Chapter XXI: Luar Dari Biasa

546 80 4
                                    

Semenjak malam itu, hubungan sang kaisar dengan anak-anaknya makin membaik. Kaisar selalu meluangkan waktunya untuk para putranya. Sesekali dirinya turut mengunjungi Kira'na atas ajakan para pangeran.

Tetapi, tugas tetaplah tugas.

Ia tidak bisa mangkir dari urusan kerajaan yang menumpuk dan mengalihkannya pada Archduchess Kuputeri begitu saja.

Andai saja Hang Kasa memilih menjadi seorang Archduke, dan bukan seorang ksatria pasti urusan mereka sudah terbantu setidaknya sedikit.

Apa boleh buat, itu pilihannya.

Mengenai tersangka penyebar racun di biskuit pada festival itu, masih belum ditemukan siapa pelakunya, padahal kaisar telah mengerahkan semua ahli sihir terhebat di kerajaan untuk menemukan jejak sihirnya, tetapi tetap saja nihil.

"Untuk apa punya sihir jika hal kecil saja kalian tidak bisa temukan?"

Telak, ucapan dingin dari kaisar membuat para ahli sihir itu ketakutan dan kemudian memohon ampun untuk diberikan tambahan waktu.

Karena kaisar yang sudah muak dengan jawaban sama setiap harinya, ia langsung mengusir mereka pergi dari ruangannya. Tentu saja suasana hatinya seketika buruk hari itu, terlebih lagi banyak masalah yang melanda kerajaanーterutama ekonomi.

Banyaknya sumber daya yang kian menipis membuat kerajaan kehilangan salah satu penghasilan terbesarnya. Contohnya di sektor pertambangan seperti minyak, batu bara dan semacamnya.

Jika dibiarkan, kerajaan akan terus mengalami kemerosotan ekonomi dan hancur perlahan.

Menjadi kaisar itu tidak segampang itu.

Ia membanting berkas dokumen ke mejanya kemudian berdecak kesal sembari memijit pelipisnya yang pening.

Beberapa menit di posisi itu hingga akhirnya suara ketukan pintu menghiasi heningnya ruangan sang kaisar. Ketika kaisar mempersilahkan masuk, rupanya itu Halilintar yang membawa beberapa dokumen untuk diserahkan pada sang ayah.

"Ayahanda, aku telah mencari beberapa alternatif sumber daya pengganti untuk sementara yang berada di wilayah barat, mungkin ini bisa membantu menunjang ekonomi kerajaan sementara kita mencari solusi lain." Halilintar berkata langsung ke inti.

Putra mahkota itu memang tidak suka basa-basi. Persis seperti sang ayah.

Kaisar membaca dokumen itu dengan teliti, keningnya berkerut seiring netranya menelusuri kata demi kata yang tertulis.

"Ini ide bagus, Halin. Tetapi masih ada satu masalah, setelah kita menggali sumber daya alternatif ini dan masih tidak menemukan solusinya, bagaimana caramu untuk menanganinya?"

Nalar Halilintar benar-benar diuji oleh pria yang sudah hampir berusia enam puluh tahun itu. Untungnya sang putra mahkota memiliki daya berpikir kritis yang terlatih sehingga ia turut memberi solusi yang masuk akal.

"Aku sudah turun ke sektor pertambangan dan menemukan beberapa dari sektor itu tidak terurus dengan baik sehingga banyaknya penyusup yang dengan seenak hati mengambil sumber daya milik kerajaan, ayah. Hal ini bisa terjadi sebab kita tidak mengelola sumber daya kita dengan baik. Untuk langkah awal, kita harus memiliki perencanaan dan pengembangan sumber daya alam ini, terjunkanlah kami untuk mengelola beberapa sektor, aku yakin kami bisa mengatasinya." Halilintar berucap yakin.

Halilintar tipikal seseorang yang memiliki inisiatif terlebih dahulu, terbukti dari dirinya yang langsung turun ke lapangan untuk menginvestigasi sebab akibat awal krisis ekonomi kerajaan. Benar-benar seorang putra mahkota yang sempurna.

Kaisar nampak berpikir sejenak, senyuman tersungging di bibirnya.

"Baiklah, panggilkan saudaramu kemari."

Camaraderie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang