Ributnya isi kepala rupanya mengambil alih separuh kesadaran Etsuko Kana. Karena berkecamuknya benak ia lebih memilih menempatkan dirinya di kafe langganan yang terletak di seberang firma hukum tempatnya bekerja, daripada bergegas pulang dan justru kesunyian rumah yang menyambutnya.
Segelas espresso yang semula panas telah mengeluarkan semua uapnya hingga titik terakhir. Walau begitu belum ada tanda-tanda baginya untuk menyentuh espresso yang telah dingin. Seakan kopi itu hanya sebuah alasan supaya ia dibiarkan duduk berlama-lama di tempat ini.
Matanya sesekali ia jatuhkan pada pesan Zoe Sachi yang dikirimkan sahabatnya itu beberapa hari silam. Hingga detik ini ia masih dikuasai oleh keraguan dalam menjawab. Bukan bermaksud pula baginya untuk menyiksa benak Zoe Sachi lebih jauh.
Lagi, pada akhirnya ia lebih memilih mematikan ponsel, dan menoleh ke luar. Detik itu, ia tertegun luar biasa dan nyaris saja melompat heboh akibat dipaparkan oleh sosok sahabatnya yang berdiri di luar kafe, tepat di depannya, mematutnya lurus-lurus dilengkapi dengan ekspresi kesalnya.
Belum sempat Kana meredakan tercengangnya, gadis berambut coklat itu telah melenggang masuk, berjalan seakan hendak menerjangkan, dan duduk tanpa dipersilahkan di depannya.
"Puas, ya mengabaikanku!" desis Sachi sebal.
Herannya Kana sama sekali tak menjumpai nada kebencian yang sepatutnya dilayangkan gadis itu atas segala ungkapan jahatnya.
"Kau ... kau, mengapa tiba-tiba muncul di sini?" Terbata-bata Kana menyahut.
Sambil kembali menata helai rambutnya yang sempat dikacaukan oleh embusan angin musim panas, ia kembali mendengus. "Kau juga, mengapa beberapa hari yang lalu tiba-tiba muncul di patisserie-ku. Melancarkan omongan-omongan yang menyinggungku walau itu fakta?"
Kini mata amber itu semakin menajam, seakan sanggup menghabisi Kana hanya melalui sebuah tatapan.
Belum sempat Kana membalas, gadis itu bangkit secepat kilat. Kana pikir sebuah tamparan atau pukulan akan didaratkan pada wajahnya demi membalas omongan jahatnya, tapi gadis itu justru membungkuk di depannya.
"Astaga, apa yang kaulakukan?" Kana memekik terkejut. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri berharap tak ada yang memerhatikan mereka. Bagaimanapun ini wilayahnya, bisa jadi rekan kerjanya berkeliaran di sekitarnya. Dan timbulah rumor miring tentangnya.
"Maafkan aku, Kana-chan," ucap Zoe Sachi sepenuh hati.
"Maaf?"
Zoe Sachi mengangguk. "Maaf, atas segalanya. Maaf telah menjadi penghalang bagi Kana dan Akira-kun."
Kana mendesah berat. "Sudah, sudah, duduk saja. Mari berbicara."
Gadis itu mengangguk cepat, dan duduk dengan patuh di depan Kana.
Entah mengapa rasa kesalnya terhadap Sachi menguap seketika. Lagi pula, Kana juga masih merasa bersalah akibat omongan kejamnya di pertemuan terakhir mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Light
RomanceDia rela mengorbankan hidupnya, untuk mengubah masa lalu ibunya. Dia rela terhapus memorinya, untuk menyelamatkan adiknya. *** Kecelakaan tragis di hari pernikahan yang menewaskan Ibu dan Calon Pendamping Hidupnya, membuat gadis itu dan adiknya te...