Tidak Harus Sembunyi

219 15 0
                                    

Putri bangun lebih pagi dari biasanya. Sekarang tugasnya bertambah setelah menjadi seorang istri. Ia menyiapkan makanan dan semua kebutuhan Arka terlebih dahulu. Setelah selesai, Putri lalu membangunkan suaminya itu.

Putri mengusap pelan pipi Arka. Hembusan napas Putri yang terasa ke pipi, perlahan membuat Arka terbangun. Pemuda itu perlahan membuka matanya, berkedip beberapa kali, masih belum sadar sepenuhnya.

"Bangun!" ucap Putri lembut.

Pipi Arka memerah. Wajah Putri sangat dekat dengan wajahnya. Putri lalu mengecup singkat pipi Arka dan tersenyum.

"Tidurnya nyenyak?" tanya Putri.

Arka hanya mengangguk saja.

"Aku bantu duduk. Kita mandi ya?" Putru membantu pemuda itu duduk. Kemudian Putri hendak membuka baju tidur yang digunakan Arka.

"Put," Arka menahan tangan Putri dengan tangan kirinya.

"Kenapa?" tanya Putri lembut.

"Aku malu!" jawab Arka jujur.

Putri terkekeh, ia mengusap pipi Arka lembut.

"Kenapa harus malu? Kita suami istri."

Arka kali ini menunduk. Ia tak sanggup menatap wajah Putri.

"Ka, lihat aku!" Putri memegang kepala Arka dengan kedua tangannya, dan mengarahkannya ke wajah Putri.

"Kamu sayang sama aku?" tanya Putri.

Tentu saja Arka mengangguk.

"Hal yang sama juga aku rasain ke kamu Ka. Aku tanya satu hal lagi, kalau misalnya dibalik, aku yang mengalami ini semua, apa kamu ninggalin aku?" tanya Putri lagi.

Kali ini Arka menggeleng,

"Ka, aku sayang sama kamu. Aku mau kamu kamu hidup yang lama sama aku Ka."

"Tapi, nanti kamu kerepotan ngurus aku Put. Sekarang memang tangan kanan aku yang nggak bisa digerakkan. Nanti tangan kiri, terus kaki, terus seluruh tubuh aku, apa kamu sanggup?"

Putri tersenyum ia lalu berjongkok di depan Arka.

"Aku udah janji Ka, saat kita menjadi suami istri.

"Put, ini tu nggak sesederhana itu. Nanti aku bakal nggak bisa makan, ngomong, bahkan ngurus kotoran aku sendiripun aku nggak bisa. Apa kamu masih sanggup?" Mata Arka mulai berkaca-kaca. Pemuda itu hanya takut, kalau perhatian Putri ini hanya semu belaka. Ia takut kalau nantinya saat Arka sudah nyaman, Putri memilih untuk meninggalkannya

Putri lalu memeluk Arka erat. Ia paham dengan yang dirasakan suaminya itu  saat ini, ia dalam kondisi minder terhadap Putri.

"Ka, aku tahu. Aku tahu kamu akan mengalami itu semua. Aku udah mencari tahu semuanya. Untuk itulah aku kekeh mau menikah sama kamu. Karena aku tahu, aku sanggup. Aku mau hidup sama kamu!"

"Bahkan sampai aku nggak bisa bernafas lagi? Aku akan meninggalkan kamu untuk selamanya!"

Kali ini Putri menggenggam kedua tangan Arka,

"Sayang, jodoh, maut itu urusan Tuhan. Kamu tahu kan, akhir dari semuanya itu pasti kematian. Bukan cuma kamu yang akan mati Ka, aku, mama, papa kamu juga. Semua orang juga akan mati. Jadi kamu jangan takut Ka. Kita semua harus siap jika semua itu terjadi!"

Kali ini Arka benar-benar menangis. Ada rasa sedih bercampur haru saat Putri menjelaskan semuanya kepada Arka. Melihat pengorbanan Putri yang sangat besar untuknya. Ada secercah harapan yang mulai terfikirkan oleh Arka. Ia ingin bangkit. Arka tidak mau terus bersembunyi di sini. Di sepanjang hidupnya.

Arkana SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang