Seokjin sampai diloby kantornya dan langsung disambut dengan pertanyaan dari sekretaris Cha yang sudah menunggunya dari tadi.
"Tuan, kenapa kau terlambat? Apa ban mobilmu pecah? Apa terjadi sesuatu? Apa tuan tau, semua Kline sudah pergi, mereka akan kembali lagi besok". Kata sekretaris Cha yang terus berjalan menyeimbangi langkah Seokjin.
"Diamlah sekretaris Cha, aku sangat pusing saat ini". Kata Seokjin, kemudian dia duduk di kursinya.
"Memangnya ada apa tuan"? Tanya sekretaris Cha sedikit heran.
"Apa kau tau? Tadi malam istri saya minta mangga muda, setelah dapat...dia sudah tidur dan tadi....arrkkkk". Frustasi Seokjin.
"Kenapa tuan"?
"Apa kau Jinjin? Dia sudah tumbuh menjadi laki-laki yang tampan, bahkan melebihi ketampanan ku sekretaris Cha". Keluh Seokjin membuat sekretaris Cha terbengong tak percaya.
Seokjin menjadi tantrum didalam ruangannya, bahkan dia mengoceh-oceh tidak jelas.
"Tuan, tuan kecilkan anak tuan sendiri...masa tuan cemburu, ingat...tuan itu sudah tua". Kata sekretaris Cha menasehati.
"Apa kau bilang!? Aku sudah tua? Kau tidak lihat, aku masih terlihat seperti anak 20 tahunan". Kata Seokjin kesal.
"Tapi tuan, tuan kecil itu ketampanannya menuruni dari anda, apa anda tidak mau putra anda terlihat tampan"? Kata sekretaris Cha.
"Aku tau Cha, tapi Jinjin selalu saja bilang kalau dia lebih tampan dariku". Kata Seokjin.
Sekretaris Cha menjadi heran, karena baru kali ini dia melihat tuannya tantrum seperti anak kecil.
"Ekkmm tuan, apa nyonya kookie sedang mengandung"? Tanya sekretaris Cha, membuat perhatian Seokjin teralihkan.
"Iya, kenapa"? Ketus Seokjin.
"Sepertinya tuan seperti ini bawaan bayi". Kata sekretaris Cha.
"Bagaimana bisa"? Tanya Seokjin masih dengan nada kesalnya.
"Ya bisa saja, tuan kan papanya...jika tuan terus saja tantrum dan cemburuan pada tuan kecil, bisa jadi nanti tuan bayi itu tidak mau bersama tuan". Kata sekretaris Cha sedikit menakut-nakuti.
"Benarkah seperti itu"? Tanya Seokjin penasaran.
"Benar tuan, saya tidak bohong...tetangga saya ada yang seperti itu". Kata sekretaris Cha menyakinkan.
"Tidaakk! Baby harus sayang dengan papanya". Kata Seokjin yang mempercayai perkataan sekretaris Cha.
Sekretaris Cha hanya tersenyum tertahan karena berhasil mengelabui tuannya yang tantrum.
"Apa yang harus aku lakukan sekretaris Cha"? Tanya Seokjin.
"Emmm...tuan harus baik kepada keduanya dan menuruti semua keinginan mereka". Kata sekretaris Cha.
"Memang harus seperti itu "? Tanya Seokjin tidak yakin.
"Benar tuan, tuan mau tuan baby tidak mau sama tuan"? Kata sekretaris Cha.
"Tentu saja tidak mau! Semua anak-anakku harus sayang dengan kedua orang tuanya ". Kata Seokjin.
"Baiklah, mari kita bekerja dan pulang cepat". Kata Seokjin.
"Tidak bisa tuan! Kerjaan tuan sangat banyak dan banyak berkas-berkas yang harus diperiksa lalu di ACC ". Kata sekretaris Cha.
"Kau yang akan menghandlenya". Kata Seokjin.
