suara decitan kursi yang digeser mengganggu telinga, riuh kelas mulai menyapa. Hanya aku yang duduk setengah berharap di tempatku.
"Banyu Ashari ...." Bu Ning mulai menyebut namaku. Serta-merta mengarahkan sepasang matanya, tepat ke mejaku dan Melodi. "Pindah ke kursi baris dua dengan Egi Wijaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MELODIARY✅
Teen FictionBLURB: Andaikata momen itu tidak kita ciptakan, mungkinkah kita akan terselamatkan? -Ry, pada Melodiary, 2017. Ayah, Ibu, Adik. Melodi memiliki keluarga lengkap, tetapi dirinya cenderung kesepian. Demi meredam rasa sakit atas teriakan memuakkan, Me...