chapter 18: Rencana

14 4 4
                                    

Salah satu siswa yang tengah berkumpul di lapangan outdoor bangkit dari tempat duduk untuk mengambil benda mati di bawah tribun. Siswa yang berpakaian urakan itu langsung melempar benda tadi kepada siswa lain yang sedang berjalan menuju tempat pembuangan sampah.

Batu yang dilemparkannya langsung menghantam dahi si siswa hingga membuat semua temannya berdiri dengan mata melotot. Lain halnya dengan siswa bernama Haikal yang merasa puas telah berhasil melukai siswa paling ambisius di sekolahnya itu.

Haikal berjalan dengan angkuh menuju tempat si siswa yang tengah menunduk dengan tangan yang masih memegang tong berisikan berbagai macam jenis sampah. Haikal berjongkok untuk melihat wajah si siswa dari bawah dan menemukan luka cukup besar di dahi si siswa yang sedang memandanginya.

Lyam mendongakkan kepalanya dengan darah yang hampir menyentuh alis lebat miliknya. Teman-teman Haikal di belakang dibuat heran dengan jalan pikir temannya itu, kenapa dia malah menganggu Lyam yang tak pernah punya masalah dengannya.

Melihat reaksi yang diberikan Lyam membuat Haikal mengepalkan tangannya kuat dengan wajah yang mulai memerah. Lyam memutuskan untuk segera pergi menuju tempat pembuangan sampah sebelum bel masuk berbunyi namun pergelangan tangannya dicekal oleh Haikal.

Lyam membalikkan tubuhnya dengan pandangan mengarah pada tangannya lalu beralih menatap wajah Haikal. Lengan kekar milik Haikal dihempaskan begitu saja oleh Lyam, tak lama setelah itu Lyam kembali berjalan dan meninggalkan Haikal yang tengah menatap kepergiannya dengan mata penuh amarah.

"Kal, lo apa-apaan sih?" tanya salah seorang temannya.

"Gue gak suka sama tuh anak," jawab Haikal setelah cukup lama diam dengan tangan yang masih terkepal.

"Haelah, kalau gak suka kenapa lo ngelakuin hal kaya tadi ege, gimana kalau tadi ada guru yang liat? Bisa-bisa lo dipanggil ke bk," ucap siswa berwajah manis seperti gula aren yang memiliki tubuh tinggi besar.

"Bodo amat!" ucapnya lalu berjalan begitu saja meninggalkan semua temannya dan pergi menuju kelasnya yang berada di lantai dua.

Di lain tempat, saat ini Lyam tengah memilah sampah sebelum memasukkannya ke dalam tiga tong berbeda warna di depannya. Asha yang sedari tadi berdiri di samping Lyam hanya fokus pada luka yang menghiasi dahi lelaki jangkung itu.

"Aden, lukanya obatin dulu takutnya nanti inspeksi," ujar Asha yang tak didengar oleh Lyam.

Asha sedikit kecewa dengan respon yang diberikan Lyam yang masih sama seperti awal bertemu dengannya. Asha pun memilih untuk memainkan kuku jarinya dengan kepala yang ia tundukkan, tanpa Asha ketahui ternyata saat ini Lyam tengah menatapnya.

"Ayo," ujar Lyam yang berjalan lebih dulu meninggalkan Asha yang tengah dilanda kebingungan.

Asha pun sedikit berlari mengejar Lyam yang sudah cukup jauh dengannya. "Langsung ke kelas?" tanya Asha yang ada di samping Lyam.

Lyam hanya menggeleng singkat membuat Asha menautkan alisnya. Karena tak ingin membuat Lyam kesal Asha hanya mengikuti ke mana Lyam akan membawanya pergi. Mereka berdua berdiri di depan pintu uks dengan Asha yang sedang membulatkan bibirnya membentuk huruf O.

Lyam mengetuk pintu uks sebanyak tiga kali, tak lama keluarlah seorang wanita bertubuh mungil yang langsung tersenyum manis pada Lyam. "Lyam? Ada perlu apa?" tanya Kak Helda ramah, belum menyadari bahwa ada luka di dahi Lyam.

"Mau ngobatin ini," tunjuk Lyam pada lukanya yang langsung membuat Kak Helda melotot.

"Astaga, kenapa gak langsung masuk aja?" Kak Helda segera membawa Lyam duduk di kursi yang disediakan begitupun dengan Asha yang saat ini tengah celingak-celinguk memperhatikan sekeliling.

Find out the world Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang