5.

2.7K 180 7
                                    

Hari itu tiba. Haechan benar-benar mengambil cuti selama 3 hari. Pagi sekali ia sudah mengepak bajunya dan baju Chenle, dalam tas terpisah. Untuk 3 hari kedepan Chenle kebetulan juga libur sekolah, jadi Haechan tak begitu mengkhawatirkannya. Ia mengambil dompet kecil milik anaknya, menyelipkan beberapa lembar uang disana. Berjaga-jaga siapa tahu Chenle ingin membeli sesuatu.

Tas gendong berwarna coklat sudah menggantung dipunggung Chenle. Haechan meraih bola basket milik putranya sebelum menutup pintu dan pergi ke toko eskrim milik Minjeong.

"Papa harus pergi lagi ya?" tanya Chenle selama perjalanan menuju tempat Minjeong.

Mereka hanya berjalan kaki. Hanya 15 menit dari flat yang disewa Haechan, jadi tak perlu menggunakan kendaraan umum.

"Iya, Bos papa minta ditemani keluar kota untuk mengurus bisnisnya." Jawab Haechan. Dan selalu alasan itu yang ia gunakan untuk meyakinkan Chenle setiap tahunnya.

"Kenapa tidak paman Jaemin atau paman Renjun saja yang menemani. Setiap tahun selalu saja papa." Chenle merengut kesal.

"Papa kan bekerja. Papa bekerja juga untuk menyenangkan Chenle."

"Iya juga sih."

"Terimakasih ya Chenle sudah mau mengerti pekerjaan papa. Nanti saat pulang, Papa janji akan ajak Chenle ke taman bermain."

"Benar ya? Papa tidak boleh bohong lagi." Chenle menyodorkan jari kelingkingnya.

Haechan tersenyum, ia menautkan jari kelingkingnya pada milik Chenle. "Janji."

Dari kejauhan nampak Minjeong sudah berdiri di depan tokonya yang cukup ramai. Chenle melambaikan tangannya.

"Mau langsung berangkat Haechan?" Minjeong menarik Chenle untuk berdiri di depannya.

"Iya, aku langsung berangkat saja." jawab Haechan.
Haechan bersimpuh menyamai tinggi sang anak. "Chenle.. Papa pergi dulu ya."

Sesaat setelah Haechan mengucapkan kalimat pamitannya dua sudut bibir Chenle mengendur. Moodnya tiba-tiba turun begitu saja mengingat ia tak akan bertemu papanya selama beberapa hari kedepan.

"Iya papa. Cepat pulang ya, jangan lama-lama pergi kerjanya."

Haechan mengelus surai milik anaknya dengan lembut. "Iya sayang. Papa pulang 2 hari lagi."

"Huaaa.. Papa.." Chenle terisak keras sambil memeluk tubuh sang papa. Haechan tertawa melihat perubahan sikap Chenle yang begitu cepat.

"Ingat pesan papa ya. Dan dengarkan apa kata bibi Minjeong. Jangan merepotkannya ya, Chenle sudah besar pasti mengerti."

Chenle mengusap air mata beserta ingusnya. "Oke papa. Hati-hati ya."

"Papa berangkat ya sayang."

Haechan melambaikan tangannya. Ia berjalan cepat menuju bis yang kebetulan berhenti di halte seberang. Chenle masih disana sampai Papanya benar-benar menghilang bersama bis itu.


.
.
.
.
.
.


Matahari tak seterik beberapa jam yang lalu. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Chenle terduduk di kursi yang ada di luar toko eskrim milik Minjeong. Ia bingung harus melakukan apa saat papanya tidak ada.

"Chenle, ayo masuk. Kamu tidak mau makan eskrim lagi?" Minjeong muncul dari dalam toko menghampiri Chenle.

"Aku mau main basket di taman saja bi. Papa membawaka bola basketku."

Toko es krim Minjeong memang terletak dekat dengan taman Sungai Han. Taman kota itu memiliki lapangan basket kecil yang biasa digunakan anak-anak kecil disana untuk bermain.

KEKASIH TUAN MARK (Markhyuck x Chenle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang