chapter 14: Trauma Di Masa Lalu

13 5 0
                                    

"Lo pada ngerasa gak sih, kalau kasus ini mirip-mirip sama Rity?" tanya Nusa pada semuanya.

"Mirip banget malah," jawab Aksa setelah menghabiskan bakso satu mangkuk penuh.

"Emang Rity pernah dikira bundir?" tanya Aji mulai ikut nimbrung.

"Iya, tapi yang anehnya itu mayat dia sampe sekarang gak ada," jawab Aksa dengan suara kecil.

"Lho kok gak ada?" tanya Nusa bingung.

"Gak tau." Aksa hanya mengangkat bahunya tidak tahu.

"Apa jangan-jangan pelakunya juga sama kaya Rity?" tanya Nusa curiga.

"Pelaku apa sih? Orang dia jelas-jelas bundir," jawab Raja sedikit sewot.

Semua mata saat ini hanya tertuju kepada Raja yang tengah memainkan sendok. "Siapa yang bundir?" tanya Aksa dingin.

Raja diam beberapa saat sebelum kembali berkata, "Rity... sama anak 12 B1," jawab Raja dengan wajah datar tak seperti biasanya.

"Lo tau di mana?" tanya Aji dingin.

"Nanti lo juga bakalan tau kok," jawab Raja ketus.

"Eh, udah udah jangan berantem lagian kasus Rity udah lama ditutup, terus buat kasus ini kita tunggu konfirmasi kepala sekolah dulu, jangan main nyimpulin tanpa bukti," ucap Nusa membuat salah satu dari mereka membulatkan matanya.

"Jadi, gue beneran udah mati?" tanya Asha pada dirinya sendiri.

Saat ini Asha tengah duduk di sebelah Raja yang kebetulan tempat itu sedang kosong. Dia tidak menyangka kalau ternyata dirinya memang benar-benar sudah tiada.

Lalu di mana tubuh Asha berada? Dia kira ini hanya mimpi belaka karena tubuh aslinya sedang terbaring lemas di rumah sakit, seperti di drama-drama yang pernah ia tonton dulu.

Namun kenyataannya tidak seperti itu. Ada rasa sedih saat mendengar obrolan Aksa dan kawan-kawan. "Gue adalah hantu paling oon diantara semua hantu yang ada di dunia, masa iya gue gak nyadar diri sendiri udah mati? Terus yang lebih parahnya lagi gue gak inget kejadian yang bikin gue mati?"

Asha membuang kasar napasnya. "Aneh banget sih lo Sha." Asha memukuli kepalanya sendiri.

Asha menghapus air mata yang sedari tadi membasahi pipinya. "Biru, lo tau Varro di mana? Gue pengen ketemu sama dia." Asha menunduk memainkan ujung roknya.

"Kakak cengeng," ucap anak kecil yang sebelah wajahnya sudah hancur.

Asha tersenyum manis sambil menghapus air mata yang masih saja mengalir lalu menyuruh anak kecil itu untuk duduk di sebelahnya. "Kok kamu bisa di sini?" tanya Asha heran.

"Aku lagi nungguin Mama Kak," jawab anak laki-laki itu sambil tersenyum manis meskipun terlihat begitu menyeramkan.

"Nungguin Mama, kenapa?" tanya Asha bingung.

"Mama bilang mau jemput aku, tapi gak tau kapan jadi aku nunggu di sini," jawabnya membuat Asha terdiam beberapa saat.

"Kamu udah lama di sini?" tanya Asha lagi, sudah seperti wartawan saja.

"Lumayan, sebelum tempat ini jadi sekolah aku udah ada di sini nungguin Mama, kata Mama nanti kita mau pergi ke pasar malem buat naik kora-kora," jawabnya membuat mata Asha panas karena ingin menangis.

"Kakak doain semoga kamu bisa cepet ketemu sama Mama, biar bisa pergi ke pasar malem dan naik kora-kora yang seru itu," ucap Asha sambil tersenyum lebar membuat anak laki-laki itu menatapnya dengan mata yang berbinar.

"Kakak pernah naik kora-kora?" tanyanya antusias.

Asha pun mulai menceritakan tentang kora-kora dan permainan yang berada di dalam pasar malam yang pernah ia dan keluarga kunjungi. "Oh iya, aku mau nanya Kak, kenapa ya kok orang-orang kaya gak ngeliat kehadiran kita di sini?" Pertanyaan itu berhasil membuat Asha diam cukup lama sebelum kembali bersuara.

Find out the world Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang