20. Ary: Pengakuan

42 9 0
                                    

"Hal yang paling menyedihkan dalam hidup adalah menyesali apa yang seharusnya bisa dilakukan."

Alchemy of Souls — Kwon Yul

Kata orang, hidup itu penuh dengan kejutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kata orang, hidup itu penuh dengan kejutan. Aku sendiri mempercayai kata-kata yang entah dicetuskan oleh siapa pun itu. Terlepas dari siapa pun yang pertama kali mengatakannya, aku tidak peduli. Namun, aku sepenuhnya setuju. Sebab, hidup memang selalu bisa menghadirkan kejutan tidak terduga bagi setiap manusia.

Akan ada hari-hari di mana kita terjatuh, bahagia, sedih, dan banyak hal lainnya. Di hari-hari berikutnya, entah apa yang akan kita jumpai. Entah kejutan apa yang akan datang menghampiri. Hanya satu hal yang kuketahui dengan pasti, bahwa sekeras apa pun kita berlari, hal itu tetap akan datang sendiri.

Sama seperti pagi ini, di akhir pekan yang membosankan. Sepanjang hari aku hanya menemani Kanaya yang sedang berenang di kolam renang rumah kami. Gadis itu tiba-tiba saja membangunkan aku tepat pukul setengah delapan dan memintaku mengawasinya saat berenang.

"Kamu nggak perlu memaksakan diri, Naya. Kalau memang nggak suka berenang, nggak usah. Papa juga nggak marah, 'kan?" komentarku saat Naya hanya berani menceburkan dirinya di tepian kolam.

"Siapa yang mau jadi atlet renang? Naya hanya ingin berenang bersama Kak Ary."

Berenang bersama? Sudah lama sekali kami tidak melakukannya. Dahulu saat aku dan Davi belum berjarak seperti sekarang, bahkan kami berenang bersama. Kanaya masih takut-takut dengan air. Sehingga ketika berenang, harus didampingi oleh Davi atau aku.

Akan tetapi, sekarang dia tumbuh jadi gadis kecil yang hendak melewati masa transisinya menuju remaja. Kanaya jarang mengajakku berenang bersama. Pagi ini justru berbeda. Dia tampak senang bermain-main dengan air. Membuatku mengingat masa kecil kami.

"Kak Ary, cobalah berenang lagi," katanya tiba-tiba.

Aku yang sedang mencelupkan kaki ke kolam langsung tidak bisa berkata apa pun. Tak usah diminta, aku pun sangat ingin mencoba kembali. Namun, untuk melompat dan menceburkan diri ke air, lalu berenang kembali, rasanya masih sangat sulit. Rasa nyeri pada bahuku akibat cedera selalu membayangi.

"Naya percaya Kak Ary nggak melakukan apa yang dituduhkan orang-orang. Kak Davi hanya merasa masih belum berdamai dengan ini semua. Dia hanya marah karena bukti tes doping itu. Percayalah, Kak Davi tidak membenci Kak Ary," imbuh Kanaya.

Sementara Kanaya terus berceloteh, aku menunduk lamat-lamat menatap air kolam yang beriak karena tubuh Kanaya. Davi tidak membenciku? Lantas mengapa sikapnya seakan-akan berkata sebaliknya?

"Papa dan Naya cuma mau kalian seperti dulu. Kak Ary harus tau, kalau papa sangat sedih melihat kalian bertengkar seperti waktu itu. Apa Kak Ary pernah melihat papa menangis sambil memeluk foto mendiang mama? Papa menangis dan merasa bersalah karena tidak bisa membuat kalian akur, tidak bisa menjaga kalian dengan baik."

MELODIARY✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang