Daffa meringis saat kakinya menginjak gerbang rumah. Rasa sakit bagaikan pisau menusuk tulang keringnya, menembus pen yang terpasang dan tongkat kruk yang menopang langkahnya. Sempoyongan, dia keluar dari taksi, kepalanya masih diselimuti perban putih dan kaki kirinya terbungkus gips. Rasa sakit menjalar di sekujur tubuhnya, tapi Daffa memaksakan diri untuk pulang ke rumah.
Dengan langkah gontai, Daffa mencengkeram erat tongkatnya, berusaha menjaga keseimbangannya saat berjalan masuk ke dalam rumah. Kepalanya masih terasa pening dan kakinya yang terbalut gips terasa bagaikan beban berat. Perlahan, dia melangkah, mengayunkan kakinya mendekati pintu dengan keadaan pincang.
Pintu rumah terbuka sebelum Daffa sempat memencet bel. Misya adik perempuannya, melompat keluar dengan wajah pucat. Di belakangnya, Adeline sahabat Misya nyaris terhuyung mundur, matanya terbelalak tak percaya. Dunia Daffa berputar. Dia mengerjap berkali-kali, memaksa matanya yang sayu untuk fokus.
Sosok itu berdiri tepat di ambang pintu, nyata dan bernapas. Rasa sakit yang membakar sekujur tubuhnya seolah lenyap seketika, digantikan oleh ledakan kebahagiaan di dadanya.
"Adeline," cicitnya, suaranya tidak terdengar.
"Kak Daffa!" Misya memekik, suaranya bergetar histeris. "Ya Tuhan, Kak, kenapa jadi begini? Kami cari ke mana-mana. Kakak malah pulang dalam keadaan begini? Kakak ke mana aja, sih? Kakak kenapa?" Misya tak bisa menahan diri lagi. Dia berlari menerjang Daffa, memeluknya erat. Perban putih di kepala, gips yang membalut kaki, dan tongkat kruk yang menopang langkah Daffa, semakin membuat air matanya tumpah.
Daffa masih memandang Adeline dengan tatapan sendu. Lututnya melemah, nyaris membuatnya ambruk ke lantai. Dia mencengkeram tongkatnya dengan erat, berusaha menopang tubuhnya yang gemetar.
"Kakak jangan diam. Kakak kenapa? Kenapa kakak jadi gini?"
Daffa menarik pandangannya dari Adeline dan mengerahkan sisa tenaganya untuk memeluk Misya. Bibirnya yang kering gemetar berusaha membentuk senyuman
"Aku nggak papa, maaf ya udah buat kamu khawatir."
"Maaf! Maaf! Lihat kakak terluka parah! Lagian kakak kemana aja? Kenapa kakak gak kasih kabar? Kami semua panik, Kak! Aku hampir gila nyariin kakak tiga hari belakangan ini!"
Daffa memaksakan senyum, merasakan dada Misya bergetar hebat dalam pelukannya.
"Benaran aku gak apa-apa," ucapnya dengan suara gemetar dan matanya menunduk. Hatinya perih melihat Misya menangis, tapi dia tidak ingin membuat Misya semakin khawatir.
"Cuma kecelakaan kecil." Lanjutnya lagi walau berbohong.
"Apa! Kecelakaan kecil?!" Misya murka, matanya melotot tajam. "Kecelakaan kecil gak mungkin bikin kaki kakak pincang dan pake tongkat begini! Kakak si bandel, gak pernah berubah! Udah aku bilang jangan pergi rapat pas lagi sakit, masih aja pergi. Lihat sekarang jadinya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Crash Into You (On going)
RomanceAdeline, gadis muda yang cantik merasa hidupnya hancur karena hubungan cinta yang beracun. Dia tidak lagi mengenali dirinya sendiri. Apakah dia akan mampu menemukan cinta sejatinya dan bangkit kembali?