KEHANGATAN STW
Gerimis belum juga reda saat sore selepas bubaran kantor. Aku masih berteduh didepan sebuah ruko kecil dibawah kanopi. Meskipun begitu tetap saja tubuhku kebasahan. Bukannya apa2, meskipun hanya gerimis,namun disertai angin yang membuat percikan air hujan tempias hingga kedalam. Aku hanya pasrah dengan sedikit melipat kedua tangan didadaku.
Tiba2 saja pintu ruko terbuka sedikit dan dari dalam nampak seorang wanita.
"Dik, anginnya kencang, masuklah".
"Udah Bu gak2 apa2. Terimakasih. Saya disini aja". Jawabku atas ajakannya.
"Eehh...gak baik lho begitu nolak niat baik orang".
Merasa gak enak hati,aku masuk dan segetia menutup kembali pintu.
"Makasih Bu. Maaf ngerepotin".
"Gak juga koq. Biasanya juga pas saya buka salon banyak koq yang ikut neduh disini. Pas hari ini aja salon saya tutup".
Kulihat sekeliling memang ini seperti sebuah salon. Padahal aku sering lewat jalan sini tapi tak pernah kusadari bila ruko ini berupa salon.
"Iya Bu,makasih".
"Nah didalam sini kan enak. Bisa sambil ngrokok. Adik ngerokok kan? Saya bikinin kopi ya".
"Gak usah Bu gak usah. Gini aja juga udah bersyukur koq".
"Udah gak usah basa basi. Saya juga ngerokok koq. Kita ngopi sama2 ya. Sebentar saya masak air dulu ya". Ia berlalu menuju kedalam. Akupun menyulut rokokku untuk sekedar melawan hawa dingin. Tidak berapa lama ia muncul kembali.
"Waduh dik...minta tolong nyalain kompornya dong. Koq dari tadi gak nyala2 ya".
"Iya Bu". Kuletakkan rokokku diatas sebuah asbak. Jujur,pikiranku kemana2 melihat situasi itu. Udah terbayang yang tidak2. Aku mengikuti dirinya yang hanya mengenakan kaos dan celana legging hitam. Tentu saja pinggul besarnya sangat menggodaku. Ia menuju ruang belakang yang terdapat sebuah kompor gas. Dengan membungkuk ia mencoba menyalakan kembali kompor,namun tak berhasil juga. Yang menjadi fokus ku adalah saat ia membungkuk. Legging hitam yang tipis itu tanpa garis CD. Berarti ia tak mengenakan celana dalam.
"Coba Bu saya liat dulu".
Aku mencoba memeriksa sambungan selang dan kepala tabung gas. Setelah kucoba akhirnya kompor menyala.
"Eh nyala kan...adik pinter amat sih".
"Ah enggak juga koq Bu. Itu kepala selang gasnya kendor".
"Ooohh...".
Aku beringsut untuk memberikan ia jalan,karena ruang itu sempit,jadilah tubuhku menghimpit dirinya hingga dadanya sempat menggesek dadaku. Ia hanya tersenyum sambil menatap wajahku. Belum sempat aku kembali ke ruang depan,ia bercerita tentang situasi saat ini. Mungkin sekedar basa basi mencari bahan pembicaraan sambil menunggu air mendidih.
"Lho...saya baru sadar,baju adik basah ya. Buka deh,ntar masuk angin Lo. Saya ada kaos kering,pake aja. Tuh, celananya juga basah".
"Gak apa-apa Bu. Biarin,ntar juga kering koq".
"Gak boleh gitu...".
"Iya ya Bu...".
Aku menarik kaosku keatas untuk melepasnya,tiba2 saja saat kaosku terlepas tangannya menepuk2 dadaku,mencoba menepis sisa2 air hujan ditubuhku.
"Tuh kan basah badannya".
Aku hanya diam dengan perlakuannya itu. Perlahan gerakan tangannya semakin pelan dan lembut, terlebih pada area puting dadaku. Dibelainya dadaku.
"Bu...".
"Jangan panggil bu ah...mbak Tami aja..". Sambil terus meraba dengan kedua telapak tangannya.
"Iya mbak Tami...".
"Nah gitu dong...Kan lebih akrab...
Dingin ya... sebentar lagi airnya mendidih..".
"Ya gitu lah...". Jawabku.
Aku juga yang sejak tadi terpesona dengan tubuh moleknya menggenggam tangannya.
"Mbak angetin ya...". Seraya berkata demikian puting dadaku dikecupnya. Bergantian kiri dan kanan. Dimainkan lidah dan bibirnya. Aku merespon dengan memeluk dirinya dan meremas kedua bongkahan pantatnya.
"Hhhmmmm...mbak Tami juga kedinginan?". Tanyaku.
"Iyaaa...didepan yuk". Dimatikannya kompor dan kuikuti dirinya menuju ruang salon. Tak lupa dikuncinya juga pintu sliding door.
Ia duduk pada sebuah sofa panjang dan selanjutnya merebahkan tubuhnya. Tanpa berkata2 lagi aku tindih tubuhnya. Bibir kami bersentuhan dan saling cium.
"Nnnnngghh...diiik...cium mbak semuanya...". Serta merta ia melepaskan kaosnya. Nampaklah dua buah payudara yang besar yang masih ditutupi bra hitamnya. Aku sempat terperangah,namun kemudian buah dada itu menjadi sasaran bibir dan lidahku.
Hujan diluar semakin deras.
Tanganku mencoba mencari pengait bra dan kulepaskan. Buah dadanya seakan tumpah sebelum aku jilat dan kukenyot2.
"Ssssshhh...aaahhh...diiik...kamu pintar sekaliii...". Dengan kedua tangannya ia menyodorkan buah dadanya yang semakin liar aku jilat. Jilatan bibirku terus kebawah,kutarik legging nya. Benar saja,ia tak mengenakan celana dalam. Bulu lebat dan keriting menghiasi vaginanya. Kuusap dengan jariku.
"Mbak Tami bulunya lebat banget".
"Kamu suka...?".
"Iyaa...aku suka..."
"Terus mau kamu apain?"
"Gigit ya...".
"Sakiiit...doooong...diiiik...".
Belum sempat teruskan lidahku telah menyapu permukaan bibir vaginanya. Membuat pahanya dibuka lebar-lebar. Diiringi dengan lenguhan dan desah nafasnya.
"Ssssshhh...aaahhh..aaawww...aahhh... aduuuuh...lebih dalam lagi jilatnyaaa... ooouuuwwhhh...".
Aku turuti dengan kubuka bibir vaginanya dengan jempol dan jari telunjuk kanan. Sedangkan jari tengah tangan kiriku mengorek lubang yang sudah mulai basah itu. Daging kecil sebesar kacang itu tak luput dari terjangan bibir dan lidahku. Tubuhnya beberapa kali bergelinjang menahan rasa nikmat itu. Jeritan melengkingnya seakan teredam oleh suara hujan dan angin.
"Aaaaaawww...diiiik...akuuu....aku
...gak tahaaaan... ooouuuwwhhh".
Kepalaku semakin ditekannya. Wajahku ikut basah karena lendir beningnya yang hangat itu.
"Udaaah... uddaaah...aku gak tahan diiik.... oooowwwhhh".
Aku sudahi permainan itu dan berdiri melihat dirinya terengah-engah dengan nafasnya. Dadanya naik turun.
"Iiiihhh...curang ya..kamu masih pake celana".
"Bukain ya Mbak".
Ia menggapai kancing dan resleting celanaku, dilepaskannya semua.
"Hhhmmmm... kepalanya gede banget. Didalam berasa banget nih pastinya". Selanjutnya penisku sudah berada dalam rongga mulutnya. Dijilatinya... dihisapnya... dimainkannya dengan mengocoknya. Membuat seluruh urat syarafku berasa merinding.
"Mbak Tami... hhhmmmm... aaaaahhhh...enaaak mbaaaak...".
Aku singkapkan rambut ikalnya, ekspresi wajahnya yang begitu menikmati penisku.
"Udah ya... masukin... aku mau diatas ya".
Aku hanya menganggukan kepalaku.
Aku kini bersandar pada sofa dan membiarkan dirinya menduduki selangkanganku. Digenggamnya penisku dan diarahkan menuju vaginanya.
Bibirnya mendesis diiringi dengan lenguhan panjang yang pada akhirnya penisku sudah tertanam dalam vaginanya.
"Ssssshhh... aaawww... kepalanya bikin nikmat banget diiiik...aaahh".
Pinggulnya bergerak maju-mundur. Kedua tanganku merambah pada bongkahan pantatnya dan kuremas remas. Buah dadanya yang tepat didepanku tentu saja menjadi sasaran bibir dan lidahku.
"Mbaaaaak... hhhmmmm...".
"Kenapa...enak yaa....?".
"Iyaaaaaa... ooouuuwwhhh..".
Diselingi dengan gerakan berputar dan naik turun memberikan sensasi kenikmatan tersendiri.
Walau udara dingin tak berpengaruh saat keringatnya membasahi tubuhnya. Saat kepalanya terangkat keatas,leher putihnya menjadi sasaran bibirku. Gerakannya semakin cepat hingga pada detik selanjutnya tubuhnya mengejang,kedua pahanya dikatupkan seakan penisku terjepit dan tersedot kedalam.
"Aaakkuuu...sampe diiiik...Akku...
keellluuuaaaar... aaaaaawww...
sssshhh... aaahhhh...". Bahuku dicengkeramnya kuat. Ia berhenti sejenak mengatur nafas.
"Nanti keluar didalam apa diluar?" Tanyaku.
"Diluar aja ya. Mbak mau ngerasain pejumu... emang udah mau keluar?".
"Udah mulai berasa".
"Pinter banget deh kamu nyenengin mbak..". Dicubitnya dadaku dan selanjutnya ia memulai lagi dengan goyangan pinggulnya. Mata kami saling berpandangan, senyumnya yang penuh gairah selalu menghiasi bibirnya. Perlahan gerakannya semakin cepat. Saat detik2 klimaksku sampai,aku angkat tubuhnya. Iapun mengerti dan selanjutnya berjongkok dihadapanku. Kembali mengulum penisku dengan gerakan maju-mundur diselingi dengan sedotan yang menyentuh tenggorokannya.
"Mbaaaak.....akuuu... aaahhhh..".
Seketika itu juga pejuku menyemburkan cairan kental putih yang hangat dalam rongga mulutnya. Tak sedikitpun ia lepaskan sampai semburan terakhir. Dijilatinya terutama area kepala helm yang merah dan licin itu. Tubuhku lemas seakan tak bertulang merasakan kenikmatan itu.
"Banyak banget sih nyembur nya,mbak sampe keselek deh..".
"Mbak suka..?".
"Ya suka bangeeeet...kamu jangan pulang dulu ya. Masih ujan kan..".
"Iya mbak Tami sayaaaaaang..".
"Hhhmmmm..mulai dehh...aku bikin kopi dulu deh sambil istirahat..".
Ia menuju dapur dengan tubuh telanjangnya. Aku memperhatikannya dari belakang.
***
Hari mulai gelap dan hujan belum juga berhenti.
Ia mengajakku menaiki tangga dan menuju sebuah kamar yang begitu harum.
Kami melakukannya lagi diatas ranjang empuknya,saat jeda sebelum klimaks berpindah ke kamar mandi dengan siraman air shower yang hangat.
Disitu ia berteriak sekencang-kencangnya menahan kenikmatan saat semburan pejuku menerjang dasar liang vaginanya.
Bekas gigitanku memerah disekujur tubuhnya. Ia terpuaskan.
Dan aku berjanji untuk sering bertemu dengannya.