Queen

372 54 2
                                    

Semua hanya ada warna hitam. Ruangan yang gelap itupun semakin nampak pekat dengan banyaknya tirai kain dengan warna hitam yang mengganggu langkah Taehyung. Taehyung tak tahu harus berapa banyak lagi tirai hitam yang harus ia singkirkan dari pandangannya. Ia lelah. Dan Taehyung membenci mimpinya.

Kenapa harus mimpi yang menakutkan seperti ini yang datang. Kenapa kesakitannya tak hanya ada di alam nyata, kenapa di alam mimpipun ia juga harus merasakan kesakitan yang luar biasa.

Taehyung terengah dengan suara isaknya yang tertahan. Bahkan dalam mimpipun hanya ada tangis yang ia rasakan.

"Apa salahku?" Taehyung menghentikan langkahnya dan memukul dadanya yang sesak. Semuanya nampak hitam dan ini sudah lebih dari kata menakutkan dan menyeramkan.

"Aku bahkan tak pernah berani memimpikan Jungkook untuk menjadi pendampingku." Ucapnya sesak dengan hidung yang semakin terasa pengar.

"Tapi aku juga tak mau jadi omega yang munafik dengan menolaknya. Aku juga menginginkannya. Melebihi apapun." Taehyung mengusap airmata di mata dan pipinya. Kembali berjalan dan menyibak semua tirai hitam yang menghalangi jalannya.

Dadanya bergemuruh hebat, bukan hanya ada takut lagi kali ini, tapi juga amarah.

"Bahkan aku tak tahu menahu dengan dendam masa lalu orangtuaku. Aku tak tahu dan tak mau tahu. Aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku bersama dengan alphaku. Kenapa semesta harus membuatnya terasa sulit dan berbelit." Langkah Taehyung semakin tak beraturan. Ia berlari dan terus berlari. Tak perduli jika ia terjatuh berkali-kali. Taehyung hanya ingin segera keluar dari dalam mimpi sialan ini.

"Aku merindukan Jungkook... aku... aku.... aku..." Taehyung tak dapat lagi melanjutkan ucapannya. Nafasnya semakin tercekat dan kini ia sudah tak punya tenaga lagi. Taehyung tidur terlentang di lantai yang dingin. Dan sejauh matanya memeta hanya ada warna hitam. Gelap dan pekat.

"Aku hanya meninginkan apa yang memang menjadi milikku.... apa itu salah." Nafasnya berangsur lega, tapi kali ini tangisannya malah semakin tergugu. Taehyung sudah tak mau lagi berlari membuka semua tirai hitam itu.

Maniknya terpejam erat. Hingga nuansa hitam yang tengah menyelimutinya pun menjadi semakin sempurna ketika netra nya telah ia gelapkan. Namun ketika matanya terpejam warna menyilaukan menabrak netranya.

Sontak Taehyung membuka matanya dengan wajah terkejutnya. Tapi ketika matanya terbuka, hanya ada hitam dan gelap yang ia rasakan.

Kini Taehyung mengulanginya lagi. Menutup matanya dan membiarkan cahaya yang menyilaukan menabrak netranya. Sakit, tapi Taehyung tak perduli. Hingga perlahan ia pun mulai terbiasa.

Sebuah padang dandelion tampak di depan mata. Cuaca yang cerah dan kicauan burung mulai menyambut Taehyung yang tampak kebingungan sendirian berdiri di tengah-tengah padang.

Masih di alam mimpi, tapi setidaknya ini bukan mimpi yang menakutkan. Senyumnya terukir cantik dan kakinya pun perlahan melangkah menyusuri tiap jalanan sembari memainkan tangkai-tangkai dandelion. Taehyung tak tahu kemana arah tujuannya akan sampai. Entah ini memang instingnya atau settingan dari alam mimpinya. Yang Taehyung tahu ia hanya terus berjalan, berjalan dan berjalan hingga maniknya menangkap siluet seseorang yang tengah merentangkan tangannya di depannya.

Tanpa berpikir panjang Taehyung langsung berlari dengan raut wajah yang begitu sangat bahagia. Menyambut tangan milik alphanya yang terentang untuknya. Taehyung memeluknya erat dan menduselkan wajahnya pada dada milik alphanya. Menghirup aroma jantan dari pheromone Jungkook yang begitu sangat memenangkan. Sesaat Taehyung merasa surga ada dalam genggamannya.

Namun hingga beberapa waktu berselang, Taehyung tak mendapati reaksi apapun dari Jungkook. Bahkan pelukannya pun tak berbalas. Kini Taehyung baru menyadari jika hanya ada dirinya saja ternyata yang memeluk tubuh alphanya, sedangkan alphanya samasekali tak memeluknya. Taehyung merenggangkan pelukannya dan termundur satu langkah. Namun ketika ia ingin menatap wajah Jungkook hanya ada bias cahaya yang mengabur dalam pandangannya.

Kini Taehyung terisak dalam tawa. Ia terlalu percaya diri beberapa saat lalu yang berpikiran jika surga ada dalam genggamannya. Dan sekarang hanya ada Taehyung yang kembali sendirian di tengah padang dengan segala isi pikirannya yang berputar. Dan itu rasanya sakit. Kepalanya langsung pening dan tak hanya sampai di situ saja. Rasa mual mulai mendominasi tubuhnya. Sepertinya ia akan muntah.

"Huekkk."

Taehyung terus mendesis menekan perutnya yang panas dan perih. Pandangannya yang buram sudah tak ia perdulikan lagi. Yang ada dalam pikiran Taehyung sekarang ini adalah bagaimana memuntahkan semua isi dalam perutnya yang hanya air saja.

"Pahit..."

Itu kata Taehyung di tengah rintihannya. Temggorokannya terasa pahit sekali, dan itu semakin membuatnya ingin muntah. Namun sudah tak ada lagi yang keluar dari mulutnya selain teriakkan sakit yang membuat lelaki alpha yang tengah mengelus punggungnya menangis.

"Apa rasanya sakit?" Tanyanya dan Taehyung menyahutinya dengan mengangguk lemah.

Taehyung sudah tak punya tenaga lagi, bahkan ketika tubuhnya dirasa melayang dalam gendongan seseorang, Taehyung hanya bisa memejamkan matanya tanpa ada keberanian untuk membukanya. Taehyung terlampau takut, takut jika ini masihlah menjadi mimpinya.

"Jangan bangunkan aku... aku mohon..."  Ucapnya yang entah pada siapa.

"Aku takut jika dia akan pergi lagi." Taehyung masih meracau dalam gendongan seseorang yang diyakini Taehyung adalah Jungkook.


.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

Junmyeon tengah memacu mobilnya kencang. Menyalip beberapa kendaraan di depannya. Bahkan dengan gilanya sekarang Junmyeon melajukan mobilnya di jalur satu arah, dan dia berada pada arah yang melawan arah.

Suara sirine dari mobil polisi di belakangnya semakin memekakan telinganya dan semakin membuatnya gelap mata. Satu masalahnya belum teratasi dan sekarang masalah lain sudah datang bertubi.

Eunha datang padanya dua jam yang lalu, menangis tersedu dan mengajaknya untuk pergi meninggalkan negara Korea sekarang juga sebelum Jungkook memproses semuanya. Tapi Junmyeon menolak. Junmyeon kukuh jika dirinya tidak akan pernah bisa disentuh oleh hukum apapun.

"Apa yang kau takutkan Eunha... Jungkook tak punya bukti konkrit. Bahkan jika Taehyung memberikan kesaksiannya, aku masih bisa membalikkan faktanya."

Ucap angkuh Junmyeon pada saat itu.

"Tidak Ayah.... bukan seperti itu. Jungkook mempunyai buktinya. Jungkook telah berhasil memulihkan rekaman CCTV yang telah kita bekukan."

Ucap Eunha dengan raut ketakutannya.

"Jangan mau dibodohi dengan ucapan omong kosong Jungkook, Eunha..."

"Aku sudah melihat isi rekamannya Ayah.... Jungkook benar-benar memilikinya."

Dan entahlah setelah itu mata Junmyeon menjadi gelap dan berakhir dengan menyalahkan Eunha yang terlalu berambisi. Junmyeon sudah mengatakan jika dirinya hanya perlu membawa Taehyung keluar dari rumah itu dengan aman tanpa melukai atau membunuh siapapun. Tapi Eunha menolak. Eunha mau semua orang yang ada di dalam rumah Jungkook pada saat itu mati. Dan kesialan Junmyeon dan Eunha dimulai dari matinya salah satu pengawal beta yang bekerja di rumah Jungkook saat itu.

Pemecah rumus dari rekaman CCTV yang dibekukan adalah pacar dari beta yang mati dibunuh oleh Junmyeon pada saat itu.

Junmyeon dan Eunha akhirnya bertengkar, membuat alpha yang tengah emosi itu reflek mendorong tubuh Eunha hingga membentur lemari pajangan yang terbuat dari kaca hingga jatuh, pecah. Dan pecahan dari kacanya mengenai hampir semua badan Eunha.

Entah mati atau hidup, Junmyeon tak tahu, dan Junmyeon pun juga tak perduli. Ia pergi setelah itu mencoba menyelamatkan dirinya sendiri.

 Ia pergi setelah itu mencoba menyelamatkan dirinya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang