•Kalih likur

2.3K 235 11
                                    

Menjaga Sedah agar tidak tersandung agaknya jadi tugas tambahan untuk seorang Gajahmada, beberapa kali permaisurinya itu menginjak ranting kering, mendesis sakit sebelum sesaat menunjukkan gigi rapinya tersenyum lebar memastikan pada Gajahmada jika itu bukanlah masalah.

"Hati-hati, adinda."

"Iya, kakanda."

Menggelengkan kepala, Gajahmada menyentil dahi Sedah membuat perempuan itu membalasnya dengan memukul lengan bagian atas yang nampak kokoh dan kekar itu.

"Sakit tau!"

"Benarkah? Sini ku periksa."

"Enggak, terimakasih."

Aslinya tak marah, hanya kesal saja sedikit.

Memutuskan kembali berjalan di jalan setapak yang cantik, batu tersusun rapi dengan kiri kanan pepohonan yang tak begitu lebat. Sebenarnya, Sedah ingat sekali perjalanan menuju sungai di tengah hutan bersama Dawuh, namun sepertinya Gajahmada tidak akan membiarkan ia meninggalkan kediaman sendirian di saat langit mulai gelap.

"Tidak usah terburu-buru, adinda."

"Kangmas jalannya lelet!"

"Apa itu lelet?"

"Lambat, seperti keong."

"Aku seperti ini karena mengimbangi langkahmu."

Sedah mendelik sementara Gajahmada justru meniup mata perempuan itu membuat Sedah mampu mengirup aroma segar dari sana. Entah habis makan apa hingga membuat nafas suaminya itu tercium begitu wangi meski sekilas.

"Mau taruhan tidak?" tawar Sedah.

Sekarang Mahapatih Gajahmada lah yang mendelik.

"Taruhan apa kekasihku?"

"Emm ... Siapa cepat sampai sungai dapat sesuatu."

Menggelengkan kepala, Gajahmada menolak keras.

"Tidak."

"Mengapa?"

Nada suara Sedah terdengar kecewa sekali dan Gajahmada tahu akan hal itu, namun ia tidak bisa membiarkan taruhan antar keduanya terjadi sebab satu alasan.

"Aku tidak ingin kau tersesat. Lagi pula tidak ada salahnya berjalan bersisian berdua menuju pentirtaan, adinda."

Menahan bibir agar tidak tersenyum, Sedah berdeham kemudian menganggukkan kepala. Ia berbalik, tidak memperlihatkan bibirnya yang merekah hanya karena mendengar kalimat singkat yang Gajahmada lontarkan tadi.

"Tetaplah bersamaku."

"Yaudah ayo."

Mengapit sebelah lengan Gajahmada, Sedah tersenyum.

"Ya, seperti itu." ujar Gajahmada lagi.

"Apanya?"

"Menurut apa kataku."

"Oh jadi kangmas lebih suka istri penurut, ya?"

Gajahmada menatap Sedah dalam meski tak mengangguk.

"Iya atau tidak?" Tanya Sedah lagi.

Agaknya Sedah membutuhkan jawaban yang jelas dan pasti.

"Iya."

"Kalau aku tidak bisa di atur bagaimana?"

"Tidak mungkin."

"Mengapa harus tidak mungkin? Aku bisa jadi perempuan yang tidak kau inginkan, misalnya menjadi istri yang tidak mau mendengarkan apa kata suami," ujar Sedah panjang.

Gajahmada tidak menjawab, pria itu justru menatap Sedah dalam, tanpa bicara sehingga membuat Sedah salah tingkah dan meratapi ucapannya yang mungkin saja sudah di luar nalar dan membuat Gajahmada terdiam seperti marah.

"Kau jadi mandi tidak? Atau mau kembali ke rumah?"

Dengan agak gugup, Sedah menganggukkan kepala cepat.

"Mandi, badanku gerah."

