21. Duka

25 3 0
                                    

Suasana menjadi canggung diantara sintya dan cakra, sebisa mungkin sintya menghindari cakra. Bukan berarti menolak cakra, ia hanya tidak ingin dulu membuka lembaran hati untuk orang lain. Ia takut orang baru itu hanya akan menjadi tempat pelariannya saja. Ia akan membuka hati ketika ia sudah siap. Ia hanya tak ingin membuat orang lain terluka,

Sudah lebih dari seminggu sintya menghindari cakra, cakra juga merasakan perubahan dari sintya yang biasanya cerewet dan ceria menjadi pribadi yang lebih kalem dan pendiam.

" apa aku membuatmu tidak nyaman" tanya cakra dalam hati.

Ia juga akhir-akhir ini tidak nyaman dengan keadaan ini. Ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta dulu. Sekalian ia harus menyerahkan laporan pertanggung jawaban. Ia memutuskan untuk menemui sintya dahulu sebelum pergi supaya nanti jika ia kembali suasana nya tidak seperti ini lagi.

" sin, eh maksutnya dokter" cakra memegang lengan sintya saat ia akan pulang

" maaf kra, aku butuh waktu" melepaskan tangan cakra

" engga sin, aku ga pengen bahas itu kok, aku Cuma mau pamit sin"

" pamit??. Maksut kamu?"

" aku akan ke jakarta sebentar untuk menyerahkan hasil laporan pertanggungjawaban, aku Cuma berharap ke canggungan kita nanti tidak terjadi lagi. Kalo kamu memang tidak mau tidak papa sin, tapi jangan menghindar ya. Itu jauh lebih sakit dari pada kamu menolakku" cakra melepaskan tangan sintya dan pergi begitu saja, sementara sintya mematung bingung dengan perasaannya, antara perasaan bersalah atau perasaannya yang sudah mulai membuka hatinya. Sulit baginya untuk membaca keadaan setelah sekian lamanya ia lupa bagaimana cara menerima orang baru dihidupnya.

" kenapa aku baru saja merasakan kehilangan lagi, aku harap kamu segera kembali" kata sintya dalam hati

Keesok harinya. Semua berjalan seperti biasanya, hanya saja sintya tidak dapat melihat cakra yang biasanya melewati puskesmas sekedar unttuk mengantar minum dan mengantar yang lainya. Dia selalu datang membantu sebisanya, atau bisa dikatakan ia selalu datang untuk melihat sintya sedang bekerja.

Kesepian, itulah yang dirasakan sintya.

" dok"

" eh mira ada apa?"

" ada pasien dok, di desa sebelah. Jalannya lumayan terjal dok."

" pasien nya kenapa mir?, apa dia tidak bisa kesini ?"

" dia lumpuh dok, dan menderita kaki gajah. Akan sulit untuknya pergi ke puskesmas sendiri, keluarganya juga sudah tidak mau mengurusnya lagi. Dia sebatang kara dokter"

" ahh... baiklah.. aku akan kesana dengan aisyah. Kamu jaga-jaga di puskesmas kalo ada yang berobat"

" beneran gapapa dok?, nanti kalo terjadi apa apa dengan dokter gimana?"

" kan ada aisyah"

" baik dok, saya akan mempersiapkan alat-alat yang kira-kira dibutuhkan"

" hmm.."

Aisyah berjalan berdampingan dengan sintya yang sudah bercucuran keringat. Mereka sudah berjalan selama 45 menit. Sintya memakai jam pemberian dari kakak pertamanya.

" masih lama kah ?"

" iya dokter. Soalnya jalan yang biasanya rusak. Kemaren kena tanah longsor, warga dilarang lewat sana karena ditakutkan ada longsor susulan. Jadi kita lewat sini"

" akhir akhir ini memang cuacanya agak kurang bagus.."

Setelah berjalan selama 1jam 15 menit. Sintya sampai di pemukiman penduduk. Sebelum sampai di rumah pasien sintya melihat anak kecil yang ia temui saat pertama kali kesini.

Berhenti  DisiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang