chapter 5: Kecelakaan

24 9 7
                                    

Arziki baru saja pulang setelah seharian di luar mengerjakan tugas kuliahnya. Saat dia membuka pintu, Arziki menemukan Adiknya tengah duduk di kursi Piano yang berada di bawah tangga dengan keadaan lampu rumah mati.

"Dek, itu lo kan?" tanya Arziki lalu menghampiri Adiknya.

Lyam hanya menatap Arziki dengan senyuman tipis tanpa menjawab pertanyaannya lalu kembali memainkan Piano.

Arziki pun memegang tangan Lyam sebelum berkata. "Ini udah malem Dek, gak usah macem-macem deh takutnya nanti lo ketempelan lagi, mending tidur sana." Arziki berjalan meninggalkan Lyam sendirian di bawah sana.

"Ini udah." Lyam tersenyum lalu kembali memainkan Pianonya.

Siang tadi Lyam bersama Prisa pergi untuk menemui psikolog yang dulu pernah membantu Lyam. Saat ini Lyam sedang menunggu kedatangan psikolog yang sering ia panggil Pak Tama.

Lyam langsung masuk ke dalam ruangan yang di dalamnya sudah ada Pak Tama yang sedang merapihkan mejanya. Lyam dipersilahkan duduk oleh Pak Tama lalu beliau mengambil buku dan mulai berbicara.

"Bagaimana kabarnya Mahatma?" tanya Pak Tama yang memanggil Lyam dengan nama tengah.

"Lumayan tidak baik," jawab Lyam sedikit tersenyum.

Sedari tadi Pak Tama hanya tersenyum membuat Lyam menggaruk tengkuknya. Untuk beberapa saat mereka berdua diam, hanya terdengar suara jam yang mengisi ruangan bercat putih itu. Pak Tama pun akhirnya kembali membuka suara.

"Coba ceritakan pada saya kenapa kamu ingin bertemu dengan saya lagi?" tanyanya dengan suara lembut.

Lyam hanya diam tak lama dia mulai menarik panjang napasnya. Pak Tama yang melihat itu menuliskan sesuatu pada buku yang ia pegang sedari tadi.

"Saya rasa ada yang aneh dengan diri saya, tadi pagi Kakak saya bilang kalau saya bersikap aneh tidak seperti biasanya, katanya saya tiba-tiba pergi meninggalkan Kakak sendirian di supermarket, sewaktu Kakak mencari saya, dia menemukan saya tengah berada di tengah jalan hendak memukul seorang wanita, tapi anehnya saya tidak mengingat itu semua." Lyam memain-mainkan ujung baju yang ia kenakan tak berani menatap wajah Pak Tama.

Pak Tama menganggukkan kepalanya lalu kembali menuliskan sesuatu pada bukunya. "Oh iya, saya juga menemukan tulisan ini dibuku diary saya." Lyam memberikan secarik kertas yang ia sobek tadi pagi.

Setelah memberikan sobekan kertas pada Pak Tama, Lyam merasa kepalanya terasa begitu sakit hingga membuat penglihatannya kabur. Pak Tama pun sedikit terkejut saat membaca tulisan yang tadi Lyam berikan.

Dia menatap wajah Lyam yang saat ini tengah memandangi dirinya sambil tersenyum menyeringai membuat Pak Tama berkeringat dingin.

Pak Tama merasa orang di depannya ini bukan Lyam, melainkan orang yang sudah lama tidak ia temui. Dia terus tersenyum ke arah Pak Tama dengan mata melotot membuat Pak Tama ketakutan.

Pak Tama pun dengan hati-hati mengambil handphone yang berada di bawah meja agar tidak diketahui oleh Lyam atau lebih tepatnya seseorang yang berada di dalam tubuh Lyam.

"Kenapa, takut?" tanyanya membuat bulu kuduk Pak Tama berdiri.

"Maaf tapi saya harus segera keluar dari sini, lain kali saya yang akan datang ke rumah." Pak Tama berdiri berniat untuk membukakan pintu tapi gerakannya terhenti ketika mendengar satu suara yang dulu pernah ia dengar.

"Sudah lama tidak bertemu, Tama Saharja," ucapnya dengan suara berat.

Dia berbalik dan menemukan makhluk bertanduk dengan tubuh besar sedang berjalan menujunya. Dia juga melihat Lyam tengah tersenyum sambil melambai-lambaikan tangannya.

Find out the world Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang