#JUARA I "BEST PROMOTION" MAC - PROSPEC MEDIA, 2024
"Ze, kalau aku suka sama kamu, gimana?"
Niatnya mau nembak gebetan, tetapi malah dapat balasan surat undangan. Empat tahun memendam cinta pada sahabat sendiri, ternyata kisah asmara Cahaya Januari...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kadang celah sekecil apa pun dalam sebuah hubungan akan menjadi masalah besar jika diabaikan."
***
KARENA CACA BILANG 'terserah', Adit tak akan melewatkan kesempatan itu untuk melakukan aksi pendekatan. Jadi, setelah menunaikan salat Zuhur, mereka pergi ke Bandung Indah Plaza dan jalan-jalan di sana.
Pertama-tama, Caca dan Adit pergi ke beberapa toko baju dengan canggung. Namun, sampai di sana, Caca malah kebingungan karena merasa semua baju di sanna sama saja. Akhirnya, dia menelepon Vera dan melakukan video call.
"Aku yang bayar," tahan Adit begitu Caca akan melunasi belanjaannya-total ada empat totebag.
"Eh?" Caca berkedip dua kali, menatap Adit dengan canggung.
"Aku yang baya, calon istriku sayang," ulang Adit yang sukses membuat dua kasir di depannya ikut salah tingkah.
Caca? Sudah jelas dia mau menenyembunyikan wajahnya di antara gantungan-gantungan pakaian.
Berbeda dengannya, Adit malah terlihat santai menyerahkan credit card. Dia juga mengambil keempat totebag dari tangan Caca, menyatukannya di tangan kiri. "Ayo, sini!" pintanya yang bikin wanita tomboi itu kebingungan. "Tangan kamu, Sayang-"
"Duh!" sela Caca refleks sambil menutup muka.
"Kenapa?" Adit menatapnya intens.
"Kok sayang sih?" Demi apa pun, Caca sudah tak bisa menunjukkan mukanya lagi karena sudah pasti semerah tomat. "Maluuu."
Adit lalu melirik dua kasir di depannya yang tampak berusaha menahan senyum. "Calon istri saya, Mbak," dia malah sengaja pamer, "tapi malu-malu."
Kedua wanita itu hanya tersenyum canggung. Untung belum ada pelanggan lain sehingga mereka bisa berinteraksi sejenak.
"Udah, ayok!" Tanpa izin, Adit menggandeng tangan Caca dan melangkah santai dari sana. Tentu dengan Caca yang masih menutupi mukanya.
Selesai dari toko baju, mereka mampir ke kafe dulu dan isi perut dengan camilan ringan di sana. Lagi-lagi Caca dibuat mati kutu karena beberapa kali Adit sengaja menguncinya dalam tatapan intens.
Bagi Adit, ketika Caca salah tingkah justru terlihat makin menggemaskan. Dia mengabaikan saran Sam yang bilang kalau untuk tahap pendekatan, wanita itu tak suka mode barbar dan harus secara bertahap. Namun, Caca ini kan calon istrinya, jadi dia pakai caranya saja, tidak perlu teori-teori segala macam.
"Kok, Kakak nekat lamar aku?" Tadinya Caca mau mengalihkan suasana canggung ini dan membuat Adit berhenti menatapnya. Namun, sepertinya dia salah pilih topik.
"Kamu mikir aksiku nekat?" Adit malah balas bertanya.
Caca mengangguk patah-patah.
"Entah, saat melihat kamu di panggung, aku gak bisa ngendaliin diri, kedua kakiku melangkah begitu saja untuk menghampirimu," jawab Adit serius, bahkan sambil membayangkan momen pertemuan mereka di panggung. "Tapi mungkin gara-gara pertemuan pertama kita juga yang bikin aku sedikit yakin atas keputusan impulsif itu."