Mungkin dulu, Sedah belum mampu menerima dan mencerna bagaimana hidupnya bisa menjadi berubah seperti sekarang. Tanpa melewatkan perkawinan ia menjadi seorang permaisuri dari Mahapatih dan hidup di tahun 1357 dan dibawah langit Majapahit yang subur makmur. Dalam sejarah yang ia ketahui, Hayam Wuruk adalah raja ke empat yang membawa kesejahteraan tanah ini. Perang Bubat telah terlewat dan Sedah masih khawatir Maharaja masih bersedih atas kepergian kekasihnya, Putri Dyah Pitaloka yang cantik jelita.
Sedah melupa bagaimana sikap Putri Sunda itu, ia sempat berpikir mungkin ialah penyebab semuanya diatas keyakinan Mahapatih mengatakan tidak ada sangkut pautnya. Jika benar ia reinkarnasi Sridara, Sedah hanya patut menerima dan melanjutkan hidup.
"Tak baik melamun seperti itu."
Hanya satu yang Sedah tak suka disini, ada wanita tua yang sering kali mengaturnya di rumah. Mahapatih sudah tau jika dirinya sedikit terbebani karena apa yang ia lakukan akan terus salah di matanya, termasuk berdiam diri di depan rumah seraya melihat tanaman bunga yang terhampar mekar indah di halaman.
"Aku tak melamun."
"Lalu itu apa? Berubah jadi patung?"
Andai tak memiliki sopan dan santun, Sedah ingin sekali berkata kasar. Tapi lagi-lagi yang bisa ia lakukan hanya menghela nafas kecil seraya mengangguk patuh.
"Aku mau ke rumah Dawuh."
"Tidak boleh."
Mengepalkan tangan geram, Sedah tersenyum paksa.
"Iya."
Sedah sudah tau akan berakhir seperti apa, maka dari itu ia mengalah dan berbalik badan. Melewati jendela kamar untuk pergi masih bisa menjadi alternatif untuknya bisa keluar dari rumah di saat Mahapatih tak ada. Lagi pula bosan rasanya berada di rumah saja.
Sedah ingin bebas.
Ia ingin mengenal Trowulan dan seisinya.
"SEDAH JANGAN PERGI!"
Terlambat, Sedah sudah berhasil kabur. Perempuan itu berlari seraya mengangkat kain jariknya tinggi-tinggi, menjadikannya sebagai wanita yang jauh dari kata anggun. Sedah mungkin sudah tak sopan, tapi berdiam diri di rumah saja tentu membuatnya mati kebosanan.
Serasa sudah jauh dari rumah, Sedah mengusap dada dan peluh di dahinya. Ia tersenyum puas, mungkin perempuan tua yang menjadi tangan kanan Mahapatih Gajahmada itu akan mengadu tentang dirinya nanti.
"Hai, tungga! Mau kemana?"
Pertama dan terakhir ia bertemu Tungga saat bertemu Nyi Darma untuk mencuci baju di sungai demi mendapatkan beberapa koin gobog. Sedah antusias meski dulu ia sempat mendapatkan sikap ketus Tungga tapi ia benar tak mengenal siapapun di jalanan yang agak ramai ini. Tungga meneliti tampilan Sedah, dari atas sampai bawah membuat Sedah sedikit tak nyaman.
"Kau mau kemana?"
"Terakhir kau bertanya seperti ini, kau berhasil menggoda Mahapatih. Sekarang kau ingin menggoda siapa, Sedah? Maharaja atau petinggi lain kerajaan?"
"Maksudmu apa?"
"Tidak usah mengikutiku, kau lebih rendah dari kaum Sudra. Menjadikan kecantikan demi mendapatkan pria."
"Kau salah Tungga."
Padahal Sedah berniat baik, ia hanya ingin menyapa.
Tapi, Tungga tak mengindahkan Sedah dan memilih untuk pergi. Meninggalkan Sedah dengan rasa denyut di dadanya, sakit sekali, mungkin inilah sebab larangan Sedah tak boleh keluar rumah, akan ada mulut jahat yang berkata kasar bagaimana hidupnya sekarang.
Memilih tak mengindahkan, Sedah melanjutkan langkah. Kemben dan kain jarik yang ia pakai memang berbeda dengan yang dulu, bahannya pun lebih nyaman dan memiliki warna terang meski luka jahit di dada sebelah kirinya masih terlihat jelas akibat tusukan keris yang ia dapat beberapa waktu yang lalu.
Mungkin Sedah akan melanjutkan langkahnya untuk pergi ke pasar, melihat-lihat dagangan yang di jajakan.
Atau, melihat rumahnya saat pertama kali disini.
Sementara di sisi lain, Mahapatih tengah bersama ibunda sang Maharaja, Dyah Gitarja. Di belakang halaman istana dengan kolam favorit disana. Beberapa pohon tinggi menaungi keduanya, angin juga berhembus pelan serta menerbangkan daun-daun.
"Bagaimana dengan Maharaja, yang Mulia?"
Mahapatih teramat khawatir dengan keadaan Hayam Wuruk, semenjak kepulangan mereka dari masa depan keduanya tak lantas bertemu. Pun Maharaja sepertinya menghindari beberapa pertemuan dan melewatkan makan malam dengan ibundanya sendiri.
"Dia lebih banyak diam dan melamun."
" ... aku khawatir sekali dengan keadaannya."
"Hamba juga seperti itu, yang Mulia." Ujar Mahapatih.
Dyah Gitarja menatap wajah Mahapatih dan sekilas ia memikirkan suatu hal, "mengapa tak kau carikan calon permaisuri untuk Maharaja, Patih. Aku akan senang jika perempuan itu sudah melewati seleksi dari dirimu."
Gajahmada dibuat terdiam, ia tak sempat memikirkan calon permaisuri untuk Hayam Wuruk di saat raja penguasa Majapahit keempat itu masih bersedih karena mendiang kekasihnya yang baru saja pergi meninggalkan luka tak kasat mata di dada Maharaja.
"Kau pasti memiliki kandidat bukan?"
Mahapatih tersenyum, "hamba tak tahu pasti."
"Begitu, ya?"
"Yasudah, aku hendak pergi, Patih."
Gajahmada hanya menunduk sopan seraya terdiam. Dyah Gitarja meninggalkan Mahapatih tatkala obrolan mereka berakhir sebagaimana mestinya, wanita itu diikuti dua dayang yang berjalan di belakangnya. Wanita paru baya itu keluar istana seraya memikirkan nasib sang anak yang masih bersedih.
"Aku hanya melihat-lihat, tak usah khawatir."
Dyah Gitarja melangkah dengan anggun ke sebuah lapak yang menyediakan kain, membiarkan dua dayang tadi berdiri dan tak usah mengikutinya. Sesekali ia melihat sekeliling, barangkali matanya akan tertarik pada satu hal. Sampai matanya menangkap seseorang di tepi kerumunan, Dyah Gitarja mampu melihat seseorang yang tengah berjongkok seraya memakan mangga yang sedang di kupas penjualnya.
Gadis itu tersenyum manis tatkala buah mangga yang ranum berhasil mampir di lidahnya. Tak sadar, Dyah Gitarja tersenyum lebar, ia ingin menghampiri gadis yang memakai kain jarik warna putih coklat dan memakai alas kaki aneh itu. Siapa gerangan dia?
Rasanya, Dyah Gitarja belum pernah melihatnya.
🌾
17 Oktober 2024 ~ Awang
![](https://img.wattpad.com/cover/364875877-288-k312935.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT MAJAPAHIT
Fantasy❝Sudah lama tidak bertemu, apa kabarmu, Adinda?❞ Terbangun di antah berantah dengan luka di sekujur tubuh membuat seorang gadis kebingungan, seingatnya ia berada di rumah sang Eyang, membereskan gudang bersama sepupunya, menemukan buku model lama de...