CHAPTER 29 - CLOSER to the DAY

65 8 135
                                    


"Sachi!" panggil Hiro. "Kita perlu bicara!"

Gadis itu menahan langkahnya sejenak, walau tak berbalik. "Mengenai?" Curiga bahwa yang hendak dibahas adalah gadis itu, ia segera menambahkan. "Itu urusanmu, bukan? Sama sekali tak ada sangkut pautnya denganku."

Bodohnya ia tak sanggup menahan nada ketus dalam suaranya. Jika seperti ini semudah itu Hiro dapat membaca hatinya, bahwa ada kecemburuan hebat yang bergejolak di dalam sana.

"Bukan mengenai itu," sahut Hiro. "Benar, itu memang urusanku."

Menyadari tebakannya meleset, dan Hiro tak berniat membahas bersamanya mengenai yang barusan terjadi di bawah, denyutan di benak kian menjadi.

"Lalu?"

"Mengenai itu, keputusanmu mengenai sesuatu yang bakal menghapus ingatan kita."

Desiran dingin mengalir di tengkuk Sachi. Benar, sudah pasti itu yang hendak dibahas Hiro, di saat ia terus-terusan melarikan diri ketika laki-laki itu berniat merundingkan atau mempertanyakan padanya.

"Jangan sekarang." Kepalanya ia tundukkan cukup dalam, telinganya dapat mendengar kaki Hiro berderap memangkas jarak. "Bisa kita bahas di lain waktu?"

Hiro menggeleng, tapi Sachi tak melihat. Ketika ia hendak bersuara, gadis itu telah melesat cepat memasuki kamarnya. Tapi tangannya buru-buru bergerak cepat, menahan sebelum pintu itu ditutup paksa.

***

Pandangan mata menusuk milik gadis itu berpindah dari mata Hiro lalu ke lengannya yang dicengkeram kuat. "Kau jangan bertindak gila, ya!"

Apa-apaan posisi ini sangat berbahaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa-apaan posisi ini sangat berbahaya. Ditambah seenaknya sendiri ia memasuki kamar Sachi. Sedangkan di rumah yang sama juga ada Ibunya dan gadis itu. Dia tak sedang mengundang maut, 'kan?

Mungkin ini pertama kalinya ia hilang akal sampai tak tahan untuk memaki gadis itu. "Jika aku tak seperti ini, kau akan menghindar terus-terusan. Kita perlu merundingkan seperti sebelumnya." Dengusan kasar Hiro sampai pada dahinya, di jarak sedekat itu. "Kita selalu memutuskan bersama-sama, tapi mengapa sekarang-"

"Lepaskan tanganku!" berontak gadis itu, dapat dirasakan tekanan yang begitu kuat di lengannya, selaras dengan besarnya kekecewaan Hiro.

"Mengapa kau selalu memutuskan sendiri?" Dari pada marah, kini wajah itu lebih nampak seperti pasrah.

Saat itu juga, ketika tiba-tiba Sachi meninggalkannya di Kyoto. Gadis itu juga memutuskan sendiri. Padahal segalanya bisa dirundingkan, bukan?

Napas gadis itu tertahan. Pancaran mata sendu milik Hiro sudah pasti mengundang gemuruh di batinnya. "Maaf. Aku tak bisa berpikir jernih saat ini, aku tak sanggup kehilangan Sotha." Suara yang keluar seperti terjepit di antara tenggorokan. "Jika bisa memilih, lebih baik aku saja yang dalam posisi itu."

"Jangan berkata sembarangan!" sambar Hiro, kontan meledaklah api di bola matanya.

"Lalu apa kau merasa lebih baik jika kehilangan Sotha?"

One More LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang