•Selangkung

2.8K 259 32
                                    

Atas permintaan Wijayatunggadewi, Sedah menemui Maharaja dengan percaya diri. Ini kali pertama dirinya menginjakkan kaki di sebuah bangunan yang menjadi singgasana Raja keempat Majapahit itu. Sedah tak tau apa yang harus ia bicarakan nanti dengan pria yang memiliki tahta tertinggi di tanah ini, ia pikir bertemu saja dulu sebelum mengajak Hayam Wuruk bicara.

Ketika berhasil melewati pintu, Sedah mampu melihat seseorang termenung disana. Sendirian, tanpa teman.

Andai di perbolehkan, Sedah ingin menyetel lagu dari ponselnya untuk menambah kegalauan Maharaja.

"Aku tak butuh nasehatmu."

Hayam Wuruk menyunggingkan senyum sinis membuat mental Sedah seketika tergores karena itu.

"Kau terlalu percaya diri yang Mulia."

Sedah mengamati sekitar, luas dan nyaman. Cocok sekali untuk mengumpulkan energi jikalau lelah.

"Lantas, atas dasar apa kau kemari?"

Untuk pertama kali, Sedah melihat Hayam Wuruk tanpa mahkotanya. Rambutnya agak panjang sampai menutupi setengah dahinya, matanya sayu dan layu.

"Aku di suruh ibumu."

"Untuk apa?"

Mengedikkan bahu, Sedah melipat bibir ke dalam.

"Pergi sana!"

Masih berdiri, Sedah memperhatikan Hayam Wuruk yang duduk. Pria itu menarik selimut dan hendak menidurkan tubuhnya, namun gerakannya itu harus terhenti kala Sedah berdecak kecil seraya tersenyum mengejek dengan mata melihat ke arah lain.

"Kau mau ku penggal ya?"

"Jadi ini wajah asli seorang raja."

Menegakkan duduknya kembali, Hayam Wuruk menarik nafas dan kembali memperhatikan Sedah.

"Terpuruk hanya karena seorang perempuan."

"Kau tak tau apa yang aku rasakan, Sedah."

"Memang, tapi kau terlihat pengecut yang Mulia."

Detik selanjutnya yang mampu Sedah rasakan adalah tubuhnya merasa terdorong ke belakang, tubuhnya tersudut pada dinding kamar dengan leher tercekik. Sedah kesulitan bernafas, wajah Hayam Wuruk teramat dekat dengannya dengan ekspresi marah.

"Berani sekali kau!"

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Sedah meraba lehernya seraya terbatuk setelah cekikan terlepas, ia merasa beberapa detik lalu adalah akhir hidupnya. Mata tajam Hayam Wuruk masih menghunus dan anehnya Sedah tak merasa takut.

"Pergi!" Usir Hayam Wuruk.

"Tidak sebelum kau keluar dari kamar ini dan menghadap ibumu yang Mulia," tegas Sedah.

"Kau tidak perlu ikut campur, Sedah."

"Aku juga tidak ingin, tapi ibumu memintaku dan aku tidak mungkin menolak perintahnya." Jawabnya.

Sedah mengusap bahu ketika ia menyadari pria yang sedang ia hadapi tidak mengalihkan pandangannya. Hayam Wuruk kembali menyunggingkan senyum sinis dan melangkahkan kaki keluar, Sedah mengikuti langkah besarnya. Dan, ketika pria itu memelankan langkah, Sedah terotomatis mengikutinya juga.

"Kau menyukainya, ya?" Ujar pria itu tiba-tiba.

"Hah?"

Hayam Wuruk membalikkan tubuh, memiringkan kepala dan tak menemukan Sedah dengan wajah terbius karena pesonanya. "Mustahil sekali."

"Maaf yang Mulia, kau bukan seleraku."

"Apa kau baru saja menghinaku?"

Sedah tersenyum seraya menggelengkan kepala.

LANGIT MAJAPAHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang