☆8☆

94 14 0
                                    


"Kau akan pergi kencan? Aku hampir mati menghirup aroma parfummu" Tsukasa menutup hidungnya dengan tangan kanannya. Sedangkan Rathara hanya mengerutkan keningnya dengan jengkel.

"Siapa bilang aku akan berkencan, kau gila ya?!" lagi pula apa yang dilakukan oleh si jamet pirang ini di kamarnya. Tsukasa menyerobot masuk ke dalam kamar Rathara setelah mendengar kalau gadis itu akan pergi menemui seseorang.

"Hei rambutmu terlihat lebih panjang" Tsukasa memperhatikan rambut Rathara.

"Sungguh? Aku rasa terlihat sama saja" Rathara menatap dirinya di cermin dan menyisir rambutnya berharap ia sadar dimana letak perbedaan pada rambutnya. Tapi ia tak menemukan apa-apa rambutnya masih sama panjangnya.

"Tidak aku yakin kau memakai wig untuk menutupi rambut botak mu, kau tak mau ketahuan pasangan kencanmu ya" Rathara berbalik dan menatap Tsukasa dengan jengkel. Ia melemparkan sisir ditangannya ke arah Tsukasa, tapi pemuda itu berhasil menghindar.

"Sehari saja kau tak menggangguku bisa kan?"

"Tunggu dulu, jangan-jangan kau benar-benar botak" Tsukasa sengaja memasang wajah terkejut yang dibuat-buat untuk membuat Rathara semakin jengkel. Dan memang ia berhasil, Rathara melompat ke arahnya dan mengancing leher pemuda itu.

"Aghh Ma,,maafgh" Tsukasa yang hampir kehabisan nafasnya menepuk tangan Rathara agar gadis itu melepaskan.

Rathara akhirnya melepaskan Tsukasa. Dengan wajah cemberut ia berjalan keluar dari kamarnya. Bisa-bisa ia terlambat kalau terus meladeni kakaknya yang agak srekk itu.

"Sungguh?! Kau memang botak?!" Setelah kembali mengumpulkan nafasnya kembali, Tsukasa memang tak ada tobatnya ia kembali mencari masalah dengan adiknya itu.

Dan beberapa saat kemudian Rathara muncul kembali di balik pintu dengan panci kecil ditangannya. Ia melempar panci itu dan kali ini tidak meleset sama sekali. Dahi Tsukasa benjol selama seminggu akibat hal itu.

•••

Rathara duduk di sebuah kursi yang tepat berada di jendela kafe yang besar. Ia sedang menunggu Yuken, pemuda itu menolak di traktir makanan berat. Ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu di kafe pinggir kota sambil menikmati secangkir kopi, setidaknya itu yang ia katakan sebelum mereka menentukan tempat untuk bertemu.

Rathara memperhatikan seisi kafe. Kafe ini kecil dan nyaman, dengan hanya segelintir pelanggan yang duduk di meja kecil. Suasana hening dan tenteram, terdengar suara lembut orang-orang yang saling berbisik sambil minum kopi. Terdapat hiasan lentera kertas Jepang di dinding, menambah suasana tenang. Para pelayan sibuk membawa nampan berisi kopi dan kue kering ke pelanggan, langkah kaki mereka nyaris tak terdengar.

Hingga suara bel berbunyi dan langkah kaki yang terdengar begitu gagah mendekat ke meja Rathara.

"Apa aku terlambat?" Yuken langsung mengambil tempat untuk duduk di depan Rathara.

"Tidak aku juga baru datang" Rathara menunduk sebentar untuk mengambil paper bag yang ia letakan diatas lantai.

Baru saja ia meletakkan paper bag itu di atas meja Yuken juga meletakkan sebuah paper bag didepannya.

"Ini jubahmu, makasih ya" ujar Rathara sambil memberikan paper bag yang berisi jubah Yuken yang ia pinjam beberapa hari lalu.

"Ini hadiah" Yuken juga menyodorkan paper bag itu lebih dekat ke arah Rathara.

"Untuk apa?" Rathara sedikit kebingungan dengan hadiah yang mendadak ini. Yuken hanya menerima paper bag berisi jubahnya dan meletakkannya di atas lantai.

"Aku hanya ingin memberikan hadian itu untukmu" Yuken mengangkat bahunya. Rathara meletakan paper bag itu di pangkuannya, ia membuka dan melihat isi paper bag itu.

love and fightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang