Sebuah ruangan nampak gelap. Seseorang yang nampak berantakan duduk di sofa dan telah berulangkali menuang wine kedalam gelas tingginya. Tangannya bergerak mengambil botol keduanya, namun saat dituang tak setetes pun cairan memabukkan itu yang mengalir dari sana. Botol malang itu berakhir mengenaskan berhamburan di atas lantai. Belum puas ia kembali meraih gelas minumnya dan membantingnya. Sosok itu berteriak kesal, rambutnya pun tak luput juga menjadi pelampiasan kekesalannya.
Mark mengamuk pada dirinya sendiri. Rambutnya yang biasa tertata rapi kini nampak kusut berantakan. Jas yang sudah tertanggal dari tubuhnya sejak memasuki apartement mewah itu tergeletak mengenaskan disamping sofa. Dasi yang biasa bertengger di lehernya sudah entah kemana.
"Sial Haechan!!!" Umpatnya. Giginya bergeretak menahan emosi yang sudah diujung kepalanya.
"Apa benar yang dia katakan?!! Ia kembali mengacak surainya.
"Jadi alasan dia berhenti tiba-tiba karena ini? Kenapa dia tidak mengatakan padaku dari dulu dan memilih pergi?"
Mark merasa semakin bingung. Pertemuan mendadaknya dengan Haechan bukan ia yang merecanakan. Bahkan ia hampir lupa akan sosok Haechan yang pernah ada dihidupnya. 10 tahun bukan waktu yang singkat. Dan seorang Haechan juga dirasanya tak sespesial itu untuk diingat oleh Mark Jung direktur muda yang super sibuk. Walau tak dipungkiri oleh Mark kepergian Haechan sempat mengacaukan hidupnya. Semua urusan kebutuhan pribadinya dulu dihandle oleh Haechan, dan saat orang itu pergi Mark harus mencari assisten lain yang sangat disayangkan pekerjaannya tidak sebaik Haechan.
Dan kalimat yang diucapkan Haechan sore tadi berhasil membuatnya kacau. "Benarkah yang dikatakan Haechan tadi? Apa benar dia anakku?"
Ingatan Mark melayang kembali ke masalalu, dimana ia melakukan hal tidak pantas yang ia sebut sebagai bagian dari pekerjaan.
Pria berusia 30an itu mengusap wajahnya kasar. Tak lama senyum sinisnya muncul lalu terkekeh pelan. "Atau Haechan hanya berniat memanfaatkanku karena kau pernah mencampakkanya?"
'Mencampakkan?' Kalimat yang sangat tepat untuk menggambarkan Mark Jung dimasalalu. Meniduri assistennya sendiri dalam keadaan mabuk dan tanpa persetujuan dari pihak korban. Tidak meminta maaf atas apa yang ia lakukan justru melanjutkannya dengan dalih pekerjaan tambahan. Bejat? Bisa dibilang begitu.
Pintu apartement terbuka. Sosok paruhbaya masuk lalu menyalakan lampu utama. Belum sampai alas kakinya terlepas ia terkejut ketika disajikan pemandangan ruangan yang sudah seperti kapal pecah.
"MARK!! ADA APA INI?!" teriak sosok itu. Jung Taeyong, ibu dari Mark.
Mark berdiri spontan nyaris terhuyung mengingat ia baru saja minum cukup banyak. "Bubu? Tumben sekali kesini?" Mark meraih jas mengenaskan miliknya, ia lipat dan ia simpan disudut sofa.
"Kenapa tidak telfon dulu?" Mark mendekati sosok ibunya itu, lalu mengambil alih paperbag yang dibawa sang ibu.
"Bubu rindu. Kamu sudah lama tidak pulang ke rumah utama?" Taeyong mendudukkan dirinya di sofa. Dahinya mengernyit melihat pemandangan mengerikan dihadapannya. "Kenapa sayang? Apa kau ada masalah hingga harus menghancurkan rumahmu?"
Mark kembali dari dapur dengan sapu dan pengki yang sudah ada di kedua tangannya. "Tidak bu. Hanya masalah kecil." Mark tersenyum.
"Benarkah? Bubu khawatir."
"Iya, bubu tenang saja. Sebentar aku bereskan dulu." Mark meringis diam-diam. Saat kewarasannya sudah kembali ia sadar kalau rumahnya sekacau ini. Pantas saja ibunya sampai berteriak begitu keras saat datang tadi.
"Oh iya! Tadi bubu ketemu Haechan."
Mark memejamkan matanya. Nama itu lagi. "Benarkah? Dimana?"
"Di Supermarket. Bubu hanya melihatnya dari jauh tidak menyapanya. Saat mau bubu dekati dia sudah tidak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
KEKASIH TUAN MARK (Markhyuck x Chenle)
Romance"Hubungan diantara kita hanya sebatas pekerjaan. Jadi jangan berharap lebih dari itu." ~Markhyuck~