Chapter VIII: Hingga Realiti

799 100 8
                                    

Gempa menatap ketiga orang yang sedang beradu pedang di arena latihan yaitu Blaze, Ice dan ksatria Hang Kasa. Sudah seminggu terlewati sehingga ia diperbolehkan untuk melakukan aktivitas seperti biasa, walaupun dirinya selalu dibicarakan oleh pelayan atau para bangsawan di kerajaan mengenai aksi penyelamatan heroiknya itu.

Halilintar bercerita bahwa selepas peperangan itu, kaisar murka dengan kelalaian para ksatria yang tak bisa melindungi para pangeran dari bahaya sehingga beliau menerapkan kebijakan pelatihan ekstra untuk para prajurit kerajaan. Berbeda lagi nasib dengan ksatria Hang Kasa, tadinya lelaki paruh baya itu dihukum untuk diasingkan dari kerajaan dan dicabut gelarnya karena telah melanggar peraturan kerajaan seperti contohnya menyembunyikan keberadaan para pangeran, kemudian gagal melindungi pangeran dan masih banyak lagi.

Akan tetapi, disaat penetapan sidang hukuman dimulai, Halilintar dan Taufan datang secara tidak diundang dan mengajukan aju banding, mereka membela ksatria Hang Kasa karena telah berjaya mempertahankan wilayah utara yang mana memang itulah misi utama pasukan Hang Kasa. Selain itu, ksatria Hang Kasa juga telah mati-matian melindungi keduanya dari serangan para musuh.

Atas pembelaan dari kedua pangeran langsung, kaisar akhirnya memutuskan bahwa ksatria Hang Kasa hanya akan menjalani masa istirahat sementara. Selain itu, kaisar juga meminta ksatria Hang Kasa untuk melatih para pangeran yang terkenal dengan kenakalannya selama satu bulan sebagai hukuman teringan.

Kurang lebih begitulah yang Gempa tangkap dari cerita Halilintar. Dalam benaknya, ia masih merasa sedikit bersalah pada Hang Kasa karena telah melibatkannya dalam kejadian seperti ini, padahal lelaki itu sudah membantunya tapi ia tak bisa berbuat apa-apa.

Kembali ke Blaze dan Ice, keduanya dengan kompak menyerang Hang Kasa dengan sekuat tenaga, tapi apa daya anak berusia enam tahun disandingkan dengan pria paruh baya tentu saja mereka akan kalah.

"Kuda-kudamu masih tidak stabil pangeran Ice." Hang Kasa terkekeh sembari tetap mempertahankan diri dari serangan keduanya.

"Kau tidak memfokuskan serangan padaku, pangeran Blaze. Peganglah pedang itu dengan benar!" Hang Kasa kemudian menggunakan pedang —yang terbuat dari kayu tentu saja— untuk menjatuhkan pedang yang digenggam Blaze.

Blaze yang turut kehilangan keseimbangannya pun terjatuh, membuat Gempa tanpa sadar menghampirinya untuk mengecek keadaan adik kecilnya itu.

"Blaze, kau tidak apa-apa?" Gempa membantu Blaze untuk berdiri.

"Aku baik kak, jangan khawatir." Jawab Blaze dengan terengah-engah.

Hang Kasa pun menghentikan sesi latihan mereka. "Kalian perlu berlatih dengan boneka kayu itu sepuluh kali lagi, jika sudah kita akan kembali mengevaluasi pencapaian kalian dengan adu pedang lagi."

Kedua pangeran itu mengangguk dan melaksanakan perintah dari ksatria Hang Kasa walaupun keduanya masih lelah karena belum sempat beristirahat.

Gempa mencuri-curi pandang ke Hang Kasa, ia gugup ingin mengutarakan kegundahan di hatinya, tetapi di sisi lain Gempa takut ksatria Hang Kasa akan marah.

"Sepertinya kau ingin berbicara padaku, pangeran?" Hang Kasa berbicara tanpa melihat ke arah Gempa.

Gempa tersentak, "Mmmh, sebenarnya aku ingin meminta maaf pada tuan Hang Kasa... karena, disebabkan kenakalan yang aku dan saudaraku perbuat, malah kau yang terkena akibatnya. Harusnya saat ini kau berada di garis pertahanan kerajaan, bukannya malah mengajari adik-adikku seperti ini..." Nadanya melemah di akhir kalimat, menunjukkan bahwa Gempa merasa sangat bersalah.

Hang Kasa yang melihat Gempa menunduk sembari memainkan jarinya pun tersenyum kemudian mengacak-acak surai cokelat kelam milik pangeran kecil itu.

"Tidak perlu minta maaf, ini bukan salahmu. Lagipula, jika kalian tidak datang saat itu, mungkin saja aku sudah tewas di tangan para bandit itu,"

Camaraderie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang