Suasana makan malam begitu hening, tidak ada percakapan diantara mereka.
"Aku sudah selesai". Kata Jinjin sembari menjauhkan piringnya lebih kedepan.
Seokjin dan kookie menoleh pada Jinjin bersamaan.
"Mama ambilkan susu dulu". Kata kookie.
"Tidak Mama, biar Jinjin saja, Jinjin sudah besar". Kata Jinjin lalu turun untuk menuju kedapur.
"Kenapa dengan Jinjin"? Tanya kookie pada suaminya.
"Maksudnya"? Tanya Seokjin tak mengerti.
"Jinjin bersikap dingin denganku sedari pulang sekolah". Kata kookie sedih.
"Apa terjadi sesuatu padanya"? Tanya Seokjin.
"Aku tidak tau". Kata kookie.
"Mama, aku sudah minum susunya, aku mau kekamar dulu, selamat malam papa, mama". Kata Jinjin kemudian dia naik kelantai 2, kekamarnya.
Seokjin dan kookie saling pandang seolah bertanya 'kenapa'?
"Sepertinya ada sesuatu yang terjadi padanya". Kata Seokjin menerka.
"Bagaimana jika kita tanyakan saja pada gurunya". Usul kookie.
"Biar aku yang mengurusnya". Kata Seokjin.
Kookie hanya mengangguk saja dan menatap lantai 2 tempat kamar putranya.
"Aku harap tidak terjadi sesuatu". Gumam kookie.
"Kau jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja". Kata Seokjin yang mendengar gumaman kookie.
"Semoga saja". Kata kookie.
*******
"Tuan kecil, selamat belajar". Kata sang supir pribadi keluarga Kim.
"Terima kasih paman". Kata Jinjin dengan senyum manisnya.
"Ya sudah paman, aku mau masuk dulu". Kata Jinjin.
"Baik tuan kecil, hati-hati". Kata sang supir.
Jinjin berjalan ke sekolahan, sesampainya didepan kelas, Jinjin sedikit ragu untuk masuk.
"Apa aku harus masuk kekelas ya"? Monolognya.
Kaki kecil Jinjin masuk kedalam kelas, membuat semua anak-anak dikelas itu melihat kearahnya.
"Heyyy, lihat anak angkat kaya raya sudah datang".
"Iya, pasti diantar sama supirnya".
"Nanti kalau Tuan Kim sudah punya anak, pasti dia tidak disayang lagi hahaha, lalu dimarahi terus hahaha".
Jinjin yang mendengar itu hanya bisa diam saja tanpa berkomentar apapun.
"Lihatlah wajahnya, tidak pantas untuk jadi orang kaya, dasar anak pungut"!
Jinjin menahan air matanya agar tidak keluar, jika dia menangis maka dia akan semakin di ejek oleh teman-temannya.
Pelajaran akan dimulai, dan Jinjin sudah duduk dikursinya seorang diri. Semua temennya tidak mau dekat dengannya.
Sampai jam sekolah usai, Jinjin keluar lebih dulu takutnya sang supir sudah menunggunya.
"Heyy anak pungut! Sedang apa kau disana"?
"Lebih baik kau pulang berjalan kaki saja hahaha".
Jinjin hanya diam saja, sama seperti didalam kelas. Jinjin duduk disalah satu tempat duduk dan tak lama datang seorang wanita baya yang masih cantik bersama dengan sekelompok anak-anak yang seusianya.
"Lihatlah eomma, dia anak pungut tuan Kim".
Wanita yang dipanggil eomma itu melirik seorang anak laki-laki kecil yang sedang duduk.
"Anak pungut ya"? Kata wanita itu dengan sinis.
"SIAPA YANG KAU BILANG ANAK PUNGUT HAH"! Teriak seseorang yang tidak jauh dari mereka.
Semuanya menoleh pada seseorang yang membuat Jinjin membelalakkan kedua matanya.
"Papa". Gumam Jinjin.
Seokjin mendekati Jinjin dan seorang wanita baya yang masih terlihat cantik.
"Hey boy". Sapa Seokjin pada putranya, membuat Jinjin tersenyum senang.
"Kenapa bukan paman supir yang jemput Jinjin"? Tanyanya.
"Apa papa tidak boleh menjemput putra tampan papa ini"? Kata Seokjin sedikit merajuk.
"Boleh papa". Kata Jinjin dengan senyum manisnya.
Anak-anak dan wanita baya yang melihat keharmonisan papa dan anaknya itu merasa iri.
Seokjin menatap wanita baya dihadapannya dengan tatapan tajamnya.
"Apa yang kau katakan pada putraku"? Tanyanya dengan dingin, membuat anak-anak dan wanita itu takut.
"Ti-tidak ada". Elak wanita baya itu.
"Bohong! Aku tau semuanya, kalian telah membully putraku dengan sebutan anak pungut, iya kan"? Kata Seokjin.
"Ti-tidak Tuan". Elak wanita baya itu lagi.
Seokjin terus memojokkan wanita itu sehingga wanita itu berteriak untuk membela dirinya.
"Iya benar! Aku membullynya dan itu benar bukan? Dia, bukan anakmu, dia anak pungut yang kau jadikan anakmu kan". Kata wanita baya itu.
"Hah, dasar wanita tua tak tau malu". Cibir Seokjin.
"Yeobo, ayok kita pulang".
Suara seseorang membuat semuanya langsung menatapnya yang masih fokus dengan ponselnya.
"Yeob.....oh Tuan Kim? Anda disini, pasti ingin menjemput putra tampan ini kan". Katanya yang masih belum tau keadaan.
Seokjin hanya menatap pria yang berbicara padanya, kemudian dia mengambil ponselnya dari saku celananya dan mendial salah satu nomor yang ada di ponselnya
"Sekretaris Cha, batalkan kerja sama dengan UY Grup". Kata Seokjin, membuat pria yang ada di depannya terkejut dengan apa yang barusan ia dengar.
Seokjin memutuskan sambungannya dengan sekretaris Cha.
"Maaf Tuan Kim, kenapa anda memutuskan kerjasama dengan perusahaan UY Grup"? Tanya pria dengan bingung.
"Tanyakan saja pada istri dan anakmu itu". Kata Seokjin.
"Sayang, ayok kita pulang, mama dan adik Jinjin sudah menunggu kita dirumah". Lanjut Seokjin dan mendapat anggukan dari Jinjin.
Seokjin mengendong Jinjin dan membawanya kemobil. Setelah kepergian Seokjin, pria itu menatap wanita yang ada disampingnya.
"Ada apa"? Tanyanya dengan penasaran.
Wanita itu menatap suaminya dengan rasa takut.
"Katakan ada apa"? Tanyanya lagi.
"A-anakmu membully anak Tuan Kim dengan sebutan anak pungut lalu...lalu aku ikut juga". Katanya dengan suara kecil.
Pria itu menghela nafasnya dengan berat, dia sangat kesal dengan anak dan istrinya.
"Kenapa kau lakukan itu!? Apa kau tau!? Aku sudah lama berusaha untuk bekerja sama dengan perusahaannya dan sekarang....kau menghancurkannya dengan perlakuanmu itu, bahkan kerja sama itu baru saja dimulai"!!! Teriaknya lalu pergi dari hadapan sang istrinya.
Wanita itu menatap punggung suaminya yang pergi menjauh dan sangat marah padanya.
"Padahal hanya bilang anak pungut saja". Gerutunya.
Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang melaksanakannya.
Terima kasih...
Papaiii...