Part ini lebay dan mungkin berlebihan. Maaf ya.
"Aku berat?"
"Tidak."
Sedah menahan senyum, sesekali mencium bahu Gajahmada yang tengah menggendongnya dengan enteng. Pertanyaan tadi bukan pertama kali terucap, tapi sepertinya pria dengan badan gagah itu sama sekali tidak keberatan dengan bobot badannya yang mungkin saja sudah menyentuh di angka 60KG. Ya! Sedah merasa tubuhnya semakin berisi. Apa mungkin karena disini ia lebih banyak makan dan minim mengeluarkan tenaga.
Rasanya, disini juga Sedah merasa lebih sehat. Ke manapun berjalan kaki dan tak pernah meresa pegal sekalipun. Kecuali sekarang, Sedah hanya ingin bermanja. Sayang kan punya kekasih tinggi dan besar jika tidak dimanfaatkan.
Suara gending turut meringi langkah Gajahmada hari itu, Sedah hanya bisa menahan senyum tatkala beberapa warga memandangi mereka dari belakang. Gajahmada benar-benar dihormati, tiada yang berani menatap pria itu terang-terangan.
"Kau malu, ya?"
Gajahmada menoleh sekilas meski tak bisa melihat jelas wajah cantik Sedah yang masih saja tersenyum, "tidak."
"Lalu mengapa diam saja?"
"Takut terlihat Maharaja."
"Nanti aku loncat kalau begitu."
"Ya jangan."
Melarang sih tapi nadanya datar sekali. Sedah gemas. Memilih diam dan semakin mengeratkan pelukannya di leher Gajahmada. Kalian tau tidak, untuk membuat Sedah nyaman, Mahapatih tidak menggendong Sedah dengan mengaitkan dua lutut ke tangannya melainkan menopang pantat Sedah bak anak kecil yang digendong sang Ayah. Kaki Sedah bebas menggantung di udara, sesekali ia mengayunkannya. Sungguh tidak bisa diam.
Padahal tangan Gajahmada terluka, tapi katanya tak apa.
Apa dia memang sekuat itu ya?
"Percayalah, hanya diriku paling mengerti."
"Kegelisahan jiwamu kasih."
"Dan arti kata kecewamu."
Gajahmada tersenyum, bukan karena pertama kali mendengar Sedah bersenandung melainkan karena lirik lagu itu terdengar begitu menyentuh. Pria dengan nama lengkap Rakryan Mapatih Jirnnodhara itu yakin jika lantunan yang baru saja keluar dari bibir Sedah adalah lagu dari masa depan.
"Mengapa yang Mulia tertawa?"
Sebenarnya Gajahmada senang sekali dipanggil selayaknya pasangan, namun ia jelas tidak bisa memaksa Sedah. Biarlah kekasihnya itu bebas dan menyamankan dirinya sendiri.
"Lanjutkan saja."
"Suaraku jelek?"
"Tidak."
"Lalu?"
"Tidak lalu-lalu."
"Dari angka 1 sampai 10 suaraku nilainya berapa?"
"Karena bagus aku nilai 2."
"Baik, terimakasih yang Mulia."
Sedah tertawa masam dan hendak melanjurkan nyanyian.
Mahapatih lantas ikut tertawa, "ini kau merajuk ya?"
Bukannya menjawab, Sedah tertawa karena Mahapatih bertanya. Memangnya ada seseorang yang bertanya dan meraba-raba apakah tebakannya benar atau meleset.
"Tidak."
Sedah tersenyum lagi dan minta diturunkan. Andai sandal yang perempuan itu bawa tidak putus, Sedah tidak mungkin minta digendong untuk pergi ke sungai. Ya walaupun ia juga senang karena Mahapatih tidak keberatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT MAJAPAHIT
Fantasy❝Sudah lama tidak bertemu, apa kabarmu, Adinda?❞ Terbangun di antah berantah dengan luka di sekujur tubuh membuat seorang gadis kebingungan, seingatnya ia berada di rumah sang Eyang, membereskan gudang bersama sepupunya, menemukan buku model lama de...