"Tidak tuan! Saya ada kencan dengan kekasih saya". Tolak sekretaris Cha.
"Kau mau ku pecat"!? Kata Seokjin.
"Tidak apa tuan, perusahaan sebelah siap menerima saya". Kata sekretaris Cha.
"Kau"!!
"Saya permisi tuan, selamat mengerjakan tugas anda". Kata sekretaris Cha lalu pergi.
"Yakkk Cha!! Sejak kapan kau berani padaku hah"!? Teriak Seokjin ketika sekretaris Cha sudah pergi dari ruangannya.
"Bisa-bisanya dia "? Gumam Seokjin dengan kesal.
🍁🍁🍁🍁🍁
Merasa bosan didalam rumah saja, kookie berniat untuk mengelilingi komplek tempat tinggal mereka.
"Sepi sekali ya? Memang orang-orang sibuk semua". Gumam kookie.
Kakinya terus berjalan sampai tertuju pada sebuah bangku dibawah pohon.
"Pohon ini rindang sekali....sayang, apa kau dapat dengar mama? Kau harus hadir diantara kami ya, papa dan kakak juga mama sangat menunggu kehadiranmu sayang". Kata kookie sambil mengelus perutnya yang sedikit buncit.
"Nanti, jika baby sudah lahir dan besar, kita akan jalan-jalan bersama". Lanjutnya.
Kookie terus saja mengobrol dengan calon anaknya didalam perutnya, senyumnya tidak pernah pudar dari bibir ranumnya.
"Bibi".
Kookie mendongakkan kepalanya ketika namanya dipanggil.
"Hai sayang, kenapa disini? Kau tidak sekolah"? Tanya kookie dengan lembut.
Wajah anak itu terlihat lusuh dan sendu, wajahnya dipenuhi oleh debu jalanan.
"Aku tidak sekolah bibi, aku harus bekerja untuk makan adikku". Katanya.
Perkataan anak laki-laki yang menghampirinya membuatnya sedih. Kookie meraih pundak anak laki-laki itu.
"Dimana adik-adikmu"? Tanya kookie.
"Dipinggir jalan sana". Kata anak laki-laki itu seraya menunjuk pada seorang gadis kecil sedang duduk manis.
"Boleh bibi bertemu"? Tanya kookie.
"Boleh bibi, ayok". Kata anak laki-laki itu.
Kookie dan anak laki-laki itu menyebrang jalan raya yang terlihat sepi, karena jam segini kendaraan tidak banyak yang lewat.
Tangannya menggenggam tangan anak laki-laki yang ada disampingnya.
"Oh ya siapa namamu nak"? Tanya kookie.
"Namaku, Brayen". Katanya.
"Wah namamu seperti bukan nama Korea ya, nama adikmu"? Tanya kookie lagi.
"Namanya Alice". Kata Brayen.
"Nama kalian memang bukan nama Korea ya, apa kau tau, bibi juga...-".
Brukkk
"Arrkkk". Ringis kookie ketika sikunya menahan tubuhnya.
Kookie terjatuh karena sebuah motor yang melaju dengan kencang dan menyerempet kookie.
"Bibi, baik-baik saja"? Tanya Brayen menghampiri kookie yang masih terduduk.
"Arrkkk". Ringis kookie ketika dia merasakan sakit diperutnya.
"Bibi, darah". Kata Brayen.
Kookie langsung melihat kearah kakinya yang terdapat darah.
"Sayang, bertahanlah nak". Gumam kookie pelan dengan air mata yang sudah keluar.
Tidak ada orang yang lewat di jalan itu, hanya motor tadi yang menabrak dirinya.
"Yeobo". Kata kookie ketika sambungannya diterima oleh Seokjin.
Setelah menelfon suaminya, kookie terus menatap kakinya yang terdapat darah dan tangannya yang berada diperutnya. Air matanya sudah tidak bisa ditahan lagi.
Terima kasih...
Papaiiiii....