Chapter XV: Masa Sudah pun Tiba

772 86 6
                                    

Perang itu terjadi selama hampir dua tahun lamanya, tidak ada pihak yang mau mengalah. Sejak awalnya pun kaisar sudah mengingatkan tentang kemungkinan lama peperangan, tetapi Halilintar tentu saja tidak menyangka akan berperang selama ini dan selalu membawa hasil yang sama.

Selama dua tahun itu pula, kaisar belum membuka matanya. Para pangeran berjaga bergantian bersama Thorn yang selalu merawat dan berusaha menyembuhkan sang ayah dengan sihirnya.

Selama itu juga, mereka berusaha mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya pada sang ayah. Terutama Gempa. Hari ini, ia meninggalkan medan pertarungan untuk mengunjungi serta mengawasi pemasok utama senjata dari istana.

Terus melakukan hal yang sama hampir setiap hari sejujurnya sangat melelahkan bagi Gempa, apalagi dirinya bukan berasal dari dunia ini. Ia pun masih perlu belajar banyak hal, tentu saja ia juga harus selalu menjaga rahasianya.

"Kalau dipikir-pikir, sudah sepuluh tahun aku berada di dunia ini. Rasanya, bagaimana keadaan adik-adikku di sana ya?" Gumam Gempa seraya berjalan menuju aula istana.

"Keadaanku? Aku baik, kak?"

Gempa terkejut, ia menoleh ke belakang dan menemukan Thorn sedang membawa kain basah serta wadah kecil berisi air.

"Tーthorn? Astaga kau mengejutkanku!"

Ia terkekeh geli kemudian menghampiri sang kakak. "Kau bicara dengan siapa, kak?"

Gempa menggeleng panik, "Ah tidak. Aku hanya melamun." Rasanya Gempa harus semakin berhati-hati pada ucapannya, jika tadi ia melanjutkan gumamannya, mungkin saja rahasianya akan terbongkar.

Rahasia yang sudah sepuluh tahun ia jaga.

"Uhmーbagaimana keadaan ayah?" Gempa mengalihkan pembicaraan.

Thorn menggeleng pelan, "Masih belum ada perkembangan. Sulit bagiku untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab ayahanda seperti ini."

Gempa menepuk kepala sang adik kemudian tersenyum berusaha menguatkan. "Tidak apa, aku yakin sebentar lagi ayah akan sadar."

Memang pada dasarnya, kaisar sudah dipindahkan untuk dirawat di istana agar mendapatkan perawatan yang lebih baik, tidak mungkin juga sang pemimpin akan terus berada di area perang, bisa jadi kesehatannya akan terus memburuk.

Mendengar perkataan sang kakak, Thorn berusaha tersenyum. "Ah, ngomong-ngomongーapa kakak akan pergi ke aula?"

Gempa mengangguk, "Benar, kau mau ikut?"

"Boleh?" Ia mendadak bersemangat membuat Gempa terkekeh dan mengacak-acak rambut kecoklatan Thorn.

"Tentu saja, ayo."

Dengan itu, keduanya tiba di aula istana yang penuh dengan pasokan persediaan untuk dikirim ke medan perang. Hari ini, Halilintar, Blaze, serta Ice ditugaskan untuk berada di medan pertempuran sedangkan Taufan, Gempa, Thorn, dan Solar berada di istana. Taufan, si pangeran kedua itu sedang pening mengurus kerajaan, sebab Halilintar sedang memimpin peperangan. Gempa sibuk mengurus dan mengawasi pemasokan bahan baku persediaan, Thorn ditugaskan untuk menjaga sang ayah, dan Solar sedang pergi ke kerajaan Gogobugi untuk mendekam di perpustakaan mereka supaya dapat mengetahui akar permasalahan kondisi sang ayah. Barangkali, ada yang meneliti keadaan yang sama karena Solar pun sudah mendengar cerita dari Kaizo sendiri tentang orang tuanya.

"Yang mulia pangeran! Ini semua adalah persediaan yang sudah kami kumpulkan untuk di medan perang, peti khusus makanan kami letakkan disini, dan peti yang lainnya kami letakkan di luar." Seorang petugas di istana memberi laporan dengan menghadap padanya.

Gempa membuka peti yang sangat besar itu satu persatu, hampir seluruh peti di kuasai oleh persediaan makanan.

Di saat Gempa keluar untuk membuka lima peti terakhir, ia terbatuk karena menghirup bubuk yang berasal dari peti itu. "Uhuk! Apa ini?"

Camaraderie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang