15.

1.9K 133 7
                                    

Ruangan kecil rumah sakit itu nampak ramai meski hanya diisi oleh dua orang. Chenle sedari tadi terus terkikik melihat beberapa video lucu yang diperlihatkan Mark. Tak jarang juga keduanya tertawa bersama sembari memukul ranjang rawat tempat Chenle berbaring. Mark mengusap air matanya yang jatuh akibat terlalu banyak tertawa. Begitu pun Chenle.

"Selera humormu receh sekali." Ledek Mark.

"Paman juga!" Balas Chenle.

Mark menggeser video di ponselnya. Mengundang lagi gelak tawa diantara mereka.

"HAHAHA!!!"

Tawa keduanya menggema memenuhi ruangan hingga ke balik pintu dimana sosok lain berada disana. Haechan terdiam menatap sendu interaksi Mark dan Chenle dari balik kaca yang ada dipintu. Ia tertegun melihat bagaimana tawa Chenle bisa selepas itu bersama Mark. Chenle anak yang ceria, tapi belum pernah sekalipun Haechan melihatnya sebahagia itu.

Haechan menghela nafas, hendak berbalik pergi jika saja tidak ada Jeno yang entah sejak kapan berada di sampingnya.

Jeno tersenyum menampilkan eyesmile andalannya.

"Mereka punya selera humor yang sama."

Haechan kembali menatap ke dalam ruangan.

"Aku belum pernah melihatnya tertawa selepas itu selama 10 tahun usianya."

"Naluri keibuanmu terlalu kuat. Sampai tidak sadar kau mengenggenggam Chenle terlalu erat."

Jeno bisa merasakannya. Hati Haechan yang begitu keras mulai melunak melihat kebersamaan Mark dan Chenle.

"Begitu ya. Kukira sebagai ibu aku sudah melindunginya, tapi ternyata semua yang kulakukan justru menyakitinya." Haechan tersenyum miris.

"Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk melindungi sesuatu yang dianggap berharga. Kaupun begitu Haechan, mungkin jika menjadi dirimu, aku akan melakukan hal yang sama."

Haechan menunduk, bahunya merosot. Jeno menepuk pelan punggung Haechan. Jeno dan Haechan berada diusia yang sama. Si bungsu Jung itu tidak bisa membayangkan bagaimana sulitnya kehidupan Haechan selama ini. Tapi satu hal yang dia tahu, Haechan butuh seseorang untuk bersandar.

Saat Chenle drop kemarin Haechan terlihat kehilangan pegangannya. Begitu Mark datang, Haechan bisa menangis menumpahkan isi hatinya. Sebuah rumah saja tidak bisa berdiri hanya dengan satu tiang, apalagi Haechan. Sekeras apapun dia, Haechan tidak akan bisa terus berdiri dengan kakinya sendiri. Dia membutuhkan orang lain untuk sandarannya saat lelah. Dan orang itu Mark, ayah biologis Chenle.

"Masuklah, Chenle mencarimu sejak pagi." Ucap Jeno.

Memang benar, bukan bualan Jeno semata. Terakhir kali Haechan memasuki ruangan rawat Chenle adalah kemarin. Hingga matahari berada di atas kepala saat ini, Haechan belum kesana lagi. Dia benar-benar memberikan ruang untuk Mark menjaga Chenle. Memangnya tidak bisa ya Mark dan Haechan menjaganya bersamaan? Bisa, jawabannya bisa. Hanya saja Haechan tidak ingin. Ia tidak ingin berada di dekat Mark yang selama ini selalu dihindarinya.

Haechan menghela nafas sebelum masuk ruangan Chenle. Ia mencoba mengatur ekspresinya agar terlihat baik-baik saja di depan Chenle.


"Chenle..." panggil Haechan lirih.

Saking asiknya, dua orang dalam ruangan itu tidak menyadari jika Haechan sudah berada di dalam. Haechan melipat tangannya di depan dada.

"Haechan?"

Mark yang pertama menyadari panggilan Haechan. Lalu disusul Chenle yang mengikuti arah pandang Mark.

"Papa.."

KEKASIH TUAN MARK (Markhyuck x Chenle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang