Chapter XIV: Menuju Puncak Tertinggi

586 97 3
                                    

Tubuh jangkung itu tertawa menyeramkan, walaupun langkahnya sedikit terseok-seok karena hampir dua dekade berada di dalam kristal, "Tak kusangka kalian masih hidup, saudaraku tercinta."

Kuputeri berseru kencang, "Apa yang kau inginkan lagi, Retak'ka?! Tidak cukupkah kematian saudaraku untukmu?"

Wanita yang anggun itu seperti berubah kepribadian seratus delapan puluh derajat. Wajahnya penuh guratan amarah dan emosi yang melanda.

"Oh, setidaknya sambutlah aku, kakak." Ia menyeringai.

"Retak'ka yang kami kenal sudah tiada, dia bukanlah pria tamak sepertimu!" Giliran Hang Kasa yang berseru, berusaha memfokuskan kuda-kuda sebagai bentuk pertahananーjaga-jaga jika Retak'ka menyerang secara mendadak.

Retak'ka tertawa kencang yang membuatnya justru lebih menyeramkan, "Kau salah, Kasa. Aku tamak dan jugaーkejam."

Tanpa aba-aba, pria itu mengeluarkan sinar yang kekuatan terlampau kuat hingga menghancurkan sebagian besar atap istana.

'Tーtembakan Gamma?" Solar benar-benar tidak menyangka bahwa sekuat ini pamannya pada masa kejayaannya dahulu.

Para pangeran yang berada di belakang para orang tua terdahulu pun hanya bisa harap-harap cemas. Ketujuhnya diminta untuk melarikan diri ke tempat selamat dengan segera, tetapi mereka sulit untuk meninggalkan keluarga begitu saja.

"Kak, apakah Retak'ka itu berbahaya?" Thorn bertanya pada Gempa yang tengah memeluknya.

Gempa bingung harus menjawab apa, karena tentu saja dia berbahaya, bahkan tingkat bahaya dari eksistensinya saja sudah melampau ke batas merah.

"Dia sangat berbahaya, Thorn. Lebih baik kita pergi dari sini sebelum Retak'ka itu menemukan kita, ayo." Halilintar menggandeng Thorn dan juga Solar, sedangkan Taufan, Blaze, Ice dan Gempa mengikutinya dari belakang.

'Sial, mereka berada garis terdepan tapi aku tak bisa melakukan apapun.' Batin Halilintar karena mengingat pesan ayahnya sebelum menyuruh mereka pergi.

"Halilintar, dengarkan ayah. Ayah akan mencoba melengahkan waktu, sementara itu kau jagalah adik-adikmu. Bantuan dari kerajaan lain akan segera tiba. Tolong bertahanlah. Ayahー.... ayah menyayangi kalian."

Untuk pertama kali setelah beberapa tahun lamanya, sang ayah kembali memanggil dirinya sebagai 'ayah'. Jujur saja, Halilintar mengaku bahwa dirinya rindu pada sosok ayah yang telah tenggelam setelah kematian permaisuri tercinta.

"Halin! Aku punya rencana, kita pergi ke menara Tacenda dan temukan apa yang sebenarnya terjadi!" Gempa terengah-engah karena dirinya berbicara seraya berlari.

"Apa? Kau gila ya? Menara Tacenda justru menjadi tempat yang berbahaya! Kau tidak ingat betapa menyeramkannya menara itu? Di sana tempat Retak'ka disegel, bagaimana jika dia kembali ke menara itu?" Taufan menggeleng tidak setuju dengan ide gila Gempa.

"Tapi, jika kita bertujuh kesana, bukankah itu akan menyulitkan kita sendiri? Lebih baik kita berpecah." Ice memberi usul.

"Tidak, tidak. Jika kita berpecah, kita tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Bisa jadi Retak'ka itu mengincar kita dan yaーkita akan dibunuh olehnya!" Blaze berseru panik.

"Kakak, tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja." Thorn menenangkan mereka semua yang dilanda kepanikan.

Keputusan ada di tangan Halilintar.

Sembari berlari, ia memikirkan kemungkinan terburuk yang akan menimpa mereka jika mereka gegabah.

Pada akhirnya, Halilintar memutuskan agar saudaranya berpecah.

Camaraderie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang