CHAPTER 18 - HEART ATTACK

75 18 162
                                    

Kacau! Pikirannya sungguh kacau!

Semenjak mengawali hari, isi kepalanya semudah itu melayang ke tempat antah berantah. Sampai di mana Takeru Yoshino mematikan kompor dihadapannya, tanpa permisi pula. Baru setelah itu jiwanya melekat kembali ke raganya, "Ada apa? Mengapa kau matikan?" protes Sachi tak senang.

"Custard vanilla itu sudah gosong, Zoe-san," tandas Takeru.

Ketika gadis itu menunduk demi membuktikan omongan Takeru, matanya segera dipaparkan oleh custard vanilla yang semestinya berwarna putih kekuningan, dan telah dihadiahi oleh kerak-kerak hitam yang mampu menguarkan aroma terbakar.

Zoe Sachi mendesah dalam hati, entah telah berapa lama konsentrasinya berkelana ke sembarang tempat, dengan tangannya yang mengaduk spatula tanpa menyadari custard telah mengental dan panci siap diangkat dari kompor.

Di sesi sebelumnya, ketika ia sedang membuat macaron, hal remeh-temeh seperti mengayak tepung sebelum dicampur ke adonan justru terlupakan. Akibatnya macaron itu tak mengembang sempurna.

Maka dari itu akhirnya ia beranjak mengerjakan sesuatu yang lebih mudah, dah menyerahkan tugas macaroon itu ke Takeru, tangan kanannya. Tapi malahan custard yang terbilang cukup simple dan dapat dikerjakan oleh seorang karyawan baru pun tak dapat ia lakukan secara benar.

Takeru pun memandangnya prihatin, usai mengambil alih custard gosong itu dari hadapannya, dan membuang produk gagal itu. "Jika, pikiran sedang penuh lebih baik tak ke dapur, 'kan?" saran Takeru, yang cukup berani bagi seorang karyawan.

Namun Sachi tak pernah mempermasalahkan, karena posisinya dan Takeru memang sedekat itu, layaknya tim yang jika ia mengacau maka juga memberatkan Takeru dan karyawan lainnya.

Pasalnya, benar-benar tak biasa Zoe Sachi yang bagi penilaian orang buta pun nampak kacau luar dalam tetap memaksakan diri di dapur. Padahal biasanya sekacau-kacaunya dia, tak akan melakukan kesalahan berulang kali.

Gadis itu memijit pelipisnya yang berdenyut. "Bagaimana bisa, ini pekerjaanku. Mau tak mau aku harus tetap bekerja meskipun pikiranku tak baik-baik saja," sanggahnya.

"Tenangkan pikiran dulu, baru setelah itu kembali bekerja," saran Takeru seolah tahu benar permasalahan yang dihadapi Zoe Sachi. "Suasana hati yang kita rasakan akan mempengaruhi masakan yang kita buat."

Lagipula jika terus-terusan terjadi kegagalan bakal membuang-buang bahan baku secara cuma-cuma. Walau ia bukan pemilik patiserrie ini, tetap saja ia memiliki kepedulian tinggi akan keberlangsungan tempat yang memberinya kesempatan sekaligus kepercayaan untuk menjadi sous chef, atau tangan kanan executive chef.

Alih-alih membenarkan dengan kata-kata, Sachi lebih memilih membenarkan melalui suara hati. Pada akhirnya, ia lebih memilih membiarkan dirinya duduk di kursi outdoor patisserie ditemani segelas ocha dingin setelah menanggalkan apronnya.

Diputuskan untuk melihat kembali ponsel yang susah payah ia abaikan, yang menyebalkan sama sekali tak ditemukan sebuah pesan balasan. Seakan Kana dan Hiro berjanji untuk tak membalas pesannya.

Mengenai Kana, ingin betul ia segera menemui gadis itu demi meminta maaf. Sedangkan mengenai Hiro, ia ingin tahu kabarnya setelah diguncang oleh fakta pahit semalam, lagipula kemarin dia juga sedikit tak enak badan.

Usai melakukan dua sesapan ocha, otaknya diingatkan oleh Sotha yang melakukan interview hari ini. Penasaran juga mengenai hasil wawancara adiknya. Lagi pula sekarang sudah jam 4 sore, jadi mungkin laki-laki itu sudah menyelesaikan.

Di antara rasa lega sebab Sotha yang memutuskan untuk keluar dari zona penganggurannya, yang dalam artian ia telah sanggup bangkit walau tak sepenuhnya—Sachi bergegas menghubungi adiknya.

One More LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang