chapter 8: Kebersamaan

12 7 0
                                    

Tepat pukul sembilan malam, Arumi baru saja sampai di depan rumahnya. Setelah selesai membayar taxi online Arumi segera masuk ke dalam rumah. Arumi baru saja pulang dari tempat les privat bahasa Mandarin dan les biola.

Dia membuka pintu rumah dan menemukan Neptun yang sedang melipat kedua tangannya dengan wajah menyebalkan. Padahal saat ini Arumi tidak ingin berdebat dengannya, dirinya harus segera istirahat karena besok pagi Arumi harus kembali sekolah.

"Dari mana aja lo? Jam segini baru pulang?" tanya Neptun dingin.

"Bukan urusan lo!" Arumi berjalan begitu saja meninggalkan sang Kakak.

"Arumi gue itu Kakak lo!" teriak Neptun marah.

Arumi yang sedang menaiki anak tangga pun berhenti seketika. "Ya terus? Gue harus menyembah lo gitu? Lo itu bukan tuhan yang harus disembah!" Arumi langsung berlari menuju kamar tak lupa untuk menguncinya.

Setelah selesai mengunci pintu Arumi bersandar pada pintu bercat coklat tua lalu membuang kasar napasnya. Dia mengepalkan tangannya lalu berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil pakaian ganti.

Ketika Arumi tengah memilih-milih pakaian dia tidak sengaja menjatuhkan bingkai foto yang ia simpan di dalam lemari. Arumi berjongkok untuk mengambil bingkai yang sudah rusak itu.

Dia melihat gambar yang berada di dalam bingkai yang kacanya sudah pecah. Arumi terdiam beberapa saat sebelum kembali berdiri lalu membuangnya begitu saja ke tempat sampah. Arumi berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah sangat lengket akibat keringat.

Satu jam lebih berlalu, Arumi baru saja keluar dari kamar mandi dengan mata yang sembab. Dia hanya memandangi wajahnya dari pantulan cermin dengan rambut yang masih basah. Di tengah-tengah lamunannya Arumi mendengar suara ketukan pintu di susul dengan suara seseorang yang memanggilnya.

"Non, ini Bi Asih, Bibi bawa masakan kesukaan non tolong dibuka pintu nya," ucap Bi Asih pekerja di rumah Arumi.

Arumi berjalan untuk membukakan pintu. Dia menemukan Bi Asih yang sedang tersenyum hangat ke arahnya dengan nampan berisi makanan dan segelas susu rasa coklat kesukaannya.

Arumi tersenyum tipis lalu mempersilahkan Bi Asih untuk masuk ke dalam kamarnya. Bi Asih menyimpan nampan di atas nakas yang tak jauh dari tempat tidur Arumi. Bi Asih berjalan menuju lemari pakaian yang terlihat sangat berantakan, padahal tadi pagi dirinya sudah merapihkan ini semua.

Ketika Bi Asih sedang merapihkan pakaian Nona nya dia baru menyadari kalau di bawah lemari terdapat serpihan kaca. Untung saja Bi Asih tengah menggunakan sandal rumah jadi serpihan kaca tidak melukai kakinya.

Bi Asih keluar untuk mengambil penyedot debu untuk membersihkan serpihan kaca. Takutnya nanti Arumi tidak sengaja menginjak dan membuat kakinya terluka.

"Non, dimakan makanannya," ucap Bi Asih disela-sela kegiatannya.

"Gue gak nafsu makan." Arumi mendudukkan pantatnya di atas kasur tanpa berniat mengambil nampan yang dibawakan oleh Bi Asih.

"Kalau gitu diminum atuh susu nya sebelum dingin," ucap Bi Asih yang sudah selesai membersihkan serpihan kaca.

Arumi hanya diam memandangi nampan yang tak jauh dari tempatnya berada. Bi Asih yang sudah menyimpan penyedot debu berjalan menuju nakas untuk mengambil susu lalu dia berikan pada Arumi.

Arumi mengambil susu yang diberikan oleh Bi Asih lalu meneguknya hingga habis. Melihat Nona nya berhasil menghabiskan susu yang ia bawa membuat Bi Asih mengulum senyuman manis.

Menyadari bahwa rambut Arumi masih basah membuat Bi Asih bertanya, "Rambut non masih basah, mau Bi Asih keringkan?" tanya Bi Asih dengan suara lembut.

"Gak perlu," jawab Arumi singkat.

Find out the world Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang