6.

2.9K 202 5
                                    

Haechan menapakkan kakinya di halte setelah turun dari bus yang ia tumpangi dari stasiun. Untuk pertama kalinya kembali memijakkan kakinya di tempat itu setelah satu tahun lamanya. Kampung halaman Haechan. Tempat kedua orangtuanya tinggal juga tempat ia dibesarkan.

Sudah lama sekali kota itu terasa asing. Haechan tersenyum sepanjang jalan memikirkannya. Melewati beberapa tempat berisi kenangan masa kecilnya membuat sudut bibirnya enggan mengendur. Apalagi tetangga rumahnya dulu yang terus menyapa sejak kedatangannya.

Haechan memasuki halaman sebuah rumah. Nampak bersih sekali mengingat ibunya adalah orang yang rajin dan menyukai kebersihan. Pintu rumah itu tertutup rapat. Jemari Haechan menekan beberapa angka kode kunci rumah itu, jadi ia tak perlu bersusah payah mengetuk.

"Haechan pulang.."

Tak ada jawaban. Kondisi rumah cukup sepi dan gelap. "Mae.. Ayah.."

Pintu sebuah ruangan di dekat pintu utama terbuka. Itu ruangan kerja ayahnya, dan benar saja Johnny keluar darisana.

"Sayang.." Johnny menghambur ke pelukan anak semata wayangnya itu. Agak terkejut karena Haechan pulang tanpa mengabarinya terlebih dahulu. "Ayo masuk. Kenapa tidak telpon dulu? Biar ayah jemput di stasiun."

"Surprise." Haechan merentangkan tangannya lalu tergelak. "Aku juga tidak ingin merepotkan ayah."

Haechan mengedarkan pandangannya mencari seseorang. "Mae dimana ayah?"

"Pergi ke supermarket. Sebentar ayah telpon Mae mu..."

Belum sempat Johnny menekan tombol di telepon rumahnya, pintu depan terbuka. Menampilkan sang istri yang tengah membawa beberapa kantong belanjaan.

"Mae!"

"CHANIE!!!" Chitta membuang kantong belanjanya begitu saja lalu memeluk erat tubuh sang anak yang sudah lama ia rindukan.

"Haechan pulang mae.."

"Ahh... rindunya Mae pada beruang kecil ini."

Haechan terkekeh. Dari kecil ibunya senang sekali menyamakannya dengan beruang. Bahkan hingga ia sudah dewasa julukan itu masih tersemat padanya.
Johnny tersenyum melihat anak dan istrinya. Tangannya bergerak mengambil kantong kresek beserta isi belanjanya yang berserakan.

"Loh.. Baru saja mau kutelpon, ternyata sudah pulang."

Johnny meringis karena diabaikan. Hal biasa yang ia dapatkan jika Haechan sedang pulang.

"Bagaimana kabarmu sayang? Kau lebih kurus dari sebelumnya." Chitta memandang Haechan dari atas ke bawah. Pipinya agak lebih tirus dari terakhir kali dia pulang.

"Baik Mae. Haechan diet sedikit. Jadi kelihatan lebih kurus."

Johnny merangkul bahu Haechan. " Biarkan Chanie istirahat dulu sayang."

Jika tidak dipisahkan sekarang maka mereka akan terus mengobrol di depan pintu sambil berdiri sampai malam.

"Ooo iya.." Chitta meringis. "Ayo sayang. Feeling mae memang bagus, kebetulan mae masak makanan favoritmu hari ini."

Chitta menggandeng tangan Haechan menuju dapur. Sedang tas bawaan Haechan ia lempar begitu saja ke sang suami yang kembali menghela napas karena diabaikan.

Haechan tersenyum.

"Iya mae."

Ibunya selalu begitu, menomorduakan ayahnya.



.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.



Suasana taman kota cukup ramai mengingat hari ini adalah hari libur. Hampir 10 persen populasi penduduk di kota itu menghabiskan waktu paginya disana. Selain karena libur mereka juga memanfaatkannya untuk menyerap vitamin D dari sang mentari.

KEKASIH TUAN MARK (Markhyuck x Chenle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang