2 - Weton

1.7K 207 14
                                    

'Kapan hari dan tanggal lahir kamu?'

Dari sekian lama dan sekian banyak sepak terjang gue di dating apps, sumpah demi apa, pertanyaan itu nggak pernah gue bayangkan di otak gue.

Namanya Panembahan Kresna. Setelah beberapa hari, akhirnya ada juga orang match yang lumayan cocok ngobrol sama gue. Yah, sekitar 1 dari 9 orang yang match lah. Dikit ya? Udah gue bilang, selain karena foto profil pilihan bos gue yang nggak menjual, muka gue emang dasar nggak laku-laku amat.

Meskipun kelihatan banget namanya orang jawa, kali ini gue langsung tanya nama belakangnya. Lu tau lah, gue punya pengalaman salah sangka sama nama depan orang yang gue kira orang jawa.

Nama belakangnya Hadiningrat. Fix ini gue nggak mungkin salah. Pasti orang jawa.

Agak antik memang namanya buat jaman sekarang. Sayangnya, dia kayak Pakdhe, media sosial dan jejak digitalnya bersih jadi nggak bisa di-stalk. Gue sempet curiga apa jangan-jangan dia keturunan keraton beneran, karena gelar 'hadiningrat'-nya. Atau bisa juga orangtuanya cuma sok edgy aja kasih nama jawa kuno begitu.

Tapi dari foto profilnya memang kelihatan jawa tulen. Fotonya rapi, pakai beskap hitam lengkap dengan keris di belakang. Memang nggak secakep Pakdhe, tapi dia tipikal mas-mas jawa yang item manis dan kelihatan sopan. Apa ya, nggak ganteng banget tapi ada manis-manisnya.

Wajahnya kecil buat ukuran cowok
Alisnya tebal tapi nggak setajam bos gue, matanya lumayan belo, hidungnya mancung tapi pas-pasan, bibirnya agak tebal dengan kumis tipis, dan rahangnya kotak. Ada lesung mungil di pipinya kalau dia senyum. Cukup gumush lah pokoknya, kalau kata anak jaman sekarang (gue kan anak jaman kerajaan majapahit).

Tapi pertanyaan tadi bikin gue mengerutkan alis. Beneran bingung. Kalau nanya tanggal lahir gue paham, tapi hari? Ngapain dia nanya hari?

"Weton, cuk." Eve menanggapi waktu gue cerita ke dia. "Kon nggak tau weton tah?"

Gue menggeleng sambil menyantap subway yang baru kami beli. "Pernah denger tapi nggak tahu banget."

Eve meneguk lemon tea-nya. "Iku koyok primbon lah, kon tau primbon?"

Gue menggeleng lagi.

"Cok, ngertine opo!" gumam gadis itu kesal. "Zodiak, zodiak. Koyok zodiak lah. Kan kalo zodiak juga ada cocok-cocokan, misale Aries nggak cocok sama Libra, gitu."

"Oooh ... Itu buat ngitung jodoh?"

"Buat macem-macem. Tapi aku gak tau persis ya, soale setauku itu kebanyakan orang jawa tengah yang ngitung gituan."

"Lu nggak tau? Kan sama-sama jawa?"

"Gak. Aku jawa timur, cuk." Eve mengunyah subway gigitan terakhirnya. "Trus aku kan cino. Aku percoyo feng shui."

Gue menghela nafas. "Ini gue jawab aja?"

"Yo jawab ae. Emang lapo?"

"Kalo nggak cocok gimana?"

Gadis itu menenggak lagi minumannya sejenak. "Yo tinggalen. Lagian lapo jaman sekarang percoyo weton. Wes coba sek ae. Namanya juga usaha."

Gue berpikir sebentar. Gue agak ragu sebenernya, soalnya data diri itu personal banget. Masalahnya gue juga nggak tahu cara ngitung weton. Kalau misalnya data diri gue bukan buat ngitung weton, tapi buat KPR, kan serem bu.

"Apa gue kasih tahu Pakdhe, ya?"

Eve hampir memuncratkan air minumnya. "Kasih tau opo? Soal ini?"

Gue mengangguk. "Biar aman aja."

Tasha! (A Sequel of Pakdhe!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang