Semuanya Semakin Rumit

207 13 2
                                    

Hari ini, Arka diminta kakek untuk menemuinya di rumah sakit. Tentu saja, ini merupakan hal yang paling Arka takutkan. Kalau Arka pergi ke sana, yang ada kakek pasti tahu kalau Arka sudah tidak normal lagi. Arka tidak mau hal itu terjadi. Ia tak mau kondisi kakek menjadi lebih buruk kalau mengetahui hal itu.

Arka bersikeras menolak untuk menemui kakek. Tapi, mama berusaha untuk membujuk pemuda itu. Bahkan mama membawakan penyangga yang digunakan untuk orang patah tulang.

"Kita bisa bilang kalau kamu jatuh dari tangga!" Mama mencoba meyakinkan.

"Tapi ma?" Masih ada keraguan yang dirasakan Arka.

"Kita nggak sepenuhnya bohong kan? Kan kamu emang jatuh dari tangga?"

Arka menghela napasnya. Ia kemudian mengangguk.

"Oke! Arka setuju! Tapi Arka nggak mau pakai kursi roda. Kakek bisa curiga nanti!"

"Baik, nanti kamu akan dipapah sama papa. Bilang aja nanti kaki kamu terkilir!"

Mama lalu membantu Arka memasangkan penahan untuk tangan kanannya. Sebenarnya Arka merasa sangat bersalah karena sudah membohongi kakek. Tapi, ia tak bisa berbuat banyak.

Arka lalu dibimbing papanya menuju mobil. Papa tetap membawakan kursi roda Arka. Namun, mereka tidak akan memakainya sekarang.

Setibanya di rumah sakit, Arka lalu dibantu papa turun dari mobil. Setelah itu, ia digandeng oleh papa dan mama menuju ruangan tempat kakek di rawat.

Sesampainya di ruangan kakek, mereka dikejutkan oleh para petugas rumah sakit yang terlihat sangat panik yang masuk ke dalam ruangan kakek. Ada perasaan takut menyelimuti hati Arka. Ia yakin ini bukan hal yang baik.

Tak lama, dokter keluar dengan raut wajah yang terlihat sendu. Papa langsung menemui dokter tersebut.

"Apa yang terjadi dokter?" tanya papa.

Dokter nampak menggeleng pelan,

"Maaf pak, kami udah berusaha semaksimal mungkin. Pasien atas nama bapak Hendra Bima meninggal pukul 12.00 WIB."

Tubuh Arka lunglai. Pemuda itu langsung jatuh tak sadarkan diri di samping sang mama.

Mama yang panik langsung berteriak histeris. Ia juga tak kalah syoknya mendengar satu-satunya orang tua yang ia punya telah tiada. Tapi, mama lebih syok karena Arka yang langsung tumbang mengetahui sang kekek berpulang.

***

Arka tidak berbicara apapun ketika ia bangun dari pingsannya. Rasanya seperti mimpi buruk. Orang yang merawat Arka sedari kecil pergi meninggalkan Arka disaat hidup Arka sangat berat. Arka tak tahu kepada siapa ia akan mengadu nantinya. Arka memang masih punya orang tua. Tapi, Arka dan orang tuanya tak memiliki hubungan sedekat Arka dengan kakek.

Berkali-kali Raffa mengajak Arka berbicara. Tapi pemuda itu tidak pernah merespon. Raffa tak pernah melihat Arka serapuh ini. Bahkan Arka tidak begini ketika ia divonis memiliki penyakit mematikan.

"Setidaknya makan dikit Ka. Lo belum makan dari kemarin!" Raffa meletakkan semangkok bubur di hadapan Arka.

Namun Arka terlihat tak tertarik sama sekali.

"Kakek lo akan segera dikebumikan. Lo yakin, nggak akan melihat beliau untuk terakhir kalinya?" tanya Raffa. Berharap Arka mereaponnya kali ini.

Namun nihil, pemuda itu tetap diam. Raffa menyerah. Ia lalu duduk sofa yang ada di kamar Arka sambil memainkan ponselnya.

"Raffa!" panggil Arka.

Raffa menoleh, "Apa?" jawabnya.

"Anterin gue menemui kakek!"

Arkana SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang