Epilog

435 43 25
                                    

"Ikhlas begitu sulit dilakukan, sudah berniat namun sulit di laksanakan."

✯Kaifang✯

Sai memasuki kamar dengan nuansa ungu muda itu. Melihat sekeliling interiornya dan berhenti pada suatu objek yang meringkuk disana. Ini sudah satu tahun lamanya, namun sosok itu tetap saja sama seperti dulu.

Sai mendekat dan terdengar lah suara lirih dengan tangisan kecil.

"Fang," panggilnya. Dia melihat sosok Fang yang tak bergerak sama sekali atau bahkan hanya sekedar menyahut panggilannya.

"Fang, waktunya makan," lanjut Sai lagi. Dia menyibakkan selimut bergambar donat lobak merah itu.

Ah, dia jadi teringat, selimut itu adalah hadiah dari Kaizo. Saat itu, di hari ulang tahun Fang yang ke 13 tahun, Kaizo meneror habis-habisan dirinya agar menemani Kaizo untuk membeli kado spesial buat kesayangannya.

"Sai, bantuin gue buat milih hadiah yang Fang suka. Gue bingung dia sukanya apa, soalnya dia suka semua," gerutunya.

"Kalo dia suka semua, ya lo beli lah semuanya!" Sai ikutan kesal juga. Cuma ulang tahun biasa, kok hebohnya luar biasa.

"Ck, duit gue kagak cukup, lah. Om gue belum transfer duit soalnya." ungkap Kaizo. Memang benar, bulan ini dia belum mendapat transferan dan waktu itu Kaizo masih sekolah.

"Lo beliin aja yang paling Fang suka. Beliin yang dia suka tapi gak bisa habis sampe kapan pun. Kecuali emang waktunya harus dibuang." ide Sai tercetus begitu saja. Padahal, soal berpikir, Sai adalah orang yang susah diajak berpikir.

Kaizo tampak merenung apa yang Sai katakan, tiba-tiba ide cemerlang muncul di kepalanya dengan di sertai lampu kuning di samping kepalanya. "Gue tau, nyet!"

"Selow lah, bangke. Ngatain gue monyet segala!" ketus Sai. "Lah, kan elo kawanannya, Sai."

"Elo taik nya, monyet!" Kaizo berwajah masam mendengar itu. Namun, kembali bahagia saat mengingat idenya. "Sai, adek gue kan suka donat lobak merah ya, kan?"

"Mana gue tahu! Itu kan adek lo, bukan adek gue," sungut Sai. Kaizo hanya cengengesan dan kembali berkata, "Gue mau kasih dia hadiah selimut lobak merah. Dan gue mau lo tempahin di tukang selimut." setelah mengatakan itu Kaizo pergi begitu saja.

Sai menganga dibuatnya, kenapa dia yang jadi kerja keras akan hal ini. "Woi, bangsat! Napa gue yang lo, suruh?!"

Sai kembali terkekeh pelan saat mengingat kejadian itu, matanya memanas saat-saat kenangan terus berputar di kepalanya. Tidak, dia tidak boleh ikutan sedih seperti ini. jika bukan dia yang menguatkan Fang, lantas siapa.

"Fang, ayo. Lo harus makan dulu, dari tadi pagi lo gak ada makan sama sekali." memang benar, sehabis Fang ziarah pada makam Kaizo, dia belum ada makan sama sekali.

"Abang belum makan," sahut nya dengan lirih. Sai menatap sendu pada tubuh yang meringkuk bak janin itu. "Fang, Kaizo udah gak ngerasain lapar lagi, dia udah kenyang selama-lamanya. Yang harus lo pikirin sekarang itu, kesehatan lo sendiri. Lo harus ingat perkataan Kaizo."

"Abang pergi ya, sayang. Kamu harus tetap semangat dan bahagia, jaga kesehatan dan jangan lakukan hal bodoh apapun ketika abang gak pulang-pulang."

Sekelebat perkataan Kaizo terngiang-ngiang di kepalanya, dia menangis kembali saat mengingat itu. Dia kira hanya candaan abangnya, namun di luar dugaan bahwa itu adalah pesan terakhir dari Kaizo.

Fang semakin meringkuk kala rindu kembali membelenggu dirinya. Dia sangat merindukan abangnya, walau sudah satu tahun lamanya namun, rasa rindu tak kunjung hilang dan rasa ikhlas tak kunjung datang.

KaiFang [𝙺𝚊𝚒𝚣𝚘 𝚍𝚊𝚗 𝙵𝚊𝚗𝚐] || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang