. 𓄹۪𝆬🕯️˖ৎָ̲۟୭̲ ۪ apa kau berpikir bahwa masuk ke dunia asing itu dapat benar-benar terjadi? tadinya itu isi pikiran seorang pria muda yang kini terjebak dalam tubuh seorang pangeran yang memiliki enam saudara.
-boboiboy elemental royal fantasy fa...
Tanah menutup buku yang sedari tadi dibacanya kemudian berdecih pelan, "Padahal ceritanya menarik, tapi endingnya menggantung sekali."
Ia mengembalikan buku itu ke rak asalnya dan beranjak pergi dari perpustakaan tua yang ada di pulau Rintis. Memang sudah menjadi keseharian Tanah untuk meluangkan waktu mengunjungi perpustakaan sehari-hari.
Pemuda itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya selagi berjalan menuju arah rumahnya. Sudah sore, ia harus bergegas untuk pulang — jika tidak saudara-saudaranya akan tantrum melihat tidak ada seorangpun dirumah.
Baru saja ia sampai di depan pintu dan memutar kunci, suara gerbang terbuka mengusik pendengarannya—Ah, itu saudara-saudaranya.
"Oh? Kak Tanah baru pulang?"
Tanah menoleh dan melihat Cahaya— sedang berjalan menuju arahnya, ia mengangguk sebagai jawaban dan kemudian membuka pintu.
Baru sepersekian detik ia membuka pintu, sudah ada dua orang yang berlari menyerobot masuk duluan, membuat Tanah hanya menggeleng pelan.
"Api! Daun! Jangan berlarian dalam rumah!" Tegurnya, kemudian masuk disusul dengan saudara lainnya.
"Mereka sedang pergi sebentar, katanya sih ada kerja kelompok." Tanah menjelaskan sembari meletakkan barangnya dan kemudian memakai apron.
Melihat kakaknya yang ingin menyiapkan makan malam, Air langsung bergegas membantunya. "Biar aku bantu ya, kak."
Tanah tersenyum melihat inisiatif adiknya itu. Keduanya kini berkutat dengan pekerjaan mereka sementara tiga saudaranya yang lain pergi mandi.
Beberapa saat berlalu, terdengar ketukan pintu dan muncullah kedua saudaranya yang lain— Petir dan Angin.
"Kami pulang." Tanah menyahuti mereka dan menyuruh untuk membersihkan diri terlebih dahulu, walaupun ada perdebatan sedikit karena kakaknya Angin merengek karena tidak mau mandi.
Pada akhirnya, Petir menyeretnya untuk mandi—meninggalkan Tanah dan Air yang tertawa pelan.
Baru saja keheningan melanda untuk beberapa saat, tiba-tiba suara Daun yang turun dari tangga dengan sangat heboh muncul. "Kak Tanah! Api membakar tanamanku! Huaaaa!!!" Daun merengek dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Hei, ayolah! Aku tidak sengaja, kamu sendiri yang menaruh itu di dekat lilinku!" Api menyusulnya tak lama kemudian.
Daun memeluk tanah dan menunjuk Api seakan-akan ia adalah pelakunya. Keduanya memulai perdebatan dengan sangat ricuh, hingga membuat Tanah yang mendengarnya kesal dan kemudian memukul kepala mereka satu persatu—dengan pelan, tentu saja.
"Kalian ini, jangan bertengkar! Api, bukankah sudah kakak bilang jangan menyalakan lilin jika tidak mati lampu? Daun juga, harusnya kamu tidak meletakkan tanamanmu sembarangan." Tegur Tanah yang merangkap menjadi figur seorang ibu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Daun memajukan bibirnya merasa bersalah, "Uhm, maafkan aku. Aku lupa untuk memindahkannya."
"Aku juga— maaf karena sudah iseng." Api menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Untungnya, pertengkaran mereka hanya sebatas itu saja dan tidak menimbulkan masalah yang lebih panjang. Pada akhirnya, Tanah menyuruh keduanya untuk memanggil saudara-saudaranya yang lain untuk makan malam.
Kini, ketujuh bersaudara itu duduk di atas kursi makan dan makan malam bersama dengan khidmat— ya walaupun terdapat beberapa perdebatan kecil antara saudara itu, seperti misalnya Angin yang menganggu Petir saat sedang makan, Api yang iseng dengan menambahkan bubuk cabai ke dalam makanan Air, dan Daun yang mengejek Cahaya karena tidak kuat memakan makanan pedas.
Walaupun sedikit ricuh, Tanah tersenyum— karena ia merasa bahwa kedekatan mereka semakin bertambah dari hari ke hari. Anak ketiga itu berharap bahwa momen-momen yang terjadi akan selalu seperti ini.
Setidaknya.
Malam harinya ketika semua sudah terlelap, Tanah bangun dari kasurnya dan merasa haus sehingga ia pergi ke dapur untuk minum sebentar, sekembalinya dari dapur, ia melihat bahwa kamar Cahaya masih bersinar temaram, dirinya pun bergegas menuju ke kamar adiknya tersebut dan menemukan bahwa Cahaya sedang tertidur dengan tangan tertelungkup di atas meja, Tanah bisa menebak bahwa adiknya itu belajar sampai ketiduran— lagi.
Terlihat dari buku-buku yang berserakan, bahkan sudah ada yang terlipat, Tanah berinisiatif untuk membereskan buku-buku tersebut. Namun, terdapat satu buku yang menarik perhatiannya.
"Eh? Bukankah ini buku yang tadi kubaca di perpustakaan? Kenapa ada di sini? Apakah Cahaya meminjamnya?" Gumam Tanah sembari membuka buku itu.
Tanpa aba-aba, sebuah sinar terang keluar dari buku itu dan membuat Tanah terkejut, saking terkejutnya ia bahkan tidak bisa mengeluarkan suaranya yang tertahan di tenggorokan. Ia reflek melepaskan buku itu dari genggamannya, akan tetapi sebelum buku itu jatuh— Tanah sudah menghilang duluan bersamaan dengan jatuhnya buku itu.
———
"Dia sudah sadar! Pangeran muda sudah sadar!" Suara itu mengusik pendengarannya, ia mengerjapkan matanya perlahan dan mendapati bahwa ini bukan kamarnya— sudah jelas, karena langit-langitnya pun bahkan terasa mewah.
'siapa yang mereka bicarakan?'
Baru saja pandangannya pulih sepenuhnya, ia diterjang oleh dua tubuh anak-anak yang memeluknya dengan erat. Yang satunya terdiam khawatir, sementara yang satunya menangis.
'siapa anak ini? keponakan Yaya yang baru kah?'
"Uhm— pangeran Halilintar, pangeran Taufan, tolong berikan ruang untuk pangeran Gempa bernafas." Ucap seseorang yang berperawakan tua.
'hah? tunggu—apa? Halilintar? Taufan? Gempa? Bukankah mereka semua itu karakter yang kubaca dari buku itu?'
Kedua anak-anak itu melepaskan pelukannya dan kemudian menggenggam tangannya erat, "Gemgem! Maafkan aku karena telah memaksamu, aku janji tidak akan melakukannya lagi huhuhuhu" ujar seorang anak yang identik dengan pakaian berwarna biru tua, Tanah yakin itu adalah Taufan.
Tanah masih terdiam, berusaha memproses apa yang terjadi sebenarnya. Bukankah ia baru saja ada di kamar Cahaya? Kenapa ia tiba-tiba berada di sini? Dan terlebih lagi— semua orang memanggilnya Gempa!
Bukankah itu artinya ia masuk ke dalam jiwa seorang pangeran yang bernama Gempa? Tapi bagaimana bisa?
┌──────────────────────────────┐ esok hari akan berhembus angin yang baru. └──────────────────────────────┘ ⌗ ⌂ how's your day guys? ────────────────────────────────