CHAPTER 4 - THE MISSION

107 36 119
                                    

Cuma dikit, jadi pelan-pelan aja bacanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cuma dikit, jadi pelan-pelan aja bacanya. ENJOY GUYS 🤩

***

Selain akibat keteledoran, disertai oleh buru-buru dalam meninggalkan rumah Shinjuku, ia justru meninggalkan ponselnya. Mau tak mau, sore sepulang kerja ia harus menyempatkan menghampiri hunian Ayahnya, usai menyempatkan mampir di rumah orang tua Akira, karena seringkali orang tua sahabatnya itu mengharapkan kehadirannya.

Derapnya hendak memijaki tangga, ketika punggung yang cukup familier itu menarik dirinya untuk mendekat. Tanpa permisi pula Hiro menempatkan dirinya di samping Sotha yang memandang sesuatu tanpa benar-benar memandang.

Yakin sekali isi kepalanya kosong, kehampaan yang menguasai benak cukup menjadi alasan akhir-akhir ini ia sama sekali tak pergi bekerja.

Tangannya menepuk lutut Sotha, demi menyadarkan pun, mengusir lamunannya, "Sampai kapan kau akan seperti ini, Sotha?" Hiro bertanya seperti seorang kakak, walau pada dasarnya ia adalah kakak tiri Sotha.

Tanda tanya besar menggantung pada kepala Sotha.

"Sampai kapan kau terpuruk, kau harus kembali ke kehidupan normalmu. Seperti sebelum kejadiaan mengenaskan itu menyerang," Hiro menambahkan.

"Apakah Hiro-kun tak sedih ketika Akira-kun meninggal?" Sotha bertanya dengan suara beratnya.

Senyum getir turut mewarnai air muka Hiro, "Aneh jika kau bertanya seperti itu," kelakarnya. "Dia satu-satunya sahabat dekatku dan kuanggap melebihi itu. Kami tumbuh bersama dari kecil hingga dewasa."

Terlihat benar luka yang belum mengering di benak Hiro kembali menyayat hingga titik terdalam akibat pembahasan itu tercipta di antara mereka. "Tapi, kita harus bangkit dan tak membiarkan diri kita terdiam di suatu tempat dalam waktu yang lama," saran Hiro. "Membiarkan diri sendiri terjebak pada momen yang menyakitkan itu sangat menyiksa."

Terbentuk jeda sejenak, dalam diam Sotha memandang pancaran mata Hiro yang tak terlepas dari guratan pedih.

"Jadi kembalilah bekerja, jika kau tak menyukai pekerjaanmu atau kehilangan semangat bekerja karena Ibumu, carilah alasan lain," terang Hiro, tak ingin Sotha kehilangan arah lebih lama, atau berharap laki-laki itu menemukan ribuan alasan untuk melangkah maju demi membelakangi masa-masa kelam.

Ryuichi Hiro tahu benar, kadangkala terlalu penurut terhadap keputusan yang dibuat orang lain tak menimbulkan efek jangka panjang yang positif.

"Tata ulang hidupmu, lakukan apa yang benar-benar kau sukai, seperti kakakmu. Dia itu walau cengeng, tetap akan kembali bangkit walau terpuruk. Dan tak akan membiarkan dirinya terjebak oleh momen itu berlarut-larut," urai Hiro.

Diam-diam seulas senyum hangat menyertai penggalan kalimat laki-laki itu, meski ekspresi itu hanya ia biarkan terlintas sekilas. Tapi tetap saja mata elang Sotha mampu menangkap bahkan memaknai.

One More LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang