***
Seoul Hospital, 18.56 KST.
Seorang siswaa tengah duduk gelisah di sebuah ruangan. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dinginnya. Sesekali ia menghembuskan napasnya kasar. Ia benar-benar tak habis pikir pada gadis yang sedang diperiksa di dalam sana. Bisa-bisanya, ia berlari di tengah hujan deras demi menyelamatkan seorang bibi yang hampir tertabrak truk kontainer. Akhirnya ia berdiri dari duduknya ketika seorang berjas putih keluar dari ruangan tersebut. Rambut basah yang menutupi setengah wajahnya tak dihiraukannya.
"Dokter, bagaimana keadaannya?"
Orang yang dipanggil dokter itu tersenyum. Ia memegang pundak lelaki itu.
"Dia baik-baik saja, hanya kepala belakangnya yang sedikit terbentur trotoar. Untunglah kau membawa kekasihmu tepat waktu."
Pria itu tersentak saat dokter tersebut mengatakan jika gadis yang masih tak sadarkan diri di dalam adalah kekasihnya. Tapi ia bersyukur gadis di dalam ruangan itu tidak terluka parah.
"Dia belum sadar karena benturan itu. Mungkin beberapa menit lagi, ia akan siuman. Jaga dia, Kim Taehyung." Ujar dokter tersebut. Setelahnya ia berlalu.
Taehyung melangkah mendekati kaca di pintu ruang rawat itu. Perlahan ia memutar knop pintu. Taehyung masuk dalam diam. Ia duduk di kursi samping ranjang gadis itu. Ia melepaskan almamater seragamnya yang basah dan meletakkannya di sandaran kursi.
"Bodoh."
Tangannya terulur menyingkirkan anak rambut yang menutupi sedikit wajah cantik Hyehyun. Taehyung tersenyum melihat wajah manis itu tak tergores sedikit pun. Tangan dinginnya beralih pada jemari kecil di depannya, Taehyung menggenggamnya. Raut khawatirnya belum juga sirna dari wajah tampannya. Taehyung terkejut akibat pergerakan kecil dalam kungkungan telapak besarnya. Ia segera melepasnya lalu beranjak. Sampai di pintu, ia berpapasan dengan seorang suster.
"Tunggu, anda mau kemana?"
"Ehm, saya harus pergi. Ah, biaya untuk gadis ini dan bibi tadi, saya yang menanggungnya. Tolong tulis, atas nama Kim Taehyung. Oh! Satu lagi, jangan beritahukan pada gadis itu ataupun bibi, terima kasih." Ucap Taehyung cepat.
Usai mengatakan hal yang membuat suster itu terdiam, ia pergi. Suster itu hanya menuruti perkataan Taehyung tanpa mengelak lagi. Suster itu menghampiri ranjang dengan gadis yang berbaring lemah di atasnya.
"Suster."
Suster yang tengah mengecek denyut jantung gadis itu, menoleh. Suster tersebut tersenyum penuh arti. Gadis itu masih berusaha mendudukkan diri seraya mengumpulkan kesadarannya.
"Anda sudah sadar, nona Nam."
"Iya."
Hyehyun meraba sampingnya. Ranjang di sisi kirinya basah. Ia mengerutkan dahinya, ah mungkin karenanya yang kehujanan. Tetapi ia melihat kursi di samping juga basah.
"Suster, kenapa di sini basah?"
Suster itu tersenyum lagi. Ia teringat pada seorang lelaki yang baru saja keluar.
"Tadi ada pacarmu di sini. Ia basah kuyup, mungkin karena kehujanan saat membawamu ke sini."
Hyehyun berpikir sejenak. Suster dengan rambut sebahu itu menampakkan eye smile-nya saat melihat ekspresi tak mengerti Hyehyun.
"Pacarmu juga yang membiayai pengobatanmu dan ahjuma yang masuk bersamamu."
"Pacarku? Siapa?"
Suster itu hendak menjawab namun terpotong oleh pekikan Hyehyun.
"Tunggu! Bibi? Dimana bibi tadi?"
"Di... Dia ada di kamar sebelah."
Hyehyun tak menghiraukan larangan suster agar tidak berlari. Suster itu menghela napas saat Hyehyun telah menghilang dari pandangannya.
***
Hyehyun membuka sebuah pintu berwarna putih. Di sana terdapat seorang bibi yang ia selamatkan sore tadi. Tanpa ragu, ia mendekatinya.
"Bibi, tidak apa-apa?" Ucap Hyehyun sambil memperhatikan perban yang melilit kepala bibi itu.
"Tidak apa-apa, terima kasih sud-"
"Jadi kau yang membuat ibuku jadi seperti ini?"
Hyehyun membalikkan badannya. Di ambang pintu, Minji menatapnya tajam. Minji mendekati Hyehyun yang masih terpaku.
"Ibu?"
"Ibu, apa benar dia yang membuatmu seperti ini?" Tanya Minji pada ibunya. Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, ia langsung mencengkeram tangan kiri Hyehyun.
"Beraninya kau!"
"Tunggu, Minji!" Sentak ibunya.
Minji menghentikan aksinya. Ia memandang ibunya yang kini melayangkan tatapan marahnya.
"Sejak kapan kau kasar seperti ini pada temanmu?"
"Tap-"
"Temanmu ini yang menyelamatkan ibu!"
Minji menutup mulutnya seketika. Hyehyun sedari tadi masih diam menyaksikan pertengkaran ibu dan anak di depan matanya. Minji mengalihkan tatapannya pada Hyehyun. Namun sepertinya otak gadis ini kembali berfungsi lambat karena ia hanya menampilkan muka bodohnya.
***
"Woohyunnie, kemana Hyehyun? Apakah dia ada les tambahan atau dia mengikuti ekskul?"
Jihyun menghujani Woohyun dengan pertanyaan cepatnya. Jika hanya sekali tak apa, Woohyun wajar. Namun, yang membuat Woohyun malas menanggapinya adalah, noona-nya itu bertanya sejak dua jam yang lalu tanpa berhenti. Ditambah ia yang mondar-mandir di depan pintu rumah. Tentu saja Woohyun merengut kesal.
"Woohyun, ini sudah dua jam. Tapi kenapa Hyehyun belum juga pulang?"
Woohyun masih sibuk dengan laptopnya. Berusaha mengabaikan kakaknya.
"Woo-"
"Noona tak bisakah kau diam?" Sela Woohyun tak tahan.
"Tapi Hyehyun-"
"Bisakah kau diam? Duduk manis seperti ibu? Sudah dua jam kau berjalan bolak-balik. Sudah dua jam juga kau bertanya hal yang sama. Duduk dan diamlah! Hyehyun akan pulang!"
Ibu mereka yang tak tahan pun menceramahi Jihyun sedemikian rupa. Jihyun menuruti apa kata ibunya. Memang diantara seluruh anggota di rumah itu, hanya Jihyun yang berlebihan. Oh, lihatlah Taehyun. Ia bahkan dengan santainya bermain gitar. Ayahnya sendiri sedang menonton televisi bersama ibunya.
Mereka memang sedang berkumpul di tengah hujan yang belum juga reda mengguyur rumah besar tersebut. Bukannya mereka tak peduli, mereka hanya berusaha tenang dan berpikir positif. Jika sampai nanti malam Hyehyun tak kunjung pulang, barulah mereka mulai mencari. Seperti itulah keluarga Hyehyun.
***
"Terima kasih."
Dengan agak gugup, Minji membuka pembicaraan. Hyehyun yang tadinya sedang meminum teh hangat, kini menatap Minji. Hyehyun menyimpulkan senyum manisnya.
"Untuk apa?"
Minji menepuk pelan jidatnya. Hyehyun masih sama seperti dulu. Ia masih saja polos atau mungkin ia memang bodoh?
"Ck, terima kasih telah menyelamatkan ibuku."
Hyehyun mengangguk mengerti. Gadis itu kembali menyeruput teh hangat di hadapannya.
"Dan maafkan aku selama ini... Maaf telah jahat padamu. Aku minta maaf, aku tidak tau jika kau masih peduli padaku, maaf."
Mata hazel Hyehyun menatap wajah menyesal Minji. Hatinya luluh, tapi ia mengingat sesuatu.
"Kali ini apalagi?"
"Maksudmu?"
Hyehyun menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya. Ia membenarkan posisi duduknya. Menyilangkan kedua tangannya di atas meja.
"Apakah ini salah satu trikmu lagi?"
Minji diam. Ia bahkan melupakan tentang acara balas dendamnya. Perlahan Minji menggenggam kedua tangan Hyehyun.
"Sungguh, kali ini aku benar-benar menyesal, Hyehyun."
Hyehyun menatap mata Minji dalam. Ia mencari kebohongan dalam mata kecokelatan yang belum berubah dari dulu. Hyehyun tersenyum riang saat ia tak menemukan sepercik dusta pun dalam mata itu. Hyehyun mengangguk mengiyakan. Minji dapat bernapas lega mendapatkan maaf dari Hyehyun.
Hyehyun telah percaya pada Minji. Hyehyun selalu mempercayainya karena ia tau, Minji tak pernah berubah. Hanya saja sampai sekarang ia belum tau alasan Minji membencinya beberapa waktu lalu.
"Apakah kita kembali berteman?"
"Bukankah dari dulu kita masih teman? Oh, aku ingin bertanya satu hal."
Air muka Minji seolah mengatakan 'apa' tanpa perlu mengeluarkan suaranya. Hyehyun meneguk habis teh di gelasnya sebelum melanjutkan kata-katanya.
"Apa alasanmu membenciku kemarin?"
Minji mendengus, ia kira tentang apa. Ternyata perihal masa lalu yang tak ingin dibahasnya. Meski ia tak ingin mengingatnya lagi, demi sahabatnya yang dulu, ia akan bercerita.
"Sebenarnya bukan salahmu. Apa kau ingat Kim Seokjin?"
Hyehyun menanggukkan kepalanya.
"Aku menyukainya dulu. Kau tau sendiri, aku tidak bisa menyimpan perasaan terlalu lama. Jadi, dengan seluruh keberanianku, aku menyatakan perasaanku padanya di jam istirahat. Tapi mirisnya, ia menolakku. Untung saja aku tidak melakukannya di depan banyak orang. Hatiku sakit, dia pergi begitu saja."
Hyehyun mendengarkan baik-baik cerita Minji. Minji mengambil oksigen sejenak.
"Saat pulang sekolah, aku melihatnya bersamamu di depan gerbang sekolah. Aku mendengar dia menyatakan perasaannya padamu. Dia bilang, dia menyukaimu. Padahal kau juga sudah tau, aku menyukainya sejak lama. Entahlah, mulai saat itu aku membencimu."
"Bodohnya aku, saat itu aku tidak mendengarkan jawabanmu, aku langsung pergi. Disitulah kesalahanku tapi, Taehyung bilang padaku jika kau menolaknya. Apa itu benar?"
Hyehyun sedikit terkejut ketika nama Taehyung disebutkan.
"Taehyung?"
Minji membenarkan. Kali ini, Hyehyun yang membuang napas.
"Iya, aku menolaknya. Aku menolak Kim Seokjin karena, dari dulu aku sudah menyukai Kim Taehyung, sepupunya. Ah, darimana Taehyung tau tentang itu?"
"Seokjin yang memintanya untuk menunggunya."
Hyehyun hanya ber-oh ria mendengar jawaban Minji.
"Lalu, bagaimana hubunganmu dengan Taehyung?" Hyehyun berujar lirih.
"Ambil saja, kita sudah mengakhiri dramanya. Dia memang milikmu."
"Drama? Maksudmu?" Tanya Hyehyun.
"Tanpa kusadari, ternyata dia sudah tau tentang motif balas dendamku padamu. Dia mencintaimu sekarang, Hyehyun." Jelas Minji seraya mengulas senyum.
"Dia? Mencintaiku? Tak mungkin." Elaknya.
"Lagipula kalian cocok." Lanjutnya.
Minji mendengus. Ia menenggak setengah dari jus jeruk di hadapannya. Menatap Hyehyun dengan tatapan yang sulit dimengerti.
"Cocok darimananya. Dia menyebalkan! Kuharap dia tidak seperti itu padamu."
Hyehyun tertawa lemah. Ia memutar-mutar cangkirnya.
"Permisi..."
Sebuah suara lembut memecahkan keheningan di antara mereka berdua. Hyehyun mengalihkan pandangannya pada seorang suster yang menyapa mereka. Suster itu tersenyum lalu memberikan sesuatu pada Hyehyun.
"Ini mungkin milik pacarmu. Ini tertinggal di kamarmu tadi."
Hyehyun memandangi benda yang berada di tangannya. Ia memperhatikan benda tersebut saksama. Benda tersebut sama seperti miliknya.
"Pacar?" Tanya Minji pada suster itu.
Suster itu mengukir senyumnya sebelum akhirnya berpamitan. Minji menatap Hyehyun penuh tanda tanya. Sedangkan yang ditatap, lagi-lagi menampilkan muka bodohnya.
"Apakah Mark kesini?"
"Mark? Entahlah." Jawab Hyehyun lesu.
"Hei! Lagipula, Mark juga bukan pacarku."
Minji membulatkan matanya. Detik berikutnya, mata kucing tersebut berbinar memancarkan harapan.
"Tapi kemarin kalian kencan?"
"Hanya kencan, kan. Dia hanya teman laki-lakiku."
Minji mengangguk lagi. Hyehyun seperti mencari sesuatu di benda yang dipegangnya. Ia menemukan sebuah name tag di saku almamater yang sama dengan seragam sekolahnya.
Hyehyun memunculkan ekspresi terkejut yang justru terkesan bodoh di depan Minji. Tentu saja Minji ingin tau apa yang membuat Hyehyun memasang muka konyol itu.
"Ada apa?"
"K-kim Tae-taehyung, Kim Taehyung." Ucap Hyehyun pelan dan terbata.
Memori otaknya memutar kembali pada kejadian sebelum ia tak sadarkan diri. Ia melihat bayangan seorang pria. Tak terlalu jelas, namun ia yakin mengenalnya dan suara berat pria itu benar-benar tak asing baginya.
"Minji, aku harus pergi."
***
Hyehyun berlari menuju tempat yang ia tak tau akan kemana. Ia hanya menuruti kaki mungilnya. Hyehyun terus berlari menerobos hujan di Seoul yang bahkan belum berhenti sejak sore tadi. Seragam sekolah melekat ditubuhnya yang hampir mengering kembali basah. Ia tak memperdulikan buku-buku dalam tas di punggungnya.
Hari menjelang gelap, tapi Hyehyun tak peduli itu. Hujan deras diiringi petir yang menyambar-nyambar, namun ia tak takut. Ia berlari sampai terhenti di sebuah halte tak jauh dari sekolahnya, matanya menangkap objek disana.
Seorang pria yang sedang meringkuk menutup kedua telinganya. Hanya ada dia disana. Tanpa menunggu lagi, ia menghampiri sosok itu.
"ARGH!"
Dalam jarak beberapa meter, Hyehyun dapat mendengar jelas teriakannya. Tanpa ia suruh, air matanya mengalir, ia semakin mendekati pria tersebut. Hyehyun tak kuat lagi. Ia terduduk dan langsung memeluknya, Kim Taehyung. Hyehyun memeluknya dan menangis disana. Taehyung terkejut saat seseorang tiba-tiba memeluknya erat.
Taehyung membalas pelukan Hyehyun lebih erat ketika mendengar suara petir yang menggelegar. Ia memekik tertahan. Dalam ketakutannya, ia mendengar sebuah bisikan hangat dari gadis yang mendekapnya. Walaupun dengan suara khas orang menangis, Hyehyun membisikkan sesuatu tepat di telinga Taehyung.
"Tak apa, ada aku di sini. Jangan takut."
Hyehyun melepas pelukannya. Ia menangkup wajah Taehyung, lalu menatap mata sendu itu.
"Jangan takut, aku di sini." Ucapnya seraya menghapus air mata di wajah tirus Taehyung. Lelaki itu mengangguk.
Tepat di seberang jalan, seorang pria lain tengah menatap pilu pada adegan di depannya. Dia merutuki dirinya yang keluar di tengah hujan hanya untuk membeli makanan ringan. Seharusnya ia menggunakan mobil untuk ke supermarket. Ia tersenyum miris.
"Dia memang bukan untukku."
***
To be continue

KAMU SEDANG MEMBACA
200% [COMPLETED]
Fanfiction"Tak ada kata lelah untuk menunggumu." -Hyehyun "Terserah, jika itu maumu." -Taehyung