•Kalih

6.1K 642 22
                                    

Merasakan sakit amat sangat, Sedah membuka mata dan terjingkat ketika melihat kalajengking tak jauh dari wajahnya, karena terkejut itulah Sedah bisa merasakan sebelah kakinya sakit, membiru dengan luka goresan cukup panjang.

"Hush hush sana!"

Dengan ranting kayu, Sedah mengusir kalajengking itu agar menjauh. Tapi nasib buruk justru menimpanya karena hewan berbisa itu mendekat dan melengkungkan ekor.

"Aw!"

Sedah mengibaskan tangan, merasa perih dan panas sampai air matanya ikut menetes membasahi pipi, melempar kalajengking itu dengan ranting kayu dan batu yang ada di sekitarnya. Setelah merasa aman meski tangannya masih terasa sakit, Sedah mengamati tempat dimana ia terbangun dari pingsan. Tersadar jika terakhir kali ia berada di rumah eyang. Memimpikan ibu, dan membersihkan gudang.

Ya, membersihkan gudang bersama Chika.

Lalu, sekarang dia dimana? Di hutan belantara yang lebat.

"HALLO! ADA ORANG DISINI?!"

"TOLONG MAS MBAK!"

Sedah ingin menangis karena tidak mendengar satu orang pun di sekitarnya. Sedah menengadah ke atas, matahari menembus daun-daun dan batang pohon, sesaat ia menyadari jika disini teramat menenangkan.

Rasanya seperti di rumah eyang, aman, tentram dan damai.

Hingga ketenangan yang baru saja Sedah rasakan berganti dengan suara langkah kuda berlari, suara ringkikan hewan itu terdengar nyaring membuat Sedah terkesiap. Si penunggang menghentikan kudanya, menatap Sedah dengan kaki luka membiru, wajah lesu, seolah melewati perjalanan panjang.

"Butuh pertolongan, Nyai?"

Sedah menutup tubuh bagian atas ketika si penunggang kuda yang bertelanjang dada dengan kain batik dan ikat pinggang berwarna emas itu turun dengan gagah dari kuda hitam yang ia tunggangi. Si pria tanpa alas kaki itu mendekat pada Sedah, wangi melati merangsak masuk, terhirup wangi membuat Sedah terkesiap ketika pria itu menolongnya.

"Ayah?"

Sedah mengingat betul wajah Ayah ketika dirinya baru berumur sepuluh tahun. Kata ibu, Ayah pergi ke tempat yang jauh sampai Sedah berpikir jika sang Ayah tidak menyayanginya sampai meninggalkannya bersama ibu.

Menyadari panggilan dari perempuan asing, si pria berikat kepala itu menatap wajah Sedah dan pakaian yang gadis berkulit putih pakai. Sedah menangis kembali.

"Ini aku Sedah, Ayah."

" ... Sedah Gayatri Basagita."

Mata pria itu berkaca-kaca, "siapa nama ibumu?"

"Ajeng Mayang Hapsari."

Sedah tau Ayah hanya ingin memastikan jika dirinya benar atau tidak anaknya. Mungkin Ayah lupa dengan wajah kecilnya dulu sampai pelukan hangat bisa Sedah rasakan.

13 tahun tak bertemu membuat Sedah tak mampu lagi menahan rindu. Tak pernah terpikir jika Ayah berada di tempat jauh bernama masa lalu. Apakah Ayah terjebak?

"Kita pulang! Ayah jelaskan semuanya."

Sedah mengangguk, Ayah sudah pasti bisa menebak pikirannya yang bercabang kemana-mana. Bak anak di mata orang tua yang selalu terlihat anak kecil, Sedah mengalungkan tangannya ketika Ayah mengangkatnya ke gendongan dan menaikkan ke atas kuda berwarna hitam.

Sedah bersumpah dalam hidupnya ia belum pernah menaiki kuda secara langsung seperti sekarang. Di zaman yang entah tahun berapa sebab pakaian yang Trengginas kenakan.

Hingga di pertengahan jalan keduanya menuju ibu kota, Sedah melihat seorang pria dengan kuda, Trengginas menundukkan kepala, Sedah turut mengikuti apa yang dilakukan Ayah meski dilanda kebingungan setengah mati.

LANGIT MAJAPAHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang