|4|

114 19 1
                                    

Minggu ini. Kepalaku semakin pening saja.

Pertengkaran antara Papa dan paman, mereka saling beradu argumen, salah satu diantara mereka memegangi lengan tangan ku agar paman bisa membawaku kabur dari sini. Aku berharap paman bisa membawaku untuk pergi selamanya dari sini tapi nyatanya tidak bisa.

Aku harus merasakan kecewa berulang kali. Tidak tahu kapan aku akan bisa pergi dari sini, dan ketika kami berlari Papa sudah menghadang lebih dulu dan kembali mengambil alih diriku. Ia tidak akan rela jika paman membawaku kabur.

Papa memegangi lengan ku teramat kasar, entah kenapa pria yang gemar menyiksaku ini tidak akan membiarkan ku untuk pergi dari sini. Sebagai gantinya paman lah yang lagi-lagi berakhir akan di usir.

Pertemuan kami selama lima jam itu berakhir dengan pertengkaran, antara membawa kabur atau mempertahankan. Apa maksud dari pria itu yang tetap menahan ku bahwa dia tidak pernah memperlakukan ku secara baik. Apa maksudnya?

Inilah yang membuat ku pening memikirkan itu.

Pria yang merupakan Papa kandungku sendiri memperlakukan ku bagaikan budak rendah dibawahnya, ia menyuruh ku untuk bekerja, bekerja, bekerja hanya dibayar dengan satu porsi makanan. Makanan yang diberikan nya juga bukan termasuk yang layak untuk dimakan. Nasi dengan porsi yang sedikit dan juga lauk sisa.

Orang yang paling banyak berjasa itu adalah paman Haris. Dia memberiku uang saku selama satu Minggu disertai dengan lebihan agar aku bisa makan dengan layak, adik dari Papa itu yang sudah menyekolahkan ku dan tak tanggung-tanggung dia datang sebagai wali murid. Ketika kunjungan walikelas kerumah tiap-tiap siswa siswi pada hari libur dia akan siap mendengarkan segala perkembangan ku disekolah.

Bagaimana di sekolah, apakah aku mengikuti pembelajaran dengan baik, hubungan antar pertemanan dan lain-lain sebagainya seputar aku berada disekolah. Paman mangut-mangut dan beruntung bu guru menjelaskan tentang diriku dengan sisi positifnya.

Masalah nilai, nilaiku cukup lumayan. Helena yang terkadang memberikan jawaban contekan saat ulangan begitu juga dengan Alice jika ada soal yang tak ku pahami.

“Tingkatkan lagi belajarnya” seperti biasa bu guru menambahkan kata itu sembari menyeruput teh hangat, tangan nya memegangi cangkir menatap lawan bicaranya lalu meletakkan cangkir itu kembali diatas piring kecil, “Helena anak yang mudah memahami dengan cepat, kemampuan Akademisnya lumayan” bla, bla, bla, begitulah yang dia katakan.

Hanya saja yang tidak ingin ku dengar, bu guru yang terus memperhatikan setiap luka lebam di wajahku menanyakan apa yang terjadi sehingga paman bingung untuk menjawabnya. Kami berdua sepakat untuk berbohong atau aku yang menyuruh paman tidak mengatakan apa yang terjadi sesungguhnya.

Dia berulang kali berjanji akan membawaku kabur sejauh mungkin dari Papa, Papa yang selalu mencegah dan berhasil mempertahankan. Pilihan nya hanya ada dua, kabur atau bertahan.

Bukan nya aku tidak sayang Papa, sekali lagi. Aku hanya ingin menikmati hidup bebas jauh dari penyiksaan.

Dengan itu mungkin paman akan memberitahu semuanya, memberitahu bahwa aku disiksa oleh ayahnya sendiri hingga orang-orang menatapku dengan iba membuat nama ayah jelek dimata siapapun yang mengenalinya.

Jika aku berhasil pergi bersama paman, pergi jauh ada kemungkinan terburuk yang ku pikirkan.

Pria itu bisa menculik ku kembali kapan saja dan membuat paman tertuduh hingga masuk kedalam penjara. Memutar balikan fakta yang sebenarnya dan aku tidak mau hal itu akan terjadi. Tidak, tidak mau. Aku tidak mau.

Aku sayang paman.

Apa mungkin ada maksud lain mengapa Papa mencegahku untuk kabur dari rumah ini. Takut jika paman melaporkan pada polisi dan berakhir memenjarakan Papa. Aku yakin pasti itulah yang di pikirkan Papa. Pria dengan segala kebencian nya ditunjukan pada ku, selain alasan itu mana mungkin dia bisa kabur.

RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang