nah loh !!! ke gep bocil

78 26 13
                                    



setelah berburu makanan yang manis-manis buat berbuka, Kuy ke bab 6.

hitung-hitung ngabuburit







**************

Akhirnya, tepat pukul setengah tujuh malam, hari pertama ku tampil di kafe Kak Irzy berjalan dengan lancar.  Sebelum pulang, Kak Irzy katanya mau ajak aku ke suatu tempat sekalian melepas penat tapi kemana batang hidungnya ?  Daritadi  nggak kelihatan.

Kak Irzy sih bilang bahwa dagangannya selalu habis terlebih dahulu ketimbang dua sahabatnya. Makanya ia bisa pulang lebih cepat.

Mungkin paling sekarang lagi beres-beres dagangan sekalian aku mau istirahat, duduk menikmati angin malam di depan kafe sembari mendenggakan kepala ke arah bintang-bintang yang menumpuk di langit tepat diatas kepalaku.  Indah banget, kayak kebahagiaanku hari ini.

BAAAA!!!

 “Halo,” ucap Kak Irzy  tiba-tiba ada di atas wajahku yang membuatku sontak kaget.

“Ih, Kak, kaget tahu.  Kemana aja sih?” ledek aku mencubit pinggang lelaki kurus berpostur tinggi itu.

“Yah, pamitan sama makanan-makananku. Aku punya brownis.  Itu asli buatan aku,” ucap Kak Irzy sembari memberikan setoples kecil mini brownis.

“Wah, makasih Kak.  Keliatannya enak.  Aku coba satu boleh,” balas aku.  Kak Irzy menganggukan kepala didampingi senyuman manisnya.

Asli, enak banget.  Manisnya berasa sampai tenggorokan.  Aku sangat menikmati mahakarya Kak Irzy sampai-sampai dia menatapku sebegitu fokusnya bahkan hampir tidak berkedip. Memerah yang timbul di kedua pipiku tak bisa ku umpatkan lagi.  Dari pada malu mending aku sadarkan dia dengan menarik lembut rambut lebatnya.  Maaf Kak Irzy, aku pangling hehehehe.

“Aduh,” katanya.

“Maaf Kak, lagian natapnya begitu amat,” tegurku manis.

“Abisnya kamu cantik kalo lagi makan ?  Jadi bawaannya mau liat kamu aja, wkwwkw."

“Jadi , aku cantiknya kalo cuma makan aja ?”candaku memanyunkan mulut di depan Kak Irzy.

“Emang, kalo lagi nyanyi, senyum, diam dan berbicara kamu jauh lebih cantik, sumpah,” ledek Kak Irzy bikin aku makin terpanah.

“Kak, pipiku merah yah ?” tanya aku sambil mengunyah brownis.

“Iya, banget,”jawab polos dia.

“Bisa gak kakak gak bikin aku terkesima terus,” ucap datar aku.

“Kenapa emangnya ?”tanyanya.

“Itu alasan pipiku merah."

SKAKMAT.  HAHAHAHA.

Terpampang jelas wajah malu-malu kucingnya yang bikin aku sedikit cekikikan.  Aku seneng bisa dekat sama orang yang peduli sama aku, baik dan mau menghibur aku.  Terima kasih Tuhan, kini kau telah memberi seorang yang buat aku bahagia dimasa tragisku.

“Pulang yuk, Ayah sama mamaku takut nyariin,” ajak aku.

“Aku anter yah.  Naik sepeda gapapa ‘kan ?  Sepeda gunung kok. Dijamin aman."

“Mau naik sepeda ontel juga aku mau.  Yang pentingkan yang bawanya,” gurau aku bikin Kak Irzy kebingungan.

“Maksudnya, aku ?”

“Ya iya, masa tetangga aku hahaha.  Yaudah, pulang,” kataku tak berhenti bercanda dengannya.

Sepanjang perjalanan pulang aku sama dia gak pernah berhenti ngobrol dan bercanda mulai dari ngebahas tentang musik, sekolah, masa depan dan hal kecil lainnya seperti pasangan kucing kampung yang suka kawin dan ngelahirin di atas gentengnya sampai-sampai rahang mulutku keram karena sering ketawa menyimak lelucon dia sembari boncengan.  

Melodikia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang