CHAPTER 28 - NEW PATHS

53 10 155
                                    

Satu isapan yang cukup dalam pada sebatang rokok terjeda ketika dua orang itu muncul secara bersamaan dalam pandangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu isapan yang cukup dalam pada sebatang rokok terjeda ketika dua orang itu muncul secara bersamaan dalam pandangannya.

Hiro pikir, mereka hendak masuk ke pintu utama rumah sakit, tapi arah jalan mereka justru mengacu lurus ke arahnya, di area merokok.

Tidak, ia bukan seorang perokok ulung yang tak sanggup hidup tanpa benda itu. Tapi sesekali, di saat pikirannya kepalang rumit, kekacauan memporak-porandakan, sebatang rokok memang penenang sesaat selain alkohol.

Terlebih akhir-akhir ini, ketika kenyataan gila datang secara beruntun, seakan enggan memberinya jeda untuk sekadar mengambil napas demi melapangkan himpitan di dada.

Dimatikannya rokok itu, ketika dirasa jarak yang menjeda semakin pendek. Jujur saja, bagi Hiro keberadaan Akira di dunia ini bagai angin sejuk di keringnya padang pasir. Terkadang, kehadirannya mampu mengambil alih sebagian beban berat dipunggungnya untuk ditopang bersama.

Seulas senyum lebar nyaris terbentuk untuk menyambut kedatangannya, tapi laki-laki di seberang sana justru menampilkan wajah yang bertentangan dengannya. Raut muram diselimuti kemarahan, wajah mengetat, alisnya menukik tajam, mulutnya berkedut tak sabar melempar makian.

Hiro berdiri, tapi bukannya pelukan hangat seperti seorang sahabat sebagai pelepas rindu usai lama tak berjumpa, melainkan justru mendaratnya pukulan keras di rahang hingga membuatnya terjerebab di lantai.

"Akira-kun!" jerit Sachi kepalang heboh. "Apa-apaan!"

Sorotan mata yang dibuat setajam mungkin berpindah ke Sachi. "Biarkan saja, dia harus mendapatkan itu, atau bahkan pukulan yang lebih banyak."

Lantas di balik Hiro yang menahan denyutan menyakitkan di wajah, Akira justru menyeringai puas.

"Ck, sial!" dengus Hiro.

"Kau itu memang sinting!" celanya, Akira justru berjongkok di depan Hiro, tangannya tak segan mencengkeram kerah kemeja itu, mungkin hendak melayangkan pukulan kedua di saat Hiro berusaha bangkit. "Di mana kewarasanmu?"

"Apa yang kau katakan?" Tersulut juga emosi Hiro yang tanpa ia sadari melenyapkan kerinduan yang semula mengisi.

Tak hanya mencengkeram, kini kerah kemeja itu ditarik mendekat. "Harus berapa pukulan lagi supaya kau sadar? Hah!" Dengan penuh perhitungan, satu pukulan telak didaratkan di sisi rahang yang sama.

Tak tega, gadis itu segera memekik guna mengakhiri pertikaian itu, "Jangan berkelahi!"

"Pergi ke Hutan Aokigahara, hm? Kau mau bunuh diri, sialan!" geram Akira gemetaran, belum mampu meredakan emosinya. Ditariklah sebelah tangannya menjauh oleh Sachi, mungkin gadis itu mencegah pukulan berikutnya mendarat di rahang Hiro. "Kau pikir masalah akan selesai?"

Mulutnya terbungkam total, dan hanya matanya yang berani membalas tatapan menghakimi Akira. Bahkan ia mengabaikan sejenak denyutan hebat di rahang, peningnya kepala, dan perihnya sudut bibir.

One More LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang