Sekali lagi nama ku, Risa Alfiansh.
.
Tidak bisa bergerak apa-apa selain meringkuk lemas diatas lantai, seluruh tubuh penuh dengan rentetan luka. Pria itu menyiksa secara membabi buta tanpa memikirkan perasaan, emosinya meluap tanpa terkendali melampiaskan seluruhnya pada ku.
Menangis dan berteriak hanyalah sia-sia sama sekali tidak berguna. Melontarkan sederet kalimat kasar yang tak pantas diucapkan.
Memukul dengan tangan, menendang dengan kaki, ikat pinggang yang dicambuk mengenai punggung, beberapa kali kepala dibenturkan hingga kehilangan kesadaran ku.
Aku terbangun dalam posisi meringkuk seperti ini. Pria itu sudah tidak ada dihadapan ku sekarang, entah kemana dia tapi yang jelas dia tidak ada disini.
Kesalahan yang tak sengaja ku perbuat adalah dimana membawa minuman yang salah. Papa meminta dibuatkan teh tapi aku hanya membawa air putih kosong. Papa jelas marah, yang pertama dia melemparkan cangkir itu tepat diwajahku dan detik berikutnya aku akan disiksa.
Hanya karena itu Papa menyiksaku seperti ini, ini benar-benar sungguh sangat tidak masuk akal. Apa mungkin karena Papa lelah sehabis bekerja, stress dan melampiaskan segala kekesalan nya di kantor.
Tetap tidak masuk akal.
Kepala ku berdenyut hebat, berusaha untuk tetap bangkit tapi tidak bisa. Rasanya ingin mati saat ini juga, mencoba untuk memaksakan bangkit dari tempat ini sekarang tapi tak bisa.
Suara mengerikan itu kembali terdengar, “mau sampai kapan kau seperti itu?” tanya Papa bengis, sekali lagi dia menendang perutku hingga posisi badan terbalik. “tidak usah berpura-pura, cepat bangun!!” hardiknya, “dasar perempuan bodoh”
Dia tidak mengerti dengan yang ku rasakan sekarang, dia tidak mengerti seberapa sakitnya siksaan yang diberikan nya, tentu aku tidak mau jika pria itu kembali akan menyiksaku lagi. Mencoba untuk berdiri walau terpaksa, aku pasti akan bisa berdiri.
Semakin hebat, aku terus-terusan memegangi kepala, rasanya seakan hampir pecah dan segera membersihkan tumpahan air dan pecahan cangkir.
Dengan pandangan sedikit kabur berusaha mengembalikan kesadaran yang terenggut mencoba mengambil sapu dan pengki membersihkan setiap serpihan kaca yang menyebar.
Papa berdiri mengawasi, kedua tangan nya melipat kearah dada akan tatapan tajamnya terus mengawasi ku agar tak lalai dari tugas.
Lalu berikutnya mengambil sebuah kain lap untuk mengepel berupaya mengeringkan tumpahan air yang menyebar, ada yang mengharuskan ku berhenti sejenak ialah dimana kepala terasa berdenyut kembali mana mau tak mau harus berhenti sejenak.
Pelan pelan, lalu dilanjut. Sesekali meringis tak sadar telah membuat telinga pria itu merasa jengah. Mendengar setiap ringisan yang keluar dari bibir ku membuat pria itu merasa jengah.
Bayangan besar semakin dekat, cepat-cepat membersihkan tumpahan itu.
“tidak perlu berpura-pura sakit. Itu hanya akal bulusmu, cepat bersihkan! Jangan lelet!”
“iya Papa”
Oh shit, aku lupa. Seharusnya aku tidak menyebutkan panggilan itu. Dia seketika mencengkram kedua bibirku, hingga berdarah. Mata saling kami bertemu dengan sorot pandang berbeda. Antara netra hazel memandangi segala ketakutan akan sorot mata tajam onixy. Wajah kami bertemu, wajah Papa yang tampan nan tegas akan garis pipi yang membantu.
Tidak. Tidak. Aku tidak mau merasakan siksaan itu kembali.
“maaf... tadi itu saya tidak sengaja...” lirihku, aku mencoba untuk meminta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Risa
RandomSebuah harapan kecil yang dimiliki oleh gadis itu. Sembari menitikkan air mata, kedua netranya memandang langit mendung. Duduk di bangku taman sendirian tanpa ditemani oleh seorang teman pun, sendirian tidak ada siapa-siapa terkecuali dirinya. Terl...