Haechan menggandeng Chenle memasuki sebuah gedung rumah sakit. Hari ini jadwal kontrol Chenle pasca perawatan yang diterimanya sebelumnya. Meski harus bertemu dengan orang yang berhubungan dengan Mark, Haechan akan mengabaikannya. Yang terpenting baginya sekarang adalah 100% kesembuhan Chenle.Ia datang cukup siang, menjelang sore lebih tepatnya. Karena arloji yang ia gunakan meunjukkan pukul setengah 2 siang. Haechan harus datang ke tempat kerjanya dulu untuk izin pulang cepat.
"Chenle sudah siap bertemu dokter?" Tanya Haechan begitu sampai di depan sebuah ruangan.
Chenle membuka masker yang sedari tadi ia kenakan. "Sudah pa."
"Kalau dokter bertanya, katakan saja apa yang Chenle rasakan. Oke?"
"Oke papa."
Haechan mengetuk pintu dihadapannya lalu mendorongnya pelan.
"Permisi." Ucapnya.
"Iya silahkan masuk." Seorang berjas putih yang tak lain adalah Jeno menurunkan kacamata yang iya gunakan. Kemudian tersenyum.
"Halo Chenle! Bagaimana kabarmu?"
"Baik." Jawab anak berusia 10 tahun itu.
"Oke, dokter periksa dulu."
Jeno menuntun Chenle untuk berbaring di ranjang pasien yang terdapat di ruangannya. Chenle merasakan sebuah benda dingin menempel di bagian dada lalu pindah ke arah perutnya. Dokter itu juga meminta untuk menarik nafas beberapa kali.
"Apa masih ada bagian tubuh lain yang sakit?"
"Tidak ada." Jeno meringis mendengar jawaban Chenle yang cukup singkat sedari tadi.
"Baiklah."
Jeno melepas stetoskopnya kemudian menggantungnya lagi di leher. Menggendong anak yang notabennya adalah keponakannya untuk turun.
Jeno membungkukkan badannya menyamai tinggi Chenle.
"Chenle boleh keluar dulu, ada yang harus dokter bicarakan dengan papamu."
Chenle menatap Haechan. Mata polosnya menangkap anggukan dari sang papa. Ia menghela pasrah.
"Tidak apa-apa. Chenle keluar dulu ya? Tunggu papa diluar, jangan kemana-mana."
Haechan mengelus pelan surai sang putra. Ia tak ingin Chenle mendengar obrolannya dengan Jeno.
"Iya pa." Chenle berjalan keluar ruangan. Anak manis itu tidak berani membantah papanya.
Jeno tersenyum. "Ternyata waktu sudah berlalu begitu lama ya, Haechan."
Ingatannya kembali kebelasan tahun yang lalu. Saat Haechan masih tinggal di rumah mereka. Walau sifatnya tak sedingin Mark, tapi jujur dahulu Jeno juga tak begitu dekat dengan Haechan. Hanya sesekali menyapa, hampir tak pernah mengobrol bahkan basa-basi sekalipun.
"Tentu saja. Terakhir kali kita bertemu kau masih mahasiswa kedokteran. Dan sekarang kau sudah jadi dokter sungguhan Jeno."
Sosok tampan bernata sipit itu tersenyum. Ia juga mengingat yang itu. Pergi pagi pulang hampir tengah malam untuk mengejar gelar kedokterannya. Itu salah satu alasan juga yanh membuatnya tak begitu dekat dengan Haechan.
"Dan anakmu sudah sebesar itu. Manis sekali sepertimu."
"Terimakasih sudah mengobati anakku Jeno." Ucap Haechan tulus.
Dia tak tahu bagaimana nasib Chenle jika bukan karena Jeno yang membantunya untuk sembuh.
"Sudah jadi kewajibanku Haechan. Lagipula aku pamannya, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KEKASIH TUAN MARK (Markhyuck x Chenle)
Romance"Hubungan diantara kita hanya sebatas pekerjaan. Jadi jangan berharap lebih dari itu." ~Markhyuck~