Matahari tepat berada di atas kepala ketika Haechan membuka matanya. Keningnya mengernyit ketika pening mendera kepalanya. Matanya mengedar, dia berada di kamarnya sendirian. Haechan melirik jam dinding yang tergantung di kamarnya. Jarum jam menunjukkan pukul 12 lebih.
Bisa Haechan lihat cahaya terang dari luar jendela yang masih tertutup selapis tirai berwarna putih. Perlahan ia membawa tubuh lemahnya untuk bangkit. Haechan menyandarkan kepalanya pada 'headboard'. Sepertinya dia sudah terlalu lama berbaring, punggungnya terasa perih dan panas sekarang. Haechan berniat menyibak selimutnya, jika saja ia tak mendengar pintu kamarnya terbuka.
Atensi Haechan terkunci pada sosok yang melenggang masuk ke dalam kamarnya. Di tangan sosok itu terdapat sebuah nampan dengan sebuah mangkuk dan segelas air di atasnya. Siapa lagi kalau bukan Mark. Pria tampan itu nampak mematri senyum dibibirnya, mengabaikan tatapan penuh tanya Haechan.
"Sudah bangun?" Tanya Mark.
"Tuan Mark?" Gumam Haechan.
"Apa yang anda lakukan disini? Bukankah seharusnya anda di kantor?"
Mark tersenyum menanggapi pertanyaan Haechan. Ia meletakkan nampannya di atas meja nakas. Setelahnya tangan miliknya ia bawa ke dahi Haechan untuk memastikan jika pria manis itu sudah tidak mengalami demam. Mendapat perlakuan seperti itu refleks Haechan berjengit dan berniat bangkit dengan menyibak selimutnya.
Mark menahan bahu Haechan. Membuat sosok manis di hadapannya itu mengurungkan niatnya.
"Jangan bangkit dulu, nanti kepalamu pusing. Kuambilkan minum sebentar."
Mark meraih gelas di atas nampan yang tadi dia bawa. Ia berniat membantu Haechan minum. Namun sayangnya Haechan membuang mukanya begitu bibir gelas di tangan Mark berada di depan bibir Haechan. Pria tampan itu menghela nafas sebelum akhirnya meraih tangan Haechan untuk menggenggam gelas berisi air itu sendiri.
Haechan menarik kembali pandangannya pada Mark. Sungguh dia tidak nyaman dengan perlakuan Mark yang seperti ini. Dia tidak ingin meluluhkan hatinya.
"Tidak perlu seperti ini." Ucap Haechan.
Hening.
Tak ada jawaban dari Mark. Bahkan hingga Haechan selesai meneguk air pun Mark mengambil gelas di tangannya dalam diam. Manik mata Haechan terus mengawasi gerak-gerik sosok di hadapannya. Bersikap waspada bukan suatu hal yang berlebihan kan?
Mark mengambil mangkuk bubur yang dia bawa. Sengaja dia meminta maid untuk membuatkan bubur khusus untuk Haechan. Dari apa yang Mark dengar dari Chenle, bisa ia simpulkan kalau Haechan belum makan apapun sejak kemarin tiba di rumah.
Mark menaruh mangkuk itu dipangkuan Haechan. Sebenarnya dia ingin menyuapinya, tapi sudah bisa dipastikan jika perlakuannya itu akan ditolak mentah-mentah. Melihat respon Haechan sebelumnya, Mark sudah bisa menyimpulkan. Jika kehadirannya saat ini memang tak diinginkan.
"Makanlah dulu. Dari kemarin kau belum makan apapun." Ucap Mark.
Haechan mulai menyuapkan bubur itu ke dalam mulutnya. Bukan karena dia merasa lapar, hanya ingin semuanya berakhir lebih cepat. Agar Mark juga tidak memiliki alasan untuk berlama-lama disana. Namun tatapan itu sungguh mengganggu keteguhan hati Haechan. Goyah? Haechan tak ingin memaafkan Mark semudah itu.
"Anda pergi saja."
Haechan tak ingin berbasa-basi. Menunggu hingga mangkuk bubur itu habis setengahnya, tak ada tanda-tanda dari Mark ingin meninggalkan tempat duduknya.
"Aku akan menunggumu selesai makan."
Tatapan Mark tak bergeser sedikitpun dari Haechan yang kini telah menghentikan acara makannya karena ucapannya barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEKASIH TUAN MARK (Markhyuck x Chenle)
Romance"Hubungan diantara kita hanya sebatas pekerjaan. Jadi jangan berharap lebih dari itu." ~Markhyuck~