Lalu Sedah berjalan lebih dulu, meninggalkan Gajahmada dengan sisa-sisa senyum di bibirnya. Dibawah matahari yang hampir tenggelam dengan pepohonan di kiri kanan, mahapatih itu terlihat begitu gagah berdiri seraya masih memperhatikan langkah kecil Sedah yang pergi sendiri.

"JANGAN TERSESAT ADINDA!"

Sedah menoleh, beberapa meter di depan Gajahmada yang berdiri seraya tersenyum dengan kedua tangan di depan mulut setelah meneriaki satu kalimat singkat beberapa detik lalu.

"BERISIK!"

Senyum itu lantas menjadi tawa di bibir Gajahmada, tentu saja tidak bagi Sedah. Karena perempuan itu justru menginjak tanah kesal, merengut cemberut dan melanjutkan langkah. Gajahmada tentu tak membiarkan Sedah berjalan sendiri, maka dari itu dengan cepat ia menyusul permaisurinya untuk bersama-sama menuju pemandian.

Karena hari menjelang malam, Gajahmada memutuskan untuk tidak pergi ke sungai sebagai permintaan Sedah di awal. Namun ia pastikan Sedah tak mungkin kecewa ketika melihat pentirtaan yang selalu digunakan para bangsawan disana.

"Waw!"

Sudah bisa ditebak, Sedah terkagum melihatnya.

"Kangmas?" Panggilnya.

"Ya."

"Ini bener aku boleh mandi disini?"

"Tentu saja."

Ada enam kucuran air di pemandian ini, Sedah tak ingat betul bagaimana pentirtaan jaman dulu yang ia tau di masa depan, namun yang lebih penting rupanya ia bisa merasakan dingin dan beningnya air disini untuk ia bermandi malam.

Gajahmada hanya asik memperhatikan, melihat Sedah berganti kain dan mulai memasukkan kakinya ke dalam air dan menenggelamkan tubuhnya dengan senyum dibibir tanpa tahu jika jantung Gajahmada tengah berpacu hebat melihat pemandangan indah di depannya. Layaknya seorang bidadari yang berendam dibawah rembulan, ya Sedah sempurna di mata Mahapatih.

Cantik sekali.

Pria itu mendekat, duduk di tepi pemandian, mengayunkan tangan dan mencipratkan air pada Sedah hingga mengenai wajahnya. Merenggut kesal, lantas Sedah membalasnya.

"Kau seperti anak kecil," ujar Gajahmada.

"Memang, aku baru 23 tahun."

Sedah beranjak dari air, duduk di sisi Gajahmada dengan lilitan kain jarik yang berhasil memperlihatkan lekuk tubuhnya.

Cup.

"Ih!"

Tiba-tiba saja Sedah harus menerima serangan dari Gajahmada, sedang pria itu hanya tersenyum lembut seolah kecupan yang beberapa detik lalu ia berikan tidak memberikan pengaruh apapun bagi Sedah yang mudah terkejut. Seraya mengusap bibir, Sedah mengedarkan pandangan. Mungkin saja di sekitar mereka ada manusia lain.

"Kau terlihat lebih subur, Adinda."

Mata semua pria rupanya sama saja, nakal.

"Maksud kakanda aku gendut?"

Gajahmada dengan terang-terangan melihat area intim buah dada Sedah yang terlihat segar, dengan mudah Sedah lantas memukul lengan Mahapatih Majapahit itu dan kembali masuk ke air, seolah menghindari tatapan menyeramkan dari suaminya sendiri.

"Aku tidak bilang seperti itu."

"Sama aja, intinya bilang aku gendut."

"Tidak."

"Halah!"

"Betul tidak."

Dalam hati, Sedah tertawa melihat wajah panik seorang pemimpin besar Bhayangkara. Mahapatih kerajaan Majapahit yang namanya tidak pernah tenggelam di masa depan.

🌾

Hai, apa kabar?
Waktu cepat berlalu ya, rupanya bulan lalu terakhir update kisah Sedah dan Gajahmada. Mohon maaf.

LANGIT MAJAPAHